Prabowo Tunggu Partai-partai Lain yang Mau Gabung di Pemerintahannya
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Sukma Nugraha Loppies
Rabu, 28 Agustus 2024 07:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -- Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan masih menunggu sejumlah partai politik lain yang ingin bergabung dan mendukung pemerintahannya untuk periode lima tahun ke depan. Hal itu dia sampaikan saat menghadiri penutupan Kongres ke-3 Partai NasDem di Jakarta Convention Center, Senayan pada Selasa malam, 27 Agustus 2024.
Dia mengapresiasi sejumlah partai lain yang berseberangan dengan koalisinya ketika kontestasi pemilihan presiden (pilpres), lalu memutuskan untuk mendukung pemerintahannya. Prabowo menyampaikan rasa terima kasihnya kepada NasDem, PKB, dan PKS yang kini mau bergabung mendukung pemerintahan. "Ayo bergabung, tapi jangan pergi lagi," ujarnya, Selasa, 27 Agustus 2024.
NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pilpres 2024 mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB, sebagai calon presiden dan wakil.
Prabowo mengatakan tidak masalah partai-partai tersebut mendukung rivalnya, Anies Baswedan, ketika Pilpres 2024. Menurut dia, hal itu wajar karena masyarakat membutuhkan pilihan. Meski begitu, kata Prabowo, sekarang ini saatnya mencari titik-titik pertemuan untuk berkolaborasi bersama. Dia mengajak partai-partai lain untuk bersatu mendukung pemerintahannya. "Sekarang ayo kita bersatu, bergabung bersama. Sekarang aku nunggu, mana (partai) yang mau gabung lagi," ujarnya.
Dia mengatakan, bahwa sudah saatnya para pemimpin elite partai melupakan cerita lama ketika masih bersaing di Pilpres. Sebab, katanya, masyarakat lebih membutuhkan pemimpin-pemimpin yang bisa bersatu. "Indonesia ini negara yang kaya, berpotensi menjadi negara kuat dan makmur. Asalkan, ini penilaian orang luar ya, dengan catatan pemimpin elitenya bisa kerja sama," katanya.
Prabowo juga menyinggung ketika dirinya kalah berkali-kali dalam Pilpres. Namun, dia menilai kekalahan itu wajar karena bagian dari pertandingan. Prabowo kemudian memilih untuk bergabung bersama rival pemenang Pilpres, Jokowi, untuk mendukung pemerintahannya sebagai Menteri Pertahanan.
Prabowo tiga kali berlaga dalam kontestasi pemilihan presiden, yakni pada 2014, 2019, dan 2024. Pada 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa, kader Partai Amanat Nasional (PAN), sebagai wakilnya. Pada 2019, Prabowo berpasangan Sandiaga Uno. Pada Pilpres 2024, Prabowo kembali maju dengan menggandeng Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai wakilnya.
Prabowo Subianto menilai, sikap menjadi oposisi bukan cerminan budaya bangsa Indonesia. Menurut dia, kebiasaan oposisi itu lebih dikenal di budaya barat. "Jangan mau ikut-ikutan budaya lain, budaya barat itu mungkin suka oposisi, gontok-gontokan, enggak mau kerja sama," ucap Prabowo.
Ketua Umum Partai Gerindra ini mengajak para pemimpin partai untuk berani berpikir di luar kebiasaan dan bekerja sama untuk rakyat Indonesia. "Ini bagian dari hidup. Yang penting tujuan dan itikad kita," katanya.
Di sisi lain, Prabowo juga mengimbau agar tidak takut terhadap perbedaan. Dia menilai, justru perbedaan itu diperlukan sebagai negara demokrasi. "Rakyat memang perlu diberi pilihan dan kita tidak perlu takut dengan perbedaan," ujarnya.
Bagi pengamat politik Ujang Komaruddin berpendapat, Prabowo Gibran membutuhkan tambahan koalisi jika ingin mendominasi parlemen. "Koalisi gemuk menjadi keharusan pemerintahan Prabowo Gibran agar di kabinet dan parlemen aman," kata Ujang seperti dikutip dari Koran Tempo edisi 25 Maret 2024.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia ini menduga kuat Prabowo akan merangkul semua partai di DPR. Sebab, Prabowo pasti akan kesulitan merealisasi janji politiknya ketika tak memiliki dukungan kuat di parlemen. Namun, kata Ujang, kondisi tersebut akan sangat berbahaya ketika eksekutif hanya mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Eksekutif akan cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan karena pengawasan DPR melemah. "Checks and balances tidak akan ada. Lalu oposisinya akan bergeser kepada masyarakat sipil dan akademikus," kata dia.
Pilihan Editor: