36 Tahun Lalu, Pernikahan 4 Putra Sultan Hamengkubuwono IX di Depan Jenazah Ayahanda

Rabu, 2 Oktober 2024 15:32 WIB

Prosesi pemakaman Sultan Hamengkubuwono IX. Foto: Istimewa

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Jumat, 7 Oktober 1988, empat putra Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Gusti Bandoro Pangeran Haryo (GBPH) Pakuningrat (putra ke-12), GBPH Yudaningrat (putra ke-13), GBPH Condroningrat (putra ke-14), dan GBPH Cakraningrat (putra ke-15), menikah bersama-sama dengan calon istri mereka di hadapan jenazah sang ayah. Pernikahan tersebut berlangsung di Bangsal Kencono, Keraton Yogyakarta, tempat yang biasanya digunakan untuk urusan pemerintahan.

Dalam pernikahan yang tidak lazim ini, Pakuningrat (Bandara Raden Mas atau B.R.M. Anindito) menikahi Nurita Afridiana, Yudaningrat (B.R.M. Sulaksmono) dengan Endang Hermaningrum, Condroningrat (B.R.M. Abiromo) dengan Hery Iswanti, dan Cakraningrat (B.R.M. Prasasto) mempersunting Laksmi Indra Suhardjono.

Awalnya, mereka berencana menikah pada 5 November 1988, namun karena sang ayah wafat, acara dipercepat. Jika tidak, mereka harus menunda pernikahan hingga 1.000 hari, sesuai kepercayaan sebagian orang Jawa yang melarang pernikahan sebelum tiga tahun sejak kematian keluarga.

Pernikahan empat putra Sultan di tengah duka

Pada hari itu, jenazah Sultan terbaring dalam peti mati berselimut bendera Merah Putih menghadap utara. Penghulu keraton, Kiai K.R.T. H.M. Wardan Diponingrat, bersama tujuh pegawai KUA, memimpin acara di bangsal. Setelah memberi penghormatan, keempat pasangan calon pengantin pun naik ke bangsal untuk melangsungkan pernikahan..

Advertising
Advertising

Keempat pasangan calon pengantin masing-masing didampingi oleh seorang wali dan seorang abdi, yang membawa Quran dan sesisir pisang sanggan. Quran menjadi mahar pernikahan mereka, sementara pisang sanggan, yang bermakna penopang, melambangkan harapan agar pasangan tersebut menjadi pilar keluarga yang kokoh.

Lima langkah di sebelah timur jenazah Sultan, keempat calon pengantin pria duduk bersila, sementara pasangan mereka duduk bersimpuh di lantai. Tidak ada suasana meriah seperti pada pernikahan biasanya; yang terasa hanyalah keheningan dan dominasi warna gelap yang dikenakan oleh para pengantin maupun hadirin. Bahkan, pemerah pipi yang biasa dipakai oleh pengantin wanita tidak digunakan, membiarkan wajah mereka tampil alami.

Keris Joko Piturun dan tradisi keraton

Pukul 10.30, prosesi pernikahan dimulai. Para wali dari mempelai wanita menghadap penghulu, menyerahkan anak-anak mereka untuk dinikahkan. Setelah itu, para pengantin pria secara bergiliran memegang keris pusaka. “Keris itu sebagai saksi pengganti Sultan,” kata Ki Djutu Prmana, penasihat spiritual keraton, dikutip dari Majalah Tempo.

Menurut Raden Ngabdul Badri, wedana punakawan haji keraton, keris pusaka yang digunakan adalah keris Joko Piturun, simbol kekuasaan Sultan. Namun, beberapa anggota keluarga meragukan hal ini karena mereka sendiri tidak yakin. Selama prosesi akad nikah, satu-satunya suara yang memecah kesunyian di Bangsal Kencono adalah suara penghulu, wali mempelai wanita, dan saksi, yang semuanya berbicara dengan lembut.

Penghormatan terakhir kepada Sultan

Keheningan kembali pecah oleh tangis tertahan para hadirin saat menyaksikan para pengantin melakukan mlaku dodok (berjalan perlahan sambil bersujud) mendekati peti jenazah dan kemudian memberikan penghormatan dengan mencium bagian kaki peti mati.

“Sedih sekali harus menikah dalam keadaan belasungkawa,” kata Laksmi. Suaminya, Cakra, menyebut acara pernikahan itu “Nggak enak sekali. Mau sedih, kok pernikahan. Mau senang, tapi menikahnya di depan jenazah Ayah.”

Pernikahan yang sangat sederhana di keraton itu, menurut Djuhari, pegawai KUA yang mencatat acara tersebut, adalah pengalaman yang tak terlupakan. Pada hari itu, gamelan Kyai Gunung Sari, yang biasanya dimainkan untuk menandai upacara di keraton, tidak terdengar dari Bangsal Srimanganti karena keraton tengah berduka. Juru rias pengantin, Nyonya Tinuk Rifki, pemilik salon Titi Sari di Yogyakarta, juga merasa bingung ketika diminta merias para pengantin wanita. “Saya berkonsultasi dengan para pinisepuh, termasuk dengan Kanjeng Gusti,” ujarnya.

Kanjeng Gusti yang dimaksud adalah K.R.A.Y. Hastungkoro, salah satu istri Almarhum. Setelah berdiskusi, diputuskan bahwa mempelai wanita hanya akan dirias dengan "dikerik" pada dahi dan bagian belakang kepala, tanpa perhiasan, dan mengenakan pakaian hitam dengan kain Truntum berwarna dasar hitam.

Kesederhanaan Keluarga Sultan

Kesederhanaan sebenarnya bukan hal baru bagi keluarga Sultan. Hal ini juga tercermin dari pasangan-pasangan mereka, di mana tiga di antaranya tidak berdarah biru. Condro menikah dengan Hery Iswanti, anak dari keluarga biasa yang tinggal di Kampung Musikanan, sebuah lingkungan dekat keraton. Sementara itu, Endang, yang memiliki gelar Roro, terkejut ketika Yuda menyatakan cintanya.

"Mulanya saya takut. Masa, sih, senang sama saya," ucapnya. Toh, akhirnya ia setuju menjadi istri Yuda, pegawai biasa pada Kantor Wali Kota Madia Magelang. Yang jumpa jodoh di pesta juga ada. Ini terjadi pada Pakuningrat dan Rita. Menurut Rita, pertemuan pertama mereka "di pesta ulang tahun teman SMA."

Kini, Rita siap mendampingi suaminya dalam menjalankan usaha. Dahulu, seorang istri pangeran diharapkan siap untuk dipoligami. Namun sekarang? Mangkubumi, yang disebut-sebut sebagai calon Hamengkubuwono X, malah tertawa ketika ditanya apakah ia berencana menambah istri. "Menikah lagi? Ya, kalau istri pertama yang menginginkan, tanpa mengomel," ujarnya.

Sejauh ini, belum ada pembicaraan mengenai resepsi bagi keempat pasangan pengantin yang melangsungkan ijab kabul di depan jenazah Sultan. "Semua itu tergantung rapat keluarga," ujar Cakra. Dan, kata istrinya, bisa juga tak diadakan.

SUKMA KANTHI NURANI | RACHEL FARAHDIBA REGAR I MAJALAH TEMPO

Pilihan Editor: 36 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Wafat, Banjir Air Mata Menuju Imogiri

Berita terkait

Hari Batik Nasional, Karya Anak Penyintas Kanker Sepanjang 50 Meter Dipamerkan di Yogyakarta

2 jam lalu

Hari Batik Nasional, Karya Anak Penyintas Kanker Sepanjang 50 Meter Dipamerkan di Yogyakarta

Pameran di jalanan bertajuk Mahakarya Batik Humanity in Harmony, memeriahkan Hari Batik Nasional.

Baca Selengkapnya

Peristiwa G30S: Kematian Tragis Pahlawan Revolusi dari Yogyakarta, Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono

5 jam lalu

Peristiwa G30S: Kematian Tragis Pahlawan Revolusi dari Yogyakarta, Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono

Kematian tragis Birgen Katamso dan Kolonel Sugiyono akibat G30s di Yogyakarta. Keduanya dianugerahi sebagai Pahlawan Revolusi.

Baca Selengkapnya

Satpol PP Yogyakarta Buru Manusia Silver yang Ngamuk karena Tak Diberi Uang, Coreng Wisata Jogja

7 jam lalu

Satpol PP Yogyakarta Buru Manusia Silver yang Ngamuk karena Tak Diberi Uang, Coreng Wisata Jogja

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Yogyakarta tengah memburu pengemis dengan dandanan tubuh diwarnai serba perak atau kerap disebut manusia silver yang belakangan viral di media sosial.

Baca Selengkapnya

36 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Wafat, Banjir Air Mata Menuju Imogiri

9 jam lalu

36 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Wafat, Banjir Air Mata Menuju Imogiri

36 tahun lalu, ribuan orang turut mengantarkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX ke peristirahatannya yang terakhir di Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kabar Duka 36 Tahun Lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX Wafat di Washington DC

10 jam lalu

Kilas Balik Kabar Duka 36 Tahun Lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX Wafat di Washington DC

Pada 36 tahun lalu, tepat 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat. Kabar dukanya pun terkirim dari Washington DC sampai Indonesia.

Baca Selengkapnya

Juga Berlaku untuk Pengantin Lama, Begini Cara Buat Kartu Nikah Digital

10 jam lalu

Juga Berlaku untuk Pengantin Lama, Begini Cara Buat Kartu Nikah Digital

Selain mudah dibuat, kartu nikah digital menawarkan berbagai keuntungan, seperti kemudahan akses data diri pasangan, pemeriksaan keabsahan pernikahan, dan pencegahan pemalsuan dokumen.

Baca Selengkapnya

Wayang Jogja Night Carnival Bakal Bebas dari Kampanye Pilkada, Undangan Dibatasi

14 jam lalu

Wayang Jogja Night Carnival Bakal Bebas dari Kampanye Pilkada, Undangan Dibatasi

Wayang Jogja Night Carnival digelar bersamaan masa kampanye Pilkada Kota Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Fiersa Besari Jadi Pembuka di Konser Sheila On 7: Momen Tak Terlupakan Sebelum Vakum

21 jam lalu

Fiersa Besari Jadi Pembuka di Konser Sheila On 7: Momen Tak Terlupakan Sebelum Vakum

Fiersa Besari menjadi pembuka di tur konser Sheila On 7 di Bandung. Merupakan pengalaman tak terlupakan sebelum ia vakum awal tahun depan.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Kini Memiliki Spot Seni Disabilitas, Usung Misi Kesetaraan

1 hari lalu

Yogyakarta Kini Memiliki Spot Seni Disabilitas, Usung Misi Kesetaraan

Sebagai salah satu kota seni budaya, Yogyakarta selama ini telah bertabur banyak galeri seni hingga panggung budaya.

Baca Selengkapnya

Cara Buat Kartu Nikah Digital Terbaru 2024 dan Biayanya

1 hari lalu

Cara Buat Kartu Nikah Digital Terbaru 2024 dan Biayanya

Berikut ini panduan lengkap untuk mengajukan pembuatan kartu nikah digital bagi pengantin lama dan calon pengantin.

Baca Selengkapnya