DPR Sebut SBY, Megawati, hingga Jokowi Bisa Jadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung
Reporter
Savero Aristia Wienanto
Editor
Devy Ernis
Kamis, 11 Juli 2024 08:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah merespons soal wacana perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lulu mengatakan keanggotaan DPA nantinya bisa diisi oleh para mantan presiden.
Luluk berpendapat bahwa penempatan mantan presiden sebagai anggota DPA ditujukan untuk mengapresiasi para pemimpin negara yang telah selesai bertugas. Menurut dia, para mantan presiden seperti Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono merupakan sosok negarawan yang bisa saja tergabung dalam lembaga itu.
"Jadi, ada Pak SBY, Ibu Megawati, atau Pak Jokowi misalnya. Mungkin juga ada perwakilan dari keluarga Gus Dur," kata Luluk saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 10 Juli 2024.
Tidak hanya para mantan presiden, Luluk menyampaikan, keanggotaan DPA juga dapat diisi oleh orang-orang yang dinilai tepat dalam memberikan pertimbangan kebijakan kepada presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto.
"Termasuk juga tokoh-tokoh yang lain karena tidak mesti harus mantan presiden yang bisa ada di Dewan Pertimbangan Agung," ujarnya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB itu juga menilai bahwa DPA merupakan tempat bagi para tokoh yang dianggap kompeten untuk bisa memberikan arahan dalam pembangunan negara.
"Itulah tempat yang mulia untuk orang-orang yang mulia memberikan pertimbangan, masukan, agar arah Indonesia menjadi lebih baik," tuturnya.
Lebih lanjut, Luluk menyerahkan penentuan keanggotan DPA kepada Prabowo. Menurut dia, pengisian kursi DPA merupakan hak prerogatif presiden terpilih.
"Presiden terpilih tentu memiliki hak prerogatif untuk memilih semua orang yang dianggap layak untuk bisa membantu beliau menjalankan pemerintahan ini, termasuk Dewan Pertimbangan Agung," ucapnya.
Kritik Akademisi
Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebut wacana perubahan Wantimpres menjadi DPA mengindikasikan adanya upaya bagi-bagi jatah jabatan yang tidak sehat dalam kabinet Prabowo Subianto mendatang.
"Saya menduga para elit sedang mencari sebuah wadah para mantan presiden," kata Bivitri dalam pesan suara yang diterima Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Selasa, 9 Juli 2024.
Lebih lanjut, Bivitri menyampaikan bahwa pada dasarnya pembentukan DPA ini hanya untuk memberikan jabatan baru bagi para mantan penguasa. Bahkan, kata dia, Wantimpres yang kini sudah terbentuk pun diisi oleh elit politik yang fungsinya tidak signifikan.
"Mereka dikasih fasilitas, dikasih gaji. Tapi, sebenarnya enggak jelas tugasnya," ujarnya.
Dewan pertimbangan jenis ini, Bivitri menerangkan, berpotensi diduduki oleh orang-orang yang dianggap berjasa kepada presiden. Selain itu, lembaga tersebut bisa dijadikan tempat penampungan bagi para tokoh politik yang jenjang karirnya sudah buntu.
"Dugaannya, ini untuk 'bagi-bagi kue' lebih besar. Ini patut ditolak," tuturnya.
Tak sampai di situ, Bivitri turut menyoroti soal penunjukan ketua DPA. Berdasarkan Pasal 7 draf aturan itu, posisi ketua DPA dapat dijabat secara bergantian di antara anggota yang ditetapkan oleh Presiden. "Ketua gonta-ganti cuma masalah muterin fasilitas," ucapnya.
Sementara itu, dalam pasal yang sama, jumlah anggota DPA ditentukan sesuai kehendak presiden dan tidak dibatasi secara rigid. Bivitri menilai ketentuan itu menunjukkan adanya upaya memperluas kekuasaan presiden karena menentukan pejabat sesuai selera pribadi.
Kritik tidak hanya datang dari Bivitri. Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, turut menyebut bahwa gagasan DPA ini sudah ada sejak munculnya gagasan presidential club. Menurut dia, koalisi gemuk kabinet Prabowo menginginkan kondisi ini.
"Dewan Pertimbangan Agung yang didesain itu hanya untuk bagi-bagi jatah kekuasaan," kata Herdiansyah kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 9 Juli 2024.
Pilihan Editor: Banyak Dosen Ambil Jalan Pintas Jadi Guru Besar, Forum Guru Besar ITB: Rusak Marwah Kampus