Panggil Tempo Soal Kasus Haji, Ketua MKD DPR: Apa Betul Ada Anggota yang Terima Suap Miliaran?
Reporter
Savero Aristia Wienanto
Editor
Juli Hantoro
Senin, 29 Juli 2024 13:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD DPR meminta Redaksi Tempo memberikan klarifikasi mengenai berita dugaan suap anggota DPR dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024 yang dimuat majalah tersebut. Adapun Tempo tak menghadiri panggilan tersebut karena masih menunggu pendapat Dewan Pers.
Ketua MKD DPR, Adang Daradjatun, mempertanyakan laporan Tempo tentang jual beli kuota haji dan suap bernilai miliaran rupiah yang diduga melibatkan anggota DPR. Dia menyebut MKD DPR perlu memperjelas temuan dalam berita tersebut.
"Apakah betul ada anggota DPR RI yang betul-betul telah menerima suap miliaran rupiah?" kata Adang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2024.
Adang menyatakan bahwa dirinya merasa bertanggungjawab atas kasus yang mencoreng nama baik anggota dewan itu. "Saya sebagai Ketua MKD dan pimpinan MKD dan anggota bertanggungjawab atas berita ini," tuturnya.
Lebih lanjut, Adang menegaskan bahwa MKD DPR tetap menghormati Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam pemanggilan Redaksi Tempo. Undangan itu, kata dia, ditujukan untuk memperjelas siapa saja anggota R yang terlibat.
Berkenaan dengan itu, Anggota MKD DPR Habiburokhman menyatakan Tempo telah mengkonfirmasi tidak hadir. Dia berencana untuk kembali kembali mengundang Tempo untuk hadir dalam kesempatan lain.
Habiburokhman bahkan menawarkan Tempo memberikan klarifikasi dengan mekanisme yang sifatnya tertutup.
"Bentuknya atau mekanismenya kami serahkan ke teman-teman (Tempo), kalau ingin di persidangan tertutup, kami siap mengikutinya," ujar Habiburokhman dalam kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Habiburokhman menjelaskan undangan kepada Tempo didasarkan pada ketentuan Pasal 128 Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) yang mengatur bahwa MKD dapat mengumpulkan alat bukti, baik sebelum maupun pada saat sidang.
Menurut Habiburokhman, pengumpulan alat bukti dapat dilakukan dalam mencari fakta untuk memperoleh kebenaran. Oleh sebab itu, kata dia, MKD dapat meminta bantuan kepada saksi ahli dan pakar untuk memahami materi pelanggaran yang diadukan dalam rangka melaksanakan tugas pengumpulan alat bukti.
"Sebetulnya tergantung pada Tempo nih, pengungkapan perkara ini, kalau Tempo tidak berkenan ke sini ya tentu sulit sekali untuk menindaklanjuti masalah ini," ucapnya.
Terpisah, Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat mengapresiasi undangan tersebut. Namun, dia menyebut redaksinya memutuskan tidak akan menghadiri pemanggilan MKD DPR.
"Terima kasih telah memakai pemberitaan media massa sebagai rujukan dalam membuat kebijakan atau menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian publik," kata Bagja dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 Juli 2024.
Bagja menjelaskan bahwa Tempo mematuhi Pedoman Dewan Pers tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungajawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik. Alih-alih memenuhi panggilan MKD DPR, Tempo tengah mengajukan permohonan ke Dewan Pers perihal undangan itu.
"Kami sedang meminta pendapat Dewan Pers atas undangan klarifikasi tersebut," ujarnya.
Bagja menegaskan bahwa laporan mengenai kasus haji itu sudah berdasarkan kaidah jurnalistik.
"Kami telah menerapkan prinsip dan kaidah jurnalistik yang bisa dibaca dengan jelas dalam liputan maupun penjelasan dalam pelbagai platform liputan tersebut," tuturnya.
Berdasarkan surat undangan yang diterima Tempo pada Senin pagi, MKD DPR memanggil Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra. Awalnya, agenda klarifikasi itu diagendakan pukul 10.00 WIB hari ini. Namun, tidak ada satu pun perwakilan redaksi yang menghadiri.
Dalam surat itu, MKD DPR meminta Tempo memberikan klarifikasi ihwal laporan dalam Majalah Tempo Edisi 15-21 Juli 2024 dengan judul "Fulus Haji Plus-Plus".
Laporan itu membahas soal Kementerian Agama yang menetapkan kuota haji khusus secara sepihak yang melanggar undang-Undang. Dalam pemberitaan dalam edisi itu, Tempo mengungkap dugaan jual-beli kuota haji dan suap miliaran rupiah kepada Anggota DPR.
Pilihan Editor: Diputus Langgar Etik, Bamsoet Sebut MKD DPR Tak Berhak Adili Pimpinan MPR