Ragam Pendapat Soal Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Rabu, 21 Agustus 2024 09:05 WIB
“Oleh sebab itu, menurut saya, partai politik itu disejajarkan dengan calon perseorangan persyaratannya, dan ini yang dulu sudah pernah saya katakan karena itu tidak pernah menciptakan keadilan,” ujarnya menambahkan.
KIPP: Tak Ada Norma Hukum Lain yang Bisa Menentang Putusan MK
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan tidak ada lagi norma hukum lain yang bisa menentang putusan MK. Putusan MK merupakan hasil koreksi terhadap perundang-undangan. Putusan MK sifatnya mengikat dan final, sehingga putusan itu harus menjadi acuan semua pihak.
Kaka menanggapi isu yang menyebutkan Badan Legislasi DPR akan menggelar rapat setelah MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah.
“Bila ada Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) dan UU baru itu sama saja melakukan perlawanan hukum terhadap putusan MK,” kata Kaka saat dihubungi pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Menurut Kaka, Perppu sekalipun tidak bisa menganulir putusan MK. Penerbitan Perppu juga tak bisa dilakukan karena tak memenuhi syarat, yakni tak ada keadaan mendesak.
Kaka meminta semua pihak mematuhi putusan MK. Pemerintah dan partai politik di parlemen jangan sampai melakukan tindakan melawan konstitusi. “Kalau dilakukan akan terjadi lagi ancaman terhadap demokrasi,” kata Kaka.
Consid: Putusan MK Pertanda Baik bagi Masa Depan Demokrasi
Constitutional Democracy Initiative (Consid) menilai putusan MK tentang perubahan ambang batas pencalonan pilkada adalah pertanda baik bagi masa depan demokrasi. Ketua Consid, Kholil Pasaribu, mengatakan rakyat nyaris kehilangan kepercayaan belakangan ini pada proses demokratisasi dengan perilaku para elite partai politik dalam pencalonan kepala daerah yang cenderung mengarah pada politik kartel.
“Tentu saja putusan ini perlu disambut gembira dan MK layak diberikan apresiasi karena putusan ini keluar di tengah semakin menguatnya politik kartel dalam pencalonan kepala daerah,” ucap Kholil dalam keterangan resmi di Jakarta pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Kholil mengatakan putusan MK itu telah mengubah basis persyaratan yang harus dipenuhi oleh parpol atau gabungan parpol dalam mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dari perolehan kursi atau akumulasi perolehan suara sah menjadi hanya perolehan suara sah dengan menetapkan besaran persentasenya.