5 Faktor yang Bikin Politik Uang Terus Eksis di Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 20:01 WIB

Warga menunjukan tulisan penolakan politik uang saat Bawaslu On Car Free Day pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Minggu 28 Maret 2024. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua menyebut penegakan hukum terhadap politikus yang melakukan politik uang atau money politics bagai kucing-kucingan. Karenanya, pihaknya menyindir agar cara kotor itu dilegalkan saja oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, kata dia, praktik money politic adalah keniscayaan dalam Pemilu.

“Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan (menjadi) pemenang ke depan adalah para saudagar,” ujar Hugua dalam rapat bersama jajaran penyelenggara Pemilu di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024.

Praktik politik uang sebenarnya bagai hubungan timbal balik, di mana masyarakat justru memilih kandidat yang melakukan praktik kotor ini ketimbang politikus "bersih". Sikap masyarakat inilah yang justru membuat budaya politik uang saat Pemilu terus berlaku. Apalagi setelah terbukti mereka yang "membeli suara" akhirnya menang.

Dilansir dari jurnal Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Money Politik Pada Pemilu 2019 oleh Anton Hutomo Sugiarto dkk, berikut faktor-faktor yang menyebabkan praktik money politics masih eksis di Indonesia dan penegakan hukum terhadap pelaku sulit dilakukan, menurut Soerjono Soekanto:

1. Faktor hukum

Advertising
Advertising

Meskipun dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu disebutkan bahwa salah satu tugas dari Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu adalah mencegah terjadinya praktik politik uang, namun dalam UU ini tidak ada pengertian mengenai politik uang. Oleh karena itu, dalam praktiknya tidak jelas apakah memberikan hadiah seperti sarung, sepeda, dan sebagainya juga merupakan politik uang atau bukan.

Selain itu, jika dibandingkan dengan UU Pemilu, sanksi pidana terhadap pelanggaran politik uang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang atau UU Pilkada justru lebih tegas.

Dalam Pasal 187A UU Pilkada, baik pemberi maupun penerima politik uang, keduanya diancam dengan sanksi pidana. Sedangkan dalam UU Pemilu, sanksi pidana hanya diancamkan pada pemberi politik uang. Selain itu, terdapat ketentuan dalam UU Pilkada bahwa biaya transportasi peserta kampanye harus dalam bentuk voucher tidak boleh dalam bentuk uang.

Sedangkan dalam UU Pemilu, berdasarkan Penjelasan Pasal 286 ayat (1) larangan menjanjikan dan/atau memberikan materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih antara lain tidak termasuk pemberian biaya transport dan makan minum kepada peserta kampanye. Akibatnya pengawas pemilu di lapangan akan sulit untuk membedakan antara biaya politik dan politik uang.

2. Faktor penegak hukum

Dalam UU Pemilu, sentra penegakan hukum terpadu atau Gakkumdu memiliki peran penting dalam penanganan tindak pidana pemilu, termasuk politik uang. Pasal 486 UU Pemilu menyebutkan bahwa Gakkumdu dibentuk untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu oleh Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dengan adanya kelemahan dalam UU Pemilu, Bawaslu tidak hanya melakukan pengawasan tahapan pemilu dan pencegahan pelanggaran pemilu, tapi juga sebagai pemutus perkara, diharapkan dapat berperan maksimal.

Namun, dalam pelaksanaan pemilu, belum seluruh permasalahan ataupun pelanggaran pemilu termasuk politik uang dapat dilakukan pencegahan dan ditangani dengan baik. Daerah-daerah yang terkena dampak bencana misalnya, dapat berpotensi dimanfaatkan peserta pemilu untuk meraih simpati pemilih dengan memberikan sumbangan. Pengawasan pemilu menjadi salah satu kunci keberhasilan mewujudkan pemilu berkualitas dan berintegritas tanpa dicemari poitik uang.

3. Faktor sarana dan prasarana

Dari tiga lembaga yang memiliki kewenangan dalam penyidikan kasus korupsi, di satu sisi Kepolisian dan Kejaksaan selain tidak memiliki kewenangan sebesar kewenangan KPK, juga belum memiliki sarana prasarana sebagaimana yang dimiliki KPK. Di sisi lain, meskipun KPK memiliki keterbatasan personil dan belum memiliki perwakilan di setiap provinsi namun KPK memiliki kewenangan lebih besar dibanding Kepolisian dan Kejaksaan. Perbedaan sarana prasarana yang dimiliki ketiga lembaga tersebut tentunya akan mempengaruhi penegakan hukum terhadap pelaku politik uang.

4. Faktor masyarakat

Dalam beberapa kajian, masyarakat masih menganggap wajar adanya politik uang dalam pemilu. Oleh karena itu, masih terjadinya politik uang, tidak hanya merupakan tanggung jawab Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK untuk menegakkan hukumnya, namun juga memerlukan peranan masyarakat. Masyarakat dapat berperan melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan politik uang termasuk melakukan pengawasan dan tidak terlibat dalam politik uang.

5. Faktor budaya

Faktor budaya juga merupakan faktor penting dalam penegakan hukum kasus politik uang. Mengenai budaya, politik uang jamak terjadi di banyak wilayah pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY. Di Bantul misalnya, politik uang untuk setiap suara masuk dikenal dengan istilah “bitingan”. Budaya politik transaksional ini cukup memengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan terbaiknya.

Terