Pro-Kontra terhadap Wacana Bansos untuk Korban Judi Online
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Rabu, 19 Juni 2024 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan praktik judi, baik secara langsung maupun judi online, dapat memiskinkan masyarakat. Karena itu, dia menganggap kelompok ini berada di bawah tanggung jawab kementeriannya. Muhadjir menyatakan telah melakukan banyak advokasi bagi korban judi online, termasuk memasukkan mereka dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan sosial atau bansos.
Belakangan Muhadjir mengklarifikasi pernyataannya bahwa penerima bansos tersebut adalah anggota keluarga seperti anak, istri atau suami,. Namun pernyataannya sebelumnya telah mendapat respons dari berbagai kalangan, baik yang setuju maupun menentang rencana tersebut.
1. Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman: Kami Sepakat Sekali
Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Habiburokhman, sepakat korban judi online bisa memperoleh bansos untuk sementara waktu. Menurut dia, pemberian bansos ini sebagai upaya penanganan judi online secara menyeluruh dari hulu sampai hilir.
Politikus Partai Gerindra ini menyebutkan pemberian bansos kepada korban dapat mengurangi ketergantungan pada judi daring.
“Jadi, kalau dia bisa survive, artinya dia bisa kurang keinginannya beradu nasib dengan judi online,” kata Habiburokhman dalam pesan video yang diterima Tempo pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemberian bansos penting untuk melengkapi tindakan penegakan hukum yang dilakukan Polri. “Kami sepakat sekali (bansos),” ujar Habiburokhman.
2. Dosen Ilmu Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Asep Suryana: Negara Harus Intervensi
Dosen program studi ilmu Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, menilai wacana pemerintah memberi bantuan sosial kepada korban judi daring adalah hal lumrah. Secara normatif, kata dia, negara dianggap harus hadir mengintervensi individu yang terdampak judi online.
Asep menjelaskan bansos yang dimaksud oleh Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai bentuk perlindungan ekonomi. Akademisi lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan, selain perlindungan ekonomi, pemerintah juga harus aktif merehab korban judi online (judol).
<!--more-->
“Judol itu kan ada problem psikososial. Kalau orang kecanduan judi online, dia akan berusaha menyenangkan sendiri, nggak berpikir panjang,” kata Asep ketika dihubungi pada Selasa, 18 Juni 2024. “Kalau menguras harta sampai jatuh miskin, maka negara harus intervensi supaya keluarga dan anak bisa hidup layak.”
Asep mengatakan seharusnya pemerintah tidak melihat judol hanya sebagai sebuah kerikil ‘masalah sosial’, melainkan persoalan mendasar kehidupan bernegara. Dia mengingatkan pemerintah juga perlu melakukan langkah yang lebih sistematis dengan penguatan regulasi, selain membuat unit yang sifatnya sementara.
“Kalau ini dibiarkan sekelompok orang menikmati mengkhianati bernegara. Duit naik ke atas, selain merusak sendi-sendi kehidupan,” tutur Asep.
3. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid: Bansos Jangan Diberikan kepada yang Tidak Berhak
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera atau PKS Hidayat Nur Wahid mengkritik wacana pemerintah memberikan bansos untuk keluarga miskin baru akibat judi online. Dia menuntut adanya pengawasan atas kebijakan itu, termasuk daftar penerima bantuan yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Jangan sampai itu nanti malah diberikan kepada yang tidak berhak, tidak masuk DTKS," kata Hidayat saat ditemui dalam acara Tebar Kurban di kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS, Selasa, 18 Juni 2024.
Menurut dia, pemerintah harus memastikan bansos yang diterima para korban judi online dapat digunakan sebagaimana mestinya. Dia khawatir bansos itu akan digunakan dalam permainan judi online berikutnya. "Itu tidak boleh terjadi," tuturnya.
Anggota Komisi VIII DPR itu juga mengimbau agar para penerima bansos membelanjakan bansos untuk kebutuhan sehari-hari. "Banyak di antara mereka malah untuk membeli rokok atau membeli hal-hal yang kemudian tidak membantu ekonomi mereka," ucapnya.
Hidayat membandingkan langkah pemerintah di negara tetangga menghadapi pelaku judi online. Alih-alih memberikan bansos, dia mendorong adanya sanksi hukum.
<!--more-->
"Di Singapura dan juga di Malaysia, mereka yang menjadi pelaku judi online bukan diberi bansos, tapi malah dihukum, didenda maupun juga dihukum kurungan," ujarnya.
4. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka: Judi Online Bukan Variabel Penerima Bansos
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai korban judi online tidak bisa serta merta mendapatkan bansos dari pemerintah. Diah menyebutkan korban judi daring yang berhak menerima bansos adalah mereka yang identitasnya tercatat dalam DTKS.
"Artinya, data DTKS itu ada parameter pengukurnya, parameter kemiskinan. Nah, nanti dimasukkan saja ke sistem DTKS apakah masuk atau tidak," kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 17 Juni 2024 seperti dikutip Antara.
Hal tersebut dia sampaikan sebagai tanggapan atas wacana mengikutsertakan korban judi online sebagai penerima manfaat dana bansos yang dikelola Kementerian Sosial.
"Silakan saja korban (judi online) apakah masuk atau tidak ya silakan masuk ke dalam proses verifikasi DTKS. Misalnya, jatuh miskin butuh bantuan, kemudian masuk kriteria kemiskinan itu lain, tapi bukan variabel kalah judi online menentukan masuk DTKS, tidak bisa," ujarnya.
Diah pun menilai dibandingkan memberi bansos, hal yang lebih penting untuk dilakukan terkait judi online adalah langkah mengatasinya.
"Karena orang ada yang ketipu, ya, banyak kalau bicara kriminal. Jadi yang penting itu judi online-nya yang diatasi, sumbernya," kata dia.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | DANIEL A. FAJRI | SAVERO ARISTIA WIENANTO | ANTARA
Pilihan editor: Respons Muhammadiyah dan MUI Soal Upaya Pemerintah Berantas Judi Online