Peran BJ Habibie di Masa Pemerintahannya: Kebebasan Pers, Reformasi Hukum, hingga Pelepasan Timor Timur

Selasa, 25 Juni 2024 19:01 WIB

BJ Habibie. TEMPO/Aditia Noviansyan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini 88 tahun yang lalu, tepatnya pada 25 Juni 1936, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang lebih dikenal sebagai BJ Habibie, lahir. Kiprahnya tidak hanya meninggalkan jejak di bidang teknologi dan industri penerbangan, tetapi juga memberikan kontribusi penting dalam membangun fondasi demokrasi serta perkembangan sosial ekonomi negara ini.

Dikutip dari fahum.umsu.ac.id, BJ Habibie memasuki dunia politik setelah dilantik sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978. Pada 1998, saat terjadi gejolak politik dan tuntutan reformasi, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya, dan Habibie kemudian terpilih sebagai presiden penggantinya.

Masa pemerintahan Habibie diwarnai oleh berbagai tantangan, termasuk tuntutan reformasi dan krisis ekonomi yang melanda Asia pada saat itu. Meski masa kepemimpinannya relatif singkat, Habibie berhasil menerapkan berbagai reformasi dan membuka ruang yang lebih luas bagi kebebasan berpendapat.

Kebebasan Pers, Reformasi Hukum, Zakat dan UU HAM pada masa BJ Habibie

Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, saat menjabat sebagai Presiden, Habibie memberikan ruang yang luas untuk hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Terkait HAM, terdapat tiga kebijakan utama yang diberlakukan: kebebasan pers, kebebasan berpendapat di muka umum, dan pembebasan tahanan politik.

Advertising
Advertising

Kebebasan pers didukung dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. UU tersebut membawakan perubahan besar bagi dunia pers Indonesia. Pada masa Orde Baru jumlah media cetak sebanyak 289 dan 996 radio swasta. Setelah reformasi, jumlah media cetak menjadi 1.398 dan penyiaran swasta berjumlah 74 stasiun.

Terkait dengan kebebasan berpendapat, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999, yang mengatur dan menjamin kebebasan berpendapat serta mendorong lahirnya berbagai kekuatan sosial politik di masyarakat dan pendirian berbagai asosiasi profesi.

Untuk menangani berbagai masalah HAM di Indonesia, terutama di Aceh, Habibie juga membentuk Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan. Selain itu, Habibie menggantikan Undang-Undang Subversif dengan Undang-Undang No. 26 tahun 1999 tentang HAM. Untuk perlindungan perempuan, BJ Habibie membentuk Komisi Nasional Perlindungan Perempuan pada Oktober 1998.

Di bidang reformasi hukum, BJ Habibie menerbitkan sebanyak 68 undang-undang dalam 16 bulan, sebuah prestasi yang membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi.

Dilansir dari baznas.go.id, BJ Habibie juga merupakan presiden yang pertama kali menandatangani pengesahan UU Zakat No 38/99 pada 23 September 1999 yang pertama kali memasukkan zakat sebagai bagian yang penting sehingga diatur oleh negara.

UU yang ditandatangani Presiden BJ Habibie ini juga melahirkan BAZNAS sebagai sebuah lembaga zakat yang dikelola Negara dan mengukuhkan LAZ sebagai gerakan masyarakat dalam pengelolaan zakat.

Kebijakan Pelepasan Timor Timur oleh BJ Habibie

Dilansir dari Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, pergolakan di Timor Timur sudah berlangsung lama sebelum BJ Habibie menjadi presiden. Setelah lama berada di bawah kekuasaan Portugal, pada 17 Juli 1976, Timor Timur secara resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia.

Namun, integrasi tersebut tidak menyelesaikan masalah karena banyak pihak yang menentangnya. Selain berbagai kelompok di Timor Timur, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menolak penyatuan ini.

Tekanan semakin meningkat ketika negara-negara yang awalnya mendukung integrasi mulai mengubah sikapnya. Hingga 1999, PBB terus mengusulkan diadakannya jajak pendapat di Timor Timur, yang akhirnya dilaksanakan oleh Presiden Habibie.

Habibie mengambil kebijakan untuk mengadakan referendum atau jajak pendapat. Pada 27 Januari 1999, pemerintahannya menawarkan dua pilihan: otonomi khusus atau kemerdekaan.

Hasil referendum diumumkan di New York dan Dili pada 4 September 1999, menunjukkan bahwa hampir 78,5 persen penduduk Timor Timur memilih merdeka, menolak tawaran otonomi khusus dari Indonesia.

