Perjuangan Zulva Memberdayakan Perempuan Batang Hari
Jumat, 12 Juli 2024 10:46 WIB
INFO NASIONAL – Zulva Fadhil tekun memperhatikan para model di atas panggung. Ada yang menampilkan gaun batik bermotif suku Dayak Kalimantan, ada pula model memperagakan keanggunan baju terusan berbahan tenun Endek Bali.
Zulva mengaku kagum dengan keragaman wastra dari berbagai daerah yang ditampilkan. “Itu semua menginspirasi. Keunikan dari daerah-daerah lain bisa menjadi pembelajaran bahwa kita perlu terus berinovasi,” ujarnya seusai pergelaran wastra di Jakarta Convention Center, Kamis, 11 Juli 2024.
Zulva adalah Ketua Dewan Kerajinan Nasional atau Dekranasda Kabupaten Batang Hari, Jambi. Ia datang ke Jakarta bersama rombongan dari Pemerintah Kabupaten Batang Hari yang mengikuti Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) 2024.
Selain rakernas, kegiatan dimeriahkan oleh Apkasi Otonomi Expo 2024, ajang bagi setiap daerah memamerkan kriya, wastra, dan produk kuliner. Kabupaten Batang Hari mengusung beragam karya kerajinan hasil produk UMKM binaan. Dua yang menarik adalah batik dan kain hasil ecoprint.
“Batik khas Batang Hari sudah ada sejak lama, tapi sempat dilupakan,” kata Zulva. Ketika ia dilantik menjadi Ketua Dekranasda. Tepatnya tiga hari setelah suaminya, Muhammad Fadhil Arief, dilantik menjadi Bupati Batang Hari pada 17 Juni 2021, ia langsung mendatangi Maryana, pengrajin batik yang tersisa di Batang Hari.
“Beliau punya potensi besar dan sangat disayangkan kalau tidak dikembangkan. Beliau tidak dipakai oleh daerah, jadi saya ajak bergabung,” tutur Zulva. Sejak itu, dua perempuan ini giat berdiskusi dan mencari ide untuk mengangkat keunikan batik Batang Hari.
“Kami kemudian bikin lomba desain motif batik,” cerita Zulva. Sayembara itu untuk mencari ide-ide segar dari anak muda yang mungkin selama ini belum terpikirkan. Syaratnya, motif yang diciptakan harus mengangkat nilai-nilai kearifan lokal.
“Sampai akhirnya muncul sekarang (hasil lomba) motif ikan botia. Ini ikan cukup langka juga di daerah kami,” ucap perempuan asal Bukit Tinggi itu. Berkat motif ini, batik Batang Hari semakin masif didorong untuk diperkenalkan ke masyarakat. Motif ini jadi pembeda dengan motif-motif batik dari daerah lainnya di Jambi maupun se-Indonesia.
“Sekarang setiap Jum’at semua pegawai di instansi sampai sekolah-sekolah wajib memakai batik, dan kami dorong agar menggunakan batik khas Batang Hari,” kata Zulva. “Kami juga gencar ikut berbagai pameran untuk mengenalkan wastra kami. Tamu-tamu yang datang ke Batang Hari juga kami beri oleh-oleh batik khas Batang Hari,” ia mengimbuhkan.
Usaha sang pengrajin batik, Maryana, semakin berkembang. Pesanan mengalir setiap hari, membuatnya terus menambah karyawan. “Iya, hasil sukses itu semua untuk pengrajin. Kewajiban kami hanya mempromosikan dan mengenalkan supaya pelaku UMKM bisa sejahtera, bisa mengajak tetangga untuk ikut jadi pekerja sehingga kaum ibu lebih berdaya,” ucapnya.
Berhasil mengangkat batik, Zulva kembali memutar otak untuk lebih memberdayakan perempuan dan menggali potensi sumber daya alam Batang Hari. Akhirnya ia mendatangkan guru ecoprint dari Pulau Jawa. Ecoprint adalah teknik pewarnaan pada kain menggunakan bahan-bahan alami.
“Kami juga beli sepuluh mesin tenun untuk di kelas pelatihan,” kisah Zulva. Namun sayang, setelah pelatihan berjalan, mayoritas peserta tidak berlanjut terjun ke bisnis ecoprint maupun batik. Padahal upaya ini untuk menyiapkan generasi penerus batik yang telah dipelopori Maryana.
“Itulah tantangan kami saat ini. Masih sulit menemukan peserta yang punya daya juang tangguh. Padahal pasar sudah ada, tapi mayoritas menyerah karena mengaku repot. Sekarang kami terus mencari, dan rasanya kalau ada satu saja dari sepuluh peserta yang terus jadi pengrajin, itu sebuah prestasi besar untuk kami,” tutur Zulva.
Sejatinya, Zulva di tengah kesibukannya mengajak perempuan Batang Hari lebih berdaya, juga harus memikirkan empat anaknya di rumah. Anak pertama di bangku SMA dan paling bungsu di bangku SD. “Alhamdulillah mereka penuh pengertian. Tapi saya dan suami punya komitmen harus berkumpul setiap makan malam. Acara healing keluarga juga lebih banyak makan bersama di tempat wisata, di situlah kami banyak ngobrol,” ucapnya sambil tergelak.
Melihat seluruh perjuangan yang ia lakukan bersama suami hingga saat ini, Zulva teringat lima tahun lalu ketika tawaran duduk di kursi bupati itu tiba. Sang suami, Fadhil, adalah aparatur sipil negara (ASN). Jika Fadhil menjadi bupati, maka status ASN harus dicopot dan melayanglah uang tunjangan ketika suaminya nanti memasuki usia pensiun.
“Jujur, saat itu berat untuk saya,” tutur Zulva. “Saya sampai nyaris stres. Berulang-kali saya tanya suami mengapa harus jadi bupati. Saya nggak mau dia berbuat semua ini demi ambisi. Berulang kali juga dia meyakinkan tujuannya ingin membangun Batang Hari, membangun Jambi sebagai kampung halamannya sejak kecil.”
Setelah berhari-hari menjalani pergulatan batin, ia akhirnya merelakan Fadhil mengabdi sebagai bupati. Langkah berikutnya, restu orang tua juga diperoleh. Mereka pun menyambut Pilkada 2021 dengan optimis. “Iya, saya ucap bismillah saja, walau belum tahu hasil pemilihan seperti apa. Pokonya niat kami waktu itu ingin mengabdi untuk masyarakat,” ucapnya. (*)