Ragam Reaksi atas Keputusan Muhammadiyah Terima Izin Tambang dari Pemerintah
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Senin, 29 Juli 2024 22:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengikuti jejak Nahdlatul Ulama menerima izin tambang dari pemerintah. Ormas keagamaan Islam itu mengumumkan secara resmi keputusannya setelah merampungkan agenda konsolidasi nasional pada Sabtu-Minggu, 27-28 Juli 2024, di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Saat membacakan risalah hasil konsolidasi nasional pada Ahad siang, 28 Juli 2024, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan majelis konsolidasi nasional mendukung dan memperkuat keputusan tentang pengelolaan tambang.
"Muhammadiyah berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi termasuk pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam, konstitusi, dan tata kelola yang profesional, amanah, penuh tanggung jawab," kata Mu’ti.
Mu'ti mengatakan izin pengelolaan tambang yang diterima Muhammadiyah perlu dilakukan secara seksama, berorientasi pada kesejahteraan sosial, dan menjaga kelestarian alam secara seimbang.
Tanggapan Fraksi PKS DPR RI
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Mulyanto mengaku terkejut dengan sikap Muhammadiyah menerima izin usaha pertambangan (IUP). Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai sikap Muhammadiyah itu tidak biasa.
Alasannya, kata dia, Muhammadiyah dan para tokohnya kerap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Apalagi kebijakan yang menuai pro kontra.
“Dengan menerima izin tambang, Muhammadiyah terkesan mulai turun dari wilayah high politics ke wilayah low politics,” ujar Mulyanto melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Ahad malam, 28 Juli 2024.
Dengan menerima izin tambang, kata dia, Muhammadiyah memberi sinyal persetujuan atas substansi yang tergantung dalam regulasinya. “Bahkan, mendukungnya,” ujar Mulyanto. Adapun regulasi yang mengatur pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan adalah PP Nomor 25 Tahun 2024.
Mulyanto berpendapat penerimaan konsensi tambang cukup berisiko bagi Muhammadiyah, karena bisa saja PP 25 di-judicial review dan dibatalkan Mahkamah Konstitusi. “Kalau sampai begitu, Muhammadiyah yang repot,” ujarnya.
<!--more-->
Sejak awal, Fraksi PKS menolak pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan. Mulyanto mengatakan kebijakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Kalaupun pemerintah ingin membantu ormas keagamaan, menurut Mulyanto, cara yang lebih aman adalah melalui pemberian participating interest (PI) atau melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) usaha sektor pertambangan bukan melalui pemberian konsesi tambang.
Pegiat Lingkungan Singgung Soal Kemaslahatan
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, Parid Ridwanuddin, mengatakan pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan berpotensi lebih besar memberikan mudarat ketimbang manfaat.
"Ini tak sejalan dengan fikih Islam modern," kata Parid melalui pesan pendek pada Senin, 29 Juli 2024.
Parid mengatakan Ali Yafie, mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sekaligus ulama besar Nahdlatul Ulama, dalam bukunya Merintis Fikih Lingkungan Hidup yang terbit pada 2006 memasukkan isu perlindungan lingkungan hidup ke dalam maqashid syariah yang bersifat primer. Secara tekstual, maqashid ini meminta manusia untuk melindungi kehidupan.
Dia menambahkan ulama asal Mesir yang sangat disegani, Yusuf Qardhawi, juga mengemukakan pendapat yang sama. Dalam kitabnya, Ri'ayatul Bi'ah fi Syari'atil Islam (Memelihara Lingkungan dalam Syari'at Islam) yang terbit pada 2001, disebutkan menjaga lingkungan hidup sama dengan menjaga agama dan menjaga hal primer lainnya yang disebutkan dalam maqashid syariah.
Berdasarkan dua pandangan ini, menurut Parid, menjaga lingkungan hidup, lebih jauh menjaga planet bumi, memiliki justifikasinya dalam fikih Islam. “Semestinya diskursus ini dipertimbangkan dalam berbagai proses pengambilan keputusan oleh berbagai pihak,” ujar Parid.
Amien Rais Sebut Pertambangan Merusak Lingkungan
Adapun mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amien Rais, menganggap tawaran IUP itu bagaikan racun bagi ormas keagamaan.
"Saya terhenyak kaget dan marah membaca berita PP Muhammadiyah. Bahwa Muhammadiyah akhirnya menerima tawaran Jokowi yang penuh racun dan bisa," kata Amien dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya, @amienraisofficial, pada Sabtu, 27 Juli 2024.
<!--more-->
Ketua Majelis Syura Partai Ummat tersebut menganggap Muhammadiyah kepincut dengan hal-hal yang bersifat duniawi. “Kalau Muhammadiyah mau kail beracun yang pasti akan merusak Muhammadiyah itu, masih bisa dimuntahkan kembali," ujarnya.
Meskipun begitu, mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menuturkan belum terlambat bagi Muhammadiyah untuk sembuh dari racun yang akan menggerogoti tubuh ormas Islam itu. Caranya, menurut dia, adalah dengan menolak pemberian pengelolaan tambang tersebut.
Dia menganggap pernyataan salah satu pengurus PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, adalah celotehan yang menghina akal sehat. Seperti diketahui Anwar mengatakan Muhammadiyah akan menjadi pemain tambang yang tidak akan merusak lingkungan.
Menurut Amien, pertambangan di mana saja pasti merusak lingkungan sampai tahapan menghancurkan lingkungan hidup yang tidak akan bisa dipulihkan kembali. Apalagi, kata dia, dunia pertambangan itu ganas dan para pemainnya sebagian adalah bandit-bandit tanpa moral.
Amien berharap sebaiknya PP Muhammadiyah segera menggelar sidang tanwir dengan mengundang seluruh ketua dan ketua otonom. “Saya yakin setelah sidang tanwir, akan dicabut kembali penerimaan Muhammadiyah terhadap pertambangan itu," katanya.
RIRI RAHAYU | ANANDA RIDHO SULISTYA | ANDI ADAM FATURAHMAN | PRIBADI WICAKSONO
Pilihan editor: Alasan Ketum PBNU Sebut Tak Ada Cukup Alasan bagi Pembentukan Pansus Haji DPR