Aliansi Akademisi Desak Pemerintah Cabut Gelar Guru Besar yang Terbukti Gunakan Cara Curang
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 15 Juli 2024 14:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Akademisi Indonesia Peduli Integritas Akademik mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), segera mencabut regulasi yang memudahkan seseorang mendapatkan gelar guru besar, terutama calon yang tidak berprofesi sebagai pengajar di perguruan tinggi.
Aliansi itu terdiri dari 1.180 akademisi yang mewakili 245 perguruan tinggi serta institusi akademis. Mereka juga meminta pemerintah segera mencabut jabatan profesor yang terbukti menggunakan cara curang.
"Pemerintah segera mencabut jabatan profesor mereka, baik pihak luar maupun dalam kampus yang sudah berhasil mendapatkannya dengan cara-cara curang berdasarkan investigasi yang dapat dipertanggungjawabkan," tulis Aliansi Akademisi Indonesia Peduli Integritas Akademik melalui keterangan resmi, Jumat, 12 Juli 2024.
Sebelumnya, Hasil investigasi Majalah Tempo edisi Ahad, 7 Juli 2024, mengungkap ada sebelas dosen Fakultas Hukum ULM, diduga merekayasa syarat permohonan guru besar. Rekayasa itu salah satunya dengan mengirimkan artikel ilmiah ke jurnal predator.
Jurnal predator adalah jurnal yang membajak jurnal asli. Bahkan penerbitannya tidak didapati proses peninjauan ilmiah atas naskah yang bisa dipertanggungjawabkan atau kualitasnya diragukan.
Tiga narasumber yang mengetahui penyelidikan Kementerian Pendidikan menyebutkan pemenuhan syarat permohonan gelar guru besar pada pesohor juga bermasalah. Mereka kompak menyatakan bahwa salah satu pangkal persoalan adalah penulisan artikel di jurnal internasional bereputasi.
Kemendikbudristek membuka penyelidikan setelah seorang pembocor membuat laporan di laman pengaduan soal keabsahan gelar para dosen di ULM.
Aliansi Akademisi Indonesia Peduli Integritas Akademik menilai skandal guru besar itu mencemari nama baik universitas dan ilmuwan Indonesia di mata internasional. "Bentuk pembohongan dan telah menciptakan kredensial palsu yang membahayakan sendi-sendi kehidupan universitas dan para ilmuwannya, juga masyarakat luas," tulisnya.
Mereka meminta pemerintah dan universitas menghukum kelompok atau individu yang memiliki kepentingan dan mendapat keuntungan finansial maupun kekuasaan dari tindak curang, termasuk agen jaringan penerbit jurnal predator internasional. Aliansi Akademisi Indonesia berharap pemerintah dapat mereformasi manajemen dan proses pengelolaan kenaikan jenjang dosen.
Aliansi juga mendesak perbaikan regulasi. Mereka menyebut persyaratan menjadi guru besar di Indonesia direduksi sedemikian rupa oleh berbagai regulasi, yang intinya semata diletakkan pada persyaratan kuantitatif. Persyaratan tersebut meliputi pemenuhan sejumlah kum tertentu (minimal 850 SKS), memiliki setidaknya satu artikel jurnal terindeks Scopus sebagai penulis pertama. Namun, tidak dipersoalkan bagaimana cara memperoleh jumlah kum dan artikel jurnal. "Kondisi ini sangat mudah dimanipulasi sebagaimana diberitakan media secara luas," dalam keterangan tersebut.
Sebelumnya, Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek RI, Lukman mengatakan lembaganya tengah menyelidiki dugaan adanya sebelas dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang merekayasa persyaratan menjadi guru besar.
"Saat ini semua sudah ditangani tim investigasi Irjen (Kemendikbudristek) ya," kata Lukman kepada Tempo melalui pesan singkat pada Ahad, 14 Juli 2024.
Lukman tidak menjelaskan secara detail sudah sampai mana penanganan soal dugaan skandal tersebut dan apa sanksi yang diberikan nanti. Tempo berupaya menghubungi Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Mauliana Girsang melalui pesan singkat untuk menanyakan sejauh mana penanganan kasus tersebut. Hingga berita ini ditulis Chatarina belum memberikan informasinya.
Pada pekan kedua Juni 2024, Kemendikbudristek bersurat kepada Rektor ULM Ahmad Ahmad Alim Bachri. Rektor diminta membentuk tim pemeriksaan internal atas kasus ini.
Wakil Rektor I Bidang Akademik ULM Iwan Aflanie mengakui, menerima warkat itu. Rektorat lantas membentuk tim pencari fakta untuk melakukan investigasi dugaan pelanggaran integritas akademik yang dilakukan belasan guru besar ULM. Nama-nama tim sudah diajukan ke Kemendikbudristek.
"Saya dan beberapa kolega diminta rektor membentuk tim pencari fakta menyusun nama-nama tersebut. Nama-nama itu sudah diajukan ke kementerian," kata Iwan saat dihubungi, Ahad, 7 Juni 2024.
Dia mengatakan, tim dipilih dari internal kampus dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Di antaranya, memiliki integritas akademik dan jabatan paling tidak selevel dengan para guru besar itu. "Paling utama berintegritas," kata Iwan.
Tim pencari fakta akan melakukan klarifikasi untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran integritas akademik. Dasar klarifikasi itu adalah hasil investigasi tim Kementerian Pendidikan. "Kami juga akan berkoordinasi dengan tim Kementerian," kata Iwan.
Iwan memastikan tim juga akan melibatkan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan juga kompetensi. Kompetensi itu seperti pihak yang mengetahui seluk beluk proses pembuatan jurnal dan artikel.
Seperti ditulis Majalah Tempo dalam laporan investigasi “Skandal Guru Besar Abal-abal” yang terbit pada 7 Juli 2024, kasus dugaan pelanggaran akademik oleh sebelas dosen FH ULM bermula dari adanya laporan anonim.
Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Lukman, membenarkan informasi itu. “Ya kami menerima pengaduan.”
Pilihan Editor: Gila Gelar Skandal Guru Besar