Dengan hasil tersebut, MPR RI dalam Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan status Timor Timur seperti pada 1975. Sejak saat itu, Timor Timur lepas dari Indonesia dan diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste pada 20 Mei 2002.

Pilihan Editor: Mengenang BJ Habibie: Perjalanan Politik Presiden RI ke-3 dan Demokrasi Indonesia

Berita terkait

AJI Ternate Kecam Aksi Petugas Keamanan KPU Maluku Utara yang Intimidasi Jurnalis

3 hari lalu

AJI Ternate Kecam Aksi Petugas Keamanan KPU Maluku Utara yang Intimidasi Jurnalis

AJI Ternate menilai sikap arogansi dan intimidasi yang ditunjukkan tiga petugas keamanan KPU melanggar UU Pers

Baca Selengkapnya

Mengapa Israel Melarang Jurnalis Asing Melaporkan dari Wilayah Pendudukan?

3 hari lalu

Mengapa Israel Melarang Jurnalis Asing Melaporkan dari Wilayah Pendudukan?

Aksi tentara Israel menutup kantor biro Al Jazeera di Ramallah baru-baru ini menambah tekanan bagi jurnalis asing yang bertugas di wilayah pendudukan.

Baca Selengkapnya

Menang di MA, Fatia dan Haris Azhar Minta Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan Luhut di Papua

3 hari lalu

Menang di MA, Fatia dan Haris Azhar Minta Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan Luhut di Papua

Kemenangan ini tidak hanya mengakhiri proses hukum terhadap mereka, tapi juga membuka kembali isu dugaan conflict of interest Luhut di Papua.

Baca Selengkapnya

Diresmikan Presiden RI, Jalan Tol Solo - Yogyakarta Seksi 1.1 Perkuat Konektivitas 3 Kota

3 hari lalu

Diresmikan Presiden RI, Jalan Tol Solo - Yogyakarta Seksi 1.1 Perkuat Konektivitas 3 Kota

Proyek Jalan Tol ini merupakan proyek investasi milik PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dengan total nilai investasi Rp27,48 triliun.

Baca Selengkapnya

Peneliti dan Pegiat HAM Dorong Penerapan Soft Approach jadi Upaya Prioritas Tangani Konflik Papua

4 hari lalu

Peneliti dan Pegiat HAM Dorong Penerapan Soft Approach jadi Upaya Prioritas Tangani Konflik Papua

Keberhasilan pendekatan soft approach dalam penanganan konflik dinilai bukan hanya terjadi di Papua kali ini saja.

Baca Selengkapnya

Peran Aktivis HAM Berpaspor Finlandia dalam Operasi Pembebasan Pilot Susi Air

5 hari lalu

Peran Aktivis HAM Berpaspor Finlandia dalam Operasi Pembebasan Pilot Susi Air

TPNPB-OPM sebelumnya menyebut adanya keterlibatan kolaborator yang membantu pembebasan pilot Susi Air di Papua.

Baca Selengkapnya

Kisah di Balik Pembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens

6 hari lalu

Kisah di Balik Pembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens

Setelah disandera selama sekitar 20 bulan oleh TPNPB-OPM, pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, akhirnya dibebaskan pada Sabtu, 21 September 2024.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Sebut Kepolisian Aktor Paling Sering Muncul di Kasus Dugaan Pelanggaran HAM

9 hari lalu

Komnas HAM Sebut Kepolisian Aktor Paling Sering Muncul di Kasus Dugaan Pelanggaran HAM

Komnas HAM kembali menyoroti kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian selama aksi Peringatan Darurat Kawal Putusan MK pada akhir Agustus lalu

Baca Selengkapnya

Alasan Rapat Paripurna DPR Tolak Usulan 12 Calon Hakim Agung yang Diajukan KY

17 hari lalu

Alasan Rapat Paripurna DPR Tolak Usulan 12 Calon Hakim Agung yang Diajukan KY

Komisi III DPR menemukan dua dari 12 calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM terbukti tidak memenuhi persyaratan.

Baca Selengkapnya

SBY 75 Tahun, Berikut Jenjang Karier Militer Sebelum ke Dunia Politik

18 hari lalu

SBY 75 Tahun, Berikut Jenjang Karier Militer Sebelum ke Dunia Politik

SBY hari ini berulang tahun ke-75 memiliki jejak karier yang terbilang moncer di militer sebelum terjun ke politik praktis.

Baca Selengkapnya