9 Poin Mahkamah Rakyat Luar Biasa Gugat Jokowi, Puan, La Nyalla Mattalitti dan 10 Partai Politik
Reporter
Ananda Ridho Sulistya
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 26 Juni 2024 20:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Selasa, 25 Juni 2024 lalu Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi diadili dalam persidangan Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Persidangan ini berlangsng di Wisma Makara Universitas Indonesia (UI, Depok, Jawa Barat. Sidang ini memproses sembilan gugatan yang dikenal dengan istilah Nawadosa rezim Jokowi yang diajukan oleh para penggugat kepada negara.
Ada delapan penggugat dari komponen masyarakat sipil dalam sidang yang disebut sebagai People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat itu. Para penggugat diwakili empat kuasa hukum, yaitu Muhammad Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta, Wildan Siregar dari Tren Asia, Difa Shafira dari ICEL, dan Husein Ahmad dari Imparsial.
Adapun para tergugat adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Ketua DPD RI Lanyalla Mattalitti. Sepuluh partai yang lolos ke parlemen sejak Pemilu 2014 juga menjadi pihak tergugat. Mereka adalah PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, PAN, Partai Hanura, PPP, Partai Demokrat, dan PKS.
Gugatan dalam persidangan ini dibacakan oleh kuasa hukum para penggugat, Muhammad Fadhil Alfathan. "Majelis Pengampu Keadilan yang terhormat, kami akan menyampaikan sembilan isu gugatan," ujar Fadhil dalam sidang tersebut.
Berikut adalah poin-poin yang disampaikan dalam gugatan tersebut
1. Gugatan atas perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat
Fadhil memberikan contoh sejumlah kebijakan pemerintah, seperti proyek strategis nasional, Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi nikel, food estate sebagai kebijakan yang merugikan pada penggugat.
“Dan proyek-proyek yang dianggap oleh tergugat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, padahal sebaliknya, kami harus tergusur dari ruang kami yang sudah ditinggali sebelum republik ini berdiri,” ucap Fadhil mewakili para penggugat.
2. Kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi
Gugatan ini dilayangkan merespon terkait kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi yang dilakukan rezim Jokowi. Fadhil mencontohkan sejumlah kasus kekerasan yang sering terjadi dalam berbagai demonstrasi sipil. Selain itu, ada juga berbagai regulasi pasal-pasal “karet” yang dianggap para penggugat telah dibiarkan oleh pemerintah dan mengakibatkan kriminalisasi.
3. Politik impunitas dan kejahatan manusia
Selama periode pemerintahan Jokowi, kata Fadhil, pemerintah diduga tidak serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Selain itu, Fadhil menyampaikan bahwa para penggugat kecewa karena Jokowi pernah berjanji ingin menyelesaikan dan melindungi korban kasus pelanggaran HAM berat. “Keluarga korban pun menganggap bahwa tergugat telah berbohong dan melindungi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar Fadhil.
4. Komersialisasi dalam sistem pendidikan nasional.
Jokowi juga digugat soal komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu yang disoroti para penggugat adalah polemik mahalnya uang kuliah tunggal dan pemberlakuan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTNBH yang disebut membuat biaya kuliah semakin tinggi.
5. Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan penanganan koruptor
Fadhil menyoroti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK yang dilakukan di periode Jokowi. Selain itu, ada juga tudingan bahwa Jokowi telah menormalisasi praktek kolusi dan nepotisme selama Pilpres 2024, terkait pencalonan putranya.
6. Eksploitasi sumber daya alam dan program solusi palsu untuk krisis iklim
“Perizinan pertambangan tidak berjalan beriringan dengan pengetatan pengawasan perizinan berusaha, pemulihan, dan kemampuan negara untuk mendistribusikan keuntungan yang didapatkan kepada rakyat,” tutur dia.
7. Politik buruh
Fadhil mencontohkan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi dalam periode Jokowi. “Selama dua periode kepemimpinan rezim Joko Widodo sangatlah memiskinkan dan menindas rakyat, khususnya para kaum buruh atau kelas pekerja di Indonesia,” ucap dia.
8. Pembajakan legislasi
Menurut Fadhil, dalam prakteknya Jokowi sebagai presiden tidak mengeluarkan peraturan untuk kepentingan publik. “Namun melakukan pembajakan legislasi untuk kepentingan kekuasaan,” ujar Fadhil.
9. Militerisme dan militerisasi
Menurut para penggugat di Mahkamah Rakyat Luar Biasa, rezim Jokowi selama menjabat telah berupaya mengembalikan militer ke ruang-ruang sipil. Fadhil memberi contoh revisi UU Aparatur Sipil Negara yang menyatakan jabatan ASN tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri.
ANANDA RIDHO SULISTYA | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Mahkamah Rakyat Nyatakan Jokowi Terbukti Langgar Sumpah Presiden RI