PP Kesehatan, IISD Sebut Influencer dan Netizen Tak Boleh Tayangkan Orang Merokok di Media Sosial
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 2 Agustus 2024 06:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Program Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ahmad Fanani, menegaskan pentingnya pengawalan terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang ketentuan pengendalian zat adiktif yakni produk tembakau atau PP Kesehatan.
Ia mendukung aturan tersebut guna transformasi menuju Visi Indonesia Emas 2045, serta demi kesehatan masyarakat. Meskipun, menurut dia ada beberapa muatan dalam aturan tersebut yang belum maksimal.
"Meskipun belum sempurna, mempertimbangkan proses politik dan tebalnya tantangan dari industri, merupakan titik capai yang patut disyukuri sebagai batu loncatan untuk pengaturan yang lebih ketat," ucapnya melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat, 2 Agustus 2024.
IISD mengapresiasi langkah pemerintah yang melarang tampilan rokok di media apa pun. Larangan itu termaktub pada Pasal 456. Di mana, setiap orang dilarang menyiarkan maupun menggambarkan dalam bentuk foto yang menunjukkan orang sedang merokok, bahkan batang dan bungkus rokok, atau produk yang berhubungan dengan tembakau maupun rokok elektronik.
Media yang dilarang untuk menyiarkan maupun memberikan segala bentuk informasi produk tersebut adalah media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi yang berhubugan dengan komersial atau iklan.
Pada poin tersebut, IISD menafsirkan bahwa influencer atau netizen termasuk yang dilarang. "Influencer atau netizen tidak boleh lagi merokok atau vape di media sosial," ujar Fanani.
Ia menjelaskan tayangan yang membuat orang ingin merokok harus dilarang. Menurut dia, iklan menjadi salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan untuk menstimulasi anak muda merokok.
Riset IISD menunjukkan 71 persen perokok pelajar menyatakan, iklan rokok itu kreatif atau inspiratif dan merangsang mereka untuk merokok. Konstruksi dari iklan membuat publik rela mengabaikan dampak buruk rokok.
Ia sendiri menyayangkan iklan-iklan yang menunjukkan zat afiktif masih dibolehkan di website, platform internet lain, dan televisi walaupun memiliki batasan waktu.
"Iklan di media luar ruang juga masih diperbolehkan meski dengan ketentuan tidak boleh ditempatkan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak," ujarnya.
Ia menegaskan pengesahan PP Nomor 28 tahun 2024 ini tak serta merta menjadi akhir bahwa Indonesia darurat candu tembakau. Namun, setidaknya dapat menunjukkan kehendak baik dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Pilihan Editor: PP Kesehatan terkait Rokok dan Vape: Dilarang Jual Eceran hingga Penggunaan Kata "Light"