Abolisi Suharto Buka Peluang Internasional Tekan Peradilan Indonesia
Jumat, 10 Oktober 2003 10:40 WIB
Menurut mantan ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu pemberian abolisi oleh Presiden Megawati Sukarnoputri merupakan dekonstruksi supremasi hukum oleh penyelesaian secara politis. Seharusnya, kata Bambang, penegakan hukum tetap dijalankannya dengan mengadili mantan penguasa Orde Baru. Proses ini menjadi sorotan dunia internasional. Pemberian abolisi, menurut Bambang, akan membuka pintu bagi pihak internasional untuk campur tangan terhadap peradilan Indonesia karena tidak percaya terhadap objektivitas dan indepedensi peradilan.
Penyelesaian politik lewat abolisi, dianggap merupakan tindakan diskriminatif karena alasan kemanusiaan dan mantan pemimpin negara dalam proses hukum tidak berlaku bagi semua orang. “Apakah bisa orang lain meminta hal yang sama? Ini kan keputusan politik pemerintah sehingga hukumnya direduksi,” tutur dia.
Bambang juga beranggapan abolisi berlaku untuk semua perkara yang dituntutkan kepada Suharto yang masih dirawat di rumah sakit. Baik dalam perkara penyelewengan dana yayasan yang sudah diajukan Kejaksaan Agung namun belum masuk pengadilan atau pun masalah pelanggar hak asasi manusia seperti banyak dituduhkan bahwa Suharto berperan besar.
Namun, kalau pun nantinya ada pihak internasional atau dari dalam negeri yang menuntut Soeharto, ungkap Bambang, peradilan bisa dilakukan melalui peradilan internasional. Dia menyebutkan kasus yang menimpa mantan diktator Chili, Agusto Pinochet, bisa dilakukan juga terhadap Suharto. Hal itu karena peradilan di Indonesia sudah dianggap tidak independen. “Suharto bisa menjadi Pinochet Asia,” jelas dia.
Bambang yang tidak setuju abolisi dan memilih proses hukum terhadap Suharto terus dijalankan itu juga mengaku terkejut dengan skenario politik yang dimainkan dengan cara itu. Dia menduga skenario konsolidasi orde baru itu memanfaatkan suasana sosiologis dan psikologis lebaran untuk saling memaafkan dan sakit kritisnya Soeharto. “Awal yang sistematis, sehingga yang terjadi kompromi politik. Para penjahat orde baru jadi berlindung dibalik abolisi Suharto,” tukas dia. (Dede Ariwibowo)