TEMPO Interaktif, Jakarta - Penyebab tewasnya peserta pengobatan massal antifilariasis dapat diketahui melalui otopsi. Ketua Ikatan Dokter Indonesia Fahmi Idris mengatakan otopsi dilakukan untuk mengetahui secara persis penyebab kematian.
kata Fahmi. Namun, masalahnya apakah keluarga korban meninggal bersedia atau tidak jika jenazah korban diotopsi.
Sebanyak delapan orang meninggal dan 900 orang lebih dilarikan ke rumah sakit setelah mengkonsumsi obat anti Filariasis atau penyakit Kaki Gajah dalam pengobatan massal program 100 hari pemerintah. Menteri Endang menyatakan korban tewas akibat koinsiden atau penyakit bersamaan yang diderita korban.
Fahmi telah meminta Komite Obat IDI untuk mempelajari obat-obat yang diberikan dalam pengobatan masal tersebut.
Universitas Diponegoro Semarang membangun klinik Centre for Development Disorder and Autism (CEDIA). "Ini merupakan klinik autis yang terpadu," kata Ketua Klinik Sultana M Faradz, seusai peresmian klinik, Jumat (6/8).
Kementerian kesehatan meminta rumah sakit pemerintah untuk memilih obat generik ketimbang obat paten. "Kami sudah kirim surat edaran ke rumah sakit-rumah sakit pemerintah, apotekernya untuk mengganti dengan obat generik yang mutunya sudah terjamin," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih usai meresmikan laboratorium penyakit infeksi di Jakarta, hari ini.
Korban Pengobatan Massal Anti Filariasis Berhak Tuntut Pemerintah
15 November 2009
Korban Pengobatan Massal Anti Filariasis Berhak Tuntut Pemerintah
Sebanyak delapan orang meninggal dan 900 orang lebih dilarikan ke rumah sakit setelah mengkonsumsi obat anti Filariasis atau penyakit Kaki Gajah dalam pengobatan massal program 100 hari pemerintah.
Obat dan makanan yang dimusnahkan merupakan hasil razia pada 2008 yang lalu, pada tahun itu juga banyak makanan yang mengandung melamin, kata Kepala BBPOM DIY, Endang Kusnadi, Jumat (27/2).
Kakek Dukun Cilik Perkuat Pagar untuk Antre Pasien
10 Februari 2009
Kakek Dukun Cilik Perkuat Pagar untuk Antre Pasien
Lantaran ambrol, panitia pengobatan dukun cilik Ponari memilih melakukan perbaikan pagar pembatas dari bambu yang dipasang sepanjang jalan, sekitar 20 meter menuju rumah Ponari.