Nilai Putusan MA soal Pilkada Bermasalah, ICW-PSHK Minta Komisi Yudisial Periksa Hakim
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Ninis Chairunnisa
Minggu, 2 Juni 2024 20:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW dan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) menanggapi soal putusan Mahkamah Agung atau Putusan MA yang mengabulkan permohonan uji materiil Nomor 23 P/Hum/2024 soal syarat batas usia di pemilihan kepala daerah.
Putusan MA ini mengubah minimal usia seorang calon gubernur dan calon wakil gubernur menjadi 30 tahun sejak pelantikan, dari yang sebelumnya ialah harus berusia 30 tahun sejak penetapan pasangan calon. Sementara untuk calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota diharuskan sudah berusia minimal 25 tahun sejak pelantikan.
Adapun permohonan uji materiil ini diajukan oleh Partai Garuda, salah satu partai yang mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. ICW dan PSHK menilai putusan MA ini bermasalah.
ICW merangkum setidaknya ada lima penyebab yang melatarbelakangi bermasalahnya putusan MA ini. Pertama, adanya putusan MA yang disebut-sebut memberi karpet merah untuk putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep maju di Pilkada sehingga melanjutkan preseden buruk dari lolosnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming karena putusan Mahkamah Konstitusi atau Putusan MK saat Pilpres 2024.
"(Putusan MA) mengotak-atik aturan terkait kandidasi yang terlalu berdekatan dengan periode pendaftaran bakal calon peserta pemilu," kata ICW dan PSHK dalam siaran persnya, dikutip Ahad, 2 Juni 2024.
Kedua, ICW mengatakan bahwa aturan soal syarat usia minimum sejatinya bagian dari persyaratan administratif yang harus dipenuhi saat masa pendaftaran. Karena itu, ICW menilai Putusan MA ini sebagai hal yang tidak berdasar dan mengada-ada.
Ketiga, ICW dan PSHK menyoroti ihwal durasi waktu putusan ini dibuat. Adapun hakim MA hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan putusan ini. "Besar kemungkinan terdapat politisasi yudisial di balik perkara ini," ujarnya.
Keempat, ICW dan PSHK berpendapat amar Putusan MA ini janggal. Bukan tanpa sebab, ICW mengatakan bahwa MA terkesan memaksakan melakukan judicial activism dalam bentuk mengintervensi kewenangan Komisi Pemilihan Umum atau KPU dalam bentuk regulasi, tapi tanpa disertai justifikasi yang memadai.
Padahal, kata ICW, ketentuan yang diubah dalam Putusan MA ini pada dasarnya tidak menimbulkan pelanggaran atas hak asasi manusia, tidak menimbulkan persoalan tata kelola kelembagaan negara, ataupun tidak menimbulkan kekosongan hukum.
"Terakhir, patut diduga putusan MA ini bentuk perdagangan pengaruh antara Partai Garuda selaku pemohon uji materi sekaligus partai pengusung Prabowo-Gibran di Pemilu 2024," ucapnya.
Karena itu, ICW dan PSHK mendesak Komisi Yudisial agar mengawasi, serta mengecek putusan MA ini, hingga memeriksa hakim yang memutus. ICW dan PSHK juga mewanti-wanti KPU agar berani menolak patuh terhadap Putusan MA yang tidak memiliki landasan hukum tersebut.
Kemudian, mendesak para partai politik untuk kritis dan tidak turut melanggengkan dinasti politik. Salah satunya dengan tidak mencalonkan figur yang berafiliasi atau punya hubungan kekeluargaan dengan Jokowi dan pejabat negara lainnya di Pilkada nanti. ICW dan PSHK juga mengajak masyarakat luas untuk menentang secara masif keputusan serta manuver politik yang dilakukan semata-mata untuk melanggengkan dinasti Jokowi.
Pilihan Editor: Guntur Romli PDIP Kritik Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah: Memalukan dan Berbahaya