Muncul Gerakan Coblos Semua Paslon di Pilkada 2024, Pengamat Ungkap Penyebabnya
Reporter
Antara
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 9 September 2024 09:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 telah terjadi praktik memborong tiket partai politik (parpol) dan mengakibatkan keterputusan aspirasi pencalonan.
“Pada 2024, ditemukan karakter yang lebih khas dibandingkan 2015 sampai 2020 di mana sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat parpol melalui rekomendasi dari dewan pengurus pusat (DPP) yang wajib itu membuat banyak ketidakpuasan di sejumlah daerah akibat adanya keterputusan aspirasi pencalonan,” ujar Titi dalam webinar pada Ahad, 8 September 2024.
Dia mengatakan, keterputusan aspirasi tersebut salah satunya tercermin dalam Pilkada Jakarta 2024.
“Di Jakarta ada Anies Baswedan dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Kok yang dicalonkan lain? Apalagi diimpor dari gubernur provinsi sebelah. Nah, itu yang menjadi problem,” katanya.
Gerakan coblos semua paslon
Menurut Titi, akibat keterputusan aspirasi pencalonan tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Hal ini, lanjut Titi, menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat pasangan calon (paslon).
“Lalu, di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya, di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” kata dia.
Titi mengatakan, ketidakpuasan tersebut turut membuat suara kosong, kotak kosong, atau gerakan tidak memilih calon tunggal menjadi wacana yang dibahas di ruang publik.
Calon tunggal bukan agenda lokal
Titi menilai, calon tunggal pada Pilkada 2024 bukanlah agenda lokal, melainkan ekses dari agenda elite nasional.
“Kemudian ada penetrasi melalui rekomendasi DPP parpol yang hanya menghasilkan calon tunggal,” kata Titi.
Dia menuturkan, calon tunggal di pilkada bukan hanya soal permasalahan daerah atau demokrasi lokal di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, tetapi telah menjadi sesuatu yang diciptakan oleh propaganda politik nasional.
Titi menyebutkan fenomena calon tunggal saat ini memiliki pola dengan memborong dukungan mayoritas partai politik, mulai dari 12 hingga 18 dukungan.
Meski demikian, dia mengatakan fenomena tersebut sempat terselamatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah.
“Tangerang Selatan hampir calon tunggal, 16 partai versus satu partai. Selamat karena putusan MK,” ujarnya.
<!--more-->
Karena itu, Titi merekomendasikan adanya evaluasi atas sentralisasi pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Dia menyarankan, agar otonomi pencalonan diberikan kepada pengurus partai di daerah, bukan seperti saat ini yang terpusat di DPP.
Sebelumnya, Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI Idham Holik mengatakan, terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu, 4 September 2024 pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota.
Holik menuturkan calon tunggal di 41 daerah tersebut akan melawan kotak kosong. Sebelumnya, ada 43 daerah terdiri dari satu provinsi dan 42 kabupaten/kota yang memiliki calon tunggal. Namun, terdapat dua daerah yang saat ini sudah memiliki dua pasangan calon (paslon).
“Yang awalnya pada tanggal 27-29 Agustus 2024 hanya satu pasangan calon, kini sudah dua pasangan calon, yaitu di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara,” kata Idham pada Kamis, 5 September 2024.
Dia menyebutkan masa perpanjangan pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2024 yang hanya memiliki calon tunggal berakhir pada 4 September 2024.
Setelah masa perpanjangan pendaftaran berakhir, proses Pilkada 2024 di setiap daerah akan berjalan sesuai jadwal, meskipun hanya memiliki calon tunggal. Hal ini tetap sah dan konstitusional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pilihan editor: Paus Fransiskus di Papua Nugini: Reuni Sahabat Argentina di Vanimo