Pembubaran Paksa Diskusi Diaspora di Kemang, PDIP dan PKB Beri Tanggapan
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 30 September 2024 18:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengecam aksi premanisme dan pembubaran diskusi oleh sekelompok orang tak dikenal di Hotel Grand Kemang, Jakarta, pada Sabtu, 28 September 2024.
Kegiatan diskusi silaturahmi kebangsaan diaspora ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis nasional.
Lantas, apa tanggapan PDIP dan PKB terkait aksi pembubaran paksa diskusi tersebut? Begini kata politikus kedua partai politik tersebut.
PDIP: Mematikan ide dan gagasan
Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan, partainya menyayangkan aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aksi pembubaran paksa diskusi itu sebagai upaya mematikan ide dan gagasan.
"Aksi premanisme brutal dengan mencoba mematikan ide dan gagasan yang akan dibahas dalam diskusi tersebut," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 30 September 2024.
Padahal, ujarnya, falsafah Pancasila telah menjelaskan watak demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi konsensus, melainkan demokrasi dengan pertarungan ide dan gagasan. pertarungan ide itu juga harus mengedepankan prinsip musyawarah, setelah beradu gagasan.
"Bukan musyawarah dulu tanpa adu gagasan. Jadi yang dihasilkan adalah pemikiran terbaik yang telah teruji," ujarnya.
Selain itu, PDIP juga menyesalkan sikap aparat kepolisian dalam aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aparat kepolisian tak banyak bertindak dalam menangani aksi pembubaran paksa diskusi itu. "Bahkan diduga melakukan pembiaran," katanya.
Ia mendorong aparat kepolisian untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penjamin keamanan bagi seluruh warga negara. Terlebih, katanya, bagi warga negara yang sedang menjalankan hak-hak konstitusionalnya. "Sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ucap Chico.
PKB: Ganggu HAM dan demokrasi
Sebelumnya, Wakil Ketua Harian PKB Mumtaza Rabbany alias Gus Najmi mengatakan, pembubaran paksa diskusi yang antara lain dihadiri oleh tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin dan pakar hukum tata negara Refly Harun itu mengganggu asas hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi.
Gus Najmi menuturkan, kebebasan berpendapat adalah hak yang sangat berharga, sesuai dengan konstitusi, Pasal 28E dan 28F yang menjamin hak setiap orang untuk berbicara dan berkumpul secara damai. Namun hal yang terjadi itu, kata dia, menunjukkan hak-hak tersebut masih terancam.
“Kita tidak bisa diam saja saat premanisme mengintimidasi diskusi yang seharusnya menjadi wadah untuk bertukar ide dan gagasan,” kata Gus Najmi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta pada Ahad, 29 September 2024 seperti dikutip dari Antara.
<!--more-->
Menurut laporan dari Freedom House, kata dia, kebebasan sipil di Indonesia menunjukkan penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu adalah fakta yang mengkhawatirkan.
“Kita tidak bisa membiarkan suasana intimidasi dan ketakutan membungkam suara-suara kritis kita. Kita perlu memastikan bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, dapat berbicara dan berdiskusi tanpa rasa takut,” ujar dia.
Gus Najmi mengapresiasi langkah pihak kepolisian yang telah menindaklanjuti laporan mengenai insiden tersebut. Namun, menurut dia, semua pihak harus memastikan penegak hukum mengambil tindakan tegas terhadap pelaku aksi premanisme tersebut.
"Kita tidak ingin kejadian serupa terulang di masa depan. Kita, sebagai generasi muda, harus berani bersuara untuk melawan ketidakadilan,” tuturnya.
Untuk itu, dia mengajak seluruh elemen masyarakat menjaga ruang publik sebagai tempat yang aman untuk berdiskusi dan berpendapat.
“Kita harus bersatu untuk melawan intimidasi dan memperjuangkan kebebasan berbicara. Dengan melindungi hak-hak ini, kita sedang memperjuangkan masa depan Indonesia yang lebih baik dan lebih demokratis,” kata dia.
Adapun acara diskusi Forum Tanah Air (FTA) itu awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh atau aktivis nasional perihal isu kebangsaan dan kenegaraan.
Beberapa tokoh yang diundang sebagai narasumber di antaranya adalah pakar hukum tata negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen FTA, Tata Kesantra, dan Ida N. Kusdianti.
Ketika dihubungi, Din Syamsudin, mengatakan sejak pagi sekelompok massa yang sudah berorasi dari atas sebuah mobil komando di depan hotel.
“Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan, kecuali mengkritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi,” katanya.
Ketika acara baru akan dimulai, kata Din, massa yang anarkistis memasuki ruangan hotel dan mengobrak-abrik ruangan. Menurut dia, polisi terlihat diam dan membiarkan massa tetap rusuh.
“Ada polisi, tapi tidak melakukan upaya pengadangan terhadap pengacau. Mereka semula orasi di depan hotel, tapi bisa bebas masuk ke ruangan yg berada di bagian belakang hotel,” tuturnya.
Defara Dhanya Paramitha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Ridwan Kamil Janji Tambah Kuota Umrah untuk Marbot