Penjelasan tersebut diungkapkan setelah Guterres bertemu Jaksa Muda Pidana Umum M.A. Rachman, Jaksa Agung UNTAET Mohamed Othman dan Kepala Perwakilan UNTAET di Indonesia Lakhan Mehrotra. Didampingi kuasa hukumnya, Suhardi Somomoeljono, Guterres datang sekitar pukul 13.40 WIB dan meninggalkan Kegung pukul 14.25.
Menurut dia, penyidikan kasus pelanggaran HAM pascajajak pendapat di Tim-Tim oleh Kejagung sudah selesai dan tinggal menunggu proses persidangan. Untuk kasus itu, ia mengakui dirinya menjadi tersangka. "UNTAET akan memeriksa saya untuk pelanggaran HAM yang mana? Apakah saya melakukan pelanggaran HAM lagi di Tim-Tim?" ujar dia, mempertanyakan.
Guterres mengatakan, saat terjadi konflik, Tim-Tim masih termasuk wilayah Indonesia. Sehingga, bila dirinya dianggap terlibat dalam konflik itu, ia menegaskan dirinya seharusnya diperiksa sesuai prosedur hukum Indonesia. Karenanya, ia mengaku kecewa dengan surat panggilan yang ditandatangani Jaksa Muda. Sebab, isi surat itu sebenarnya berupa undangan melakukan pertemuan.
Ternyata, kata dia, dalam pertemuan itu, pihak UNTAET menyodori 300 pertanyaan. Kemudian, pertanyaan itu dikurangi menjadi 200. "Pertanyaan pertama yang saya lihat, apa hubungan saya dengan pemerintah RI dan TNI. Sebagai warga negara Indonesia saya jelas berhubungan dong," ujar dia.
Lebih lanjut dikatakan, dalam kesempatan itu, ia pun telah menyerahkan laporan setebal 22 halaman yang berisi 106 kejahatan yang dilakukan Fretelin, CNRT dan Xanana Gusmao kepada UNTAET. Pihak UNTAET menyatakan akan menindaklanjuti laporan itu. “Tapi, saya tidak yakin UNTAET benar-benar melakukannya," kata Guterres.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspekum) Mulyo Hardjo membantah tuduhan Kejagung telah diperalat UNTAET untuk memeriksa Guterres sebagai tersangka. Yang terjadi hari ini dikatakan sebagai kesalahpahaman antara Kejagung dan UNTAET. "Dalam pertemuan sudah dibahas akan ada panggilan lagi kepada Guterres untuk diperiksa sebagai tersangka," kata Mulyohardjo kepada wartawan. (Jobpie)