Bawaslu Minta Kecanggihan Teknologi Kecerdasan Buatan Perlu Diawasi di Pilkada 2024
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 7 Juni 2024 08:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Herwyn JH Malonda mengatakan, bahwa kecanggihan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Menurut dia, teknologi kecerdasan buatan itu justru kerapkali disangkutpautkan dengan isu yang mengandung hoaks ataupun disinformasi.
Ia mewanti-wanti pelaksanaan Pilkada tahun ini. Sebab dengan adanya teknologi AI itu, semua hal bisa dipalsukan atau dibuat seolah-olah asli.
"Harus hati-hati memang atas kecanggihan yang ada," ujarnya saat rapat Fasilitasi dan Koordinasi Dukungan Pilkada Serentak, dikutip Jumat, 7 Juni 2024. Ia mengimbau kepada masyarakat agar teknologi AI itu dipergunakan dengan bertanggung jawab.
Sebab, jika tidak kecanggihan teknologi itu justru bisa mengancam stabilitas kondisi politik. Terlebih lagi menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
Karena itu, ia mengungkapkan bahwa Bawaslu akan berupaya meningkatkan kapasitas untuk menelaah kebenaran suatu informasi. Selain itu, ia menyatakan perlunya kerja sama dengan berbagai pihak untuk menekan persebaran isu hoaks dan disinformasi di media sosial.
Bawaslu juga berharap nantinya Komisi Pemilihan Umum atau KPU bisa membantu mendesain penguatan penggunaan teknologi informasi tersebut. "Sehingga diperlukan adaptasi oleh pihak yang berkontestasi serta Bawaslu dalam proses mengawasi," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI, Rahmat Bagja, memaparkan strateginya mencegah pelanggaran pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 dengan mengikuti rangkaian penyusunan Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) tentang penyusunan daftar pemilih.
"Selain itu, perlu ada penambahan pasal terkait pemberian akses Sidalih kepada Bawaslu. Lalu perlu diperjelas otoritas yang mengeluarkan surat keterangan kematian, jenis dokumen lainnya, serta pihak yang mengeluarkan dokumen lainnya," kata Bagja dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Dia menuturkan pengawas pemilu telah melakukan inventarisasi data pemilih hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara pada pemilu terakhir sebagai bahan analisis data.
Adapun bahan inventarisasi yang dilakukan dengan ketentuan yaitu data potensial pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS), pemilih meninggal, pemilih beralih status menjadi TNI/Polri, pemilih pindah domisili, dan pemilih yang beralih status menjadi warga negara asing (WNA).
"Lalu data potensial pemilih Memenuhi Syarat (MS), pemilih yang beralih status dari TNI/Polri, pemilih DPK (daftar pemilih khusus), pemilih pemula, dan pemilih yang beralih status dari WNA menjadi WNI," ujarnya.
Bagja mengakui Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri. Pihaknya membutuhkan kerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan terkait seperti Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Sosial, organisasi disabilitas, serta TNI dan Polri.
"Kami juga melibatkan masyarakat adat, perusahaan atau perkebunan, RT/RW, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan pihak terkait lainnya," ujar Bagja.
Pilihan Editor: Survei soal Persepsi Menjelang Pilkada 2024: Ahok Kuat di DKJ, Airin di Banten, Bobby di Sumut