Fenomena Kotak Kosong di Pilkada 2024, Peneliti TII: Pilkada Diulang Maksimal 2 Tahun Jika Calon Tunggal Kalah
Reporter
Ananda Ridho Sulistya
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 11 September 2024 07:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuka opsi untuk menggelar Pilkada ulang pada akhir 2025. Hal itu, kata dia, dilakukan apabila banyak wilayah dengan peserta calon tunggal dimenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2024.
"Kalau secara prinsip, kalau kebutuhan KPU menyiapkan tahapan pilkada itu teoritis 9 bulan. Ya sudah kan, arahnya mungkin tidak akan jauh beda, kemungkinan masih tetap menjelang akhir tahun 2025. Itu opsi ya," kata anggota KPU RI August Mellaz saat ditemui awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat, 6 September 2024.
KPU RI mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu bakal pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu, 4 September pukul 23.59 WIB.
Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Berdasarkan data dari KPU, Kamis, tersisa 41 wilayah dengan calon tunggal yang sebelumnya sebanyak 43 daerah.
Menurut Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono mengatakan jarak yang paling lama untuk penyelenggaraan pemilihan ulang, yakni selama 2 tahun apabila banyak wilayah dengan peserta calon tunggal dimenangkan kotak kosong.
Hal ini untuk mempersiapkan administrasi, logistik, sumber daya manusia (SDM) petugas pemilihan umum, serta agar dapat memberikan kesempatan bagi kesiapan calon perseorangan dan kandidat dari partai politik.
"Bagi partai politik maupun koalisi partai, jika sampai kotak kosong yang menang, akan menjadi tamparan tersendiri. Oleh karena itu, penting bagi partai melakukan evaluasi, bahkan reformasi di internal partai politik untuk membenahi rekrutmen politiknya," kata Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 9 September 2024 dilansir dari Antara.
Ia juga mengatakan bahwa adanya kotak kosong di Pilkada merupakan bentuk inkonsistensi demokrasi. “Esensi demokrasi itu adalah menciptakan pilihan sebanyak-banyaknya. Tanpa kompetisi, esensi demokrasi berkurang karena tidak ada ruang untuk debat atau evaluasi atas berbagai alternatif,” kata Felia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 9 September 2024.
Selain itu, kata dia, fenomena kotak kosong juga mencerminkan kegagalan partai politik dalam mempersiapkan kader yang kompeten untuk bersaing di tingkat daerah.
"Fenomena seperti ini bisa terjadi karena partai politik tidak serius dalam mempersiapkan kader yang kompeten, dan kemudian juga diperparah dengan munculnya satu koalisi besar yang seolah mengaburkan pilihan dan persaingan yang kompetitif," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa hasil pilkada yang melibatkan kotak kosong dapat menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi pemimpin terpilih. Terlebih, kata dia, bila banyak pemilih yang memilih kotak kosong.
Menurut dia, kotak kosong dapat melemahkan hubungan antara pemimpin dan rakyat, serta memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik. Oleh sebab itu, dia mempertanyakan komitmen partai politik dalam menciptakan persaingan yang sehat dan demokratis karena demokrasi yang ideal seharusnya menawarkan pilihan calon kepala dan wakil kepala daerah yang beragam untuk berkontestasi menawarkan visi hingga program.
Pilihan Editor: Pilkada 2024: Daftar 41 Daerah yang Disebut KPU Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong