Frista Chairunnisa Lulusan Program Pascasarjana UGM Termuda, Program Studi Apa?
Reporter
Michelle Gabriela
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 28 Juli 2024 09:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 991 lulusan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) diwisuda pada Rabu, 24 Juli 2024 di Graha Sabha Pramana. Di antara 834 lulusan Program Magister (S2), Frista Chairunnisa dari Program Studi S2 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana (SPs) diakui sebagai lulusan termuda dengan usia 22 tahun 9 bulan 27 hari.
Rata-rata usia lulusan Program Magister atau Pascasarjana pada periode ini adalah 29 tahun 6 bulan 15 hari. Berikut profil dari Frista:
Dilansir dari laman resmi UGM, Frista yang berasal dari Pangkalpinang, Bangka Belitung, adalah anak pertama dari empat bersaudara dan lahir pada 25 Agustus 2001. Sejak kecil, kedua orang tuanya telah mengajarkan membaca dan berhitung, sehingga pada usia empat tahun, ia sudah berani masuk sekolah dasar.
Meskipun tidak mengikuti program akselerasi, Frista menyelesaikan SD, SMP, dan SMA dalam waktu normal. Namun, saat lulus SMA dan mendaftar kuliah, usianya baru 16 tahun. “Saya masuk SD di usia 4 tahun. Di bangku SMP dan SMA tidak ikut akselerasi,” ujarnya.
Setelah lulus sebagai sarjana Biologi, Frista memiliki dorongan kuat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat magister. Ketertarikannya pada Bioteknologi, terutama dalam penelitian penyakit kanker, membuatnya memilih UGM untuk studi pascasarjana.
“UGM memiliki pusat riset kanker yang aktif mengeksplorasi bahan-bahan alam Indonesia sebagai agen kemoprevensi kanker. Saya kira tumbuhan herbal Indonesia memiliki potensi luar biasa yang bisa dikenal di dunia internasional,” tambah Frista.
Menempuh studi magister di bidang Bioteknologi SPs UGM memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah penyesuaian dalam penggunaan alat laboratorium. “Saya butuh waktu lama dan melewati banyak kegagalan untuk menghasilkan data yang benar dan layak,” kata Frista yang lulus dengan IPK 3,87.
Setelah beberapa kali mencoba, Frista berhasil saat pertama kali melihat bentuk sel kanker, yang menjadi momen penting dalam studinya. “Saya bersyukur tergabung dalam grup riset kanker yang saling mendukung dalam kegiatan riset,” uajrnya.
Selama studi S2, Frista terlibat dalam berbagai proyek penelitian terkait pengembangan potensi bahan alam sebagai agen antikanker, termasuk meneliti efek antikanker ekstrak daun kirinyuh sebagai agen sitotoksik kombinasi Doxorubicin pada sel kanker payudara Luminal A.
Frista mengakui bahwa dukungan dari orang tua dan dosen pembimbing sangat penting dalam kesuksesan studinya. Para dosen selalu memberi arahan dan memantau perkembangan risetnya. “Beliau-beliau selalu memberi arahan bagaimana membuat pekerjaan lebih efektif dan sabar ketika saya membuat banyak kesalahan,” katanya.
Setelah menyelesaikan studi pascasarjana, Frista berencana kembali ke Bangka Belitung untuk mengabdi sebagai dosen. Sambil mengajar, ia ingin mengeksplorasi berbagai bidang penelitian di bidang biologi. Ia selalu berprinsip untuk tetap rendah hati dalam belajar.
“Jangan pernah malu belajar dari siapapun. Merendahlah seperti cangkir yang diletakkan di bawah agar air dari teko di atasnya bisa masuk,” kata dia.
Pilihan Editor: Perjuangan Refiqka Asmilla, Anak Buruh Kebun Sawit di Jambi Tembus Fakultas Kedokteran Hewan UGM