Rapat DPR dan PPATK, Bamsoet: Kripto Rentan dengan Pencucian Uang dan Judi Online
Rabu, 6 November 2024 19:29 WIB
INFO NASIONAL - Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet, menyoroti risiko penyalahgunaan aset digital seperti cryptocurrency dalam kejahatan terorganisir, termasuk korupsi, pencucian uang, judi online, dan perdagangan narkoba. Menurutnya, kemajuan teknologi keuangan membuka celah bagi pelaku kejahatan untuk memanfaatkan kripto.
Bamsoet berujar, kripto memiliki karakteristik pseudoanonim, sehingga menjadi daya tarik bagi pelaku kejahatan terorganisir. Transaksi kripto memungkinkan pembeli dan penjual untuk beroperasi secara anonim.
“Selain itu, belum adanya regulasi yang kuat terkait dengan kripto di berbagai negara, membuat pelaku kejahatan memanfaatkan celah ini," ujarnya usai Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) di gedung parlemen, Jakarta, Rabu, 6 September 2024.
Dia mencontohkan, 24 persen dari total kasus korupsi yang ditangani KPK memiliki jejak transaksi kripto. Teknologi blockchain memungkinkan pemindahan dana hasil korupsi dengan lebih efisien dan minim jejak.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa aset kripto juga digunakan dalam pencucian uang terkait transaksi narkoba dan judi online. “Data UNODC menunjukkan sekitar 7 persen dari total transaksi kripto di pasar gelap digunakan untuk perdagangan narkoba,” katanya.
Judi online, Bamsoet melanjutkan, juga merupakan salah satu yang paling banyak memanfaatkan cryptocurrency. Praktik ini sering kali melibatkan platform judi online yang menerima taruhan dalam bentuk kripto, sehingga memudahkan penyamaran terhadap transaksi tersebut. Sekitar 10 persen dari total transaksi kripto diperkirakan terkait dengan aktivitas judi online yang semakin sulit untuk diawasi tanpa regulasi yang ketat.
Ia menyebut, Presiden RI ke-7 Joko Widodo sempat menyoroti pencucian uang melalui aset kripto. Menurut data Crypto Crime Report ada indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 triliun secara global di tahun 2022.
Modus yang paling sering dilakukan dalam tindak pencucian uang adalah dengan mentransfer dana ilegal bermata uang kripto untuk pembelian barang-barang ilegal atau dengan mengubah dana ilegal dari rupiah ke crypto kemudian didistribusikan ke berbagai 'wallet address'.
“Sayangnya, belum ada regulasi khusus di Indonesia terkait penindakan pidana perdagangan aset kripto. Ini tantangan besar bagi PPATK untuk melacak aliran dana kejahatan yang menggunakan kripto,” ia memungkas. (*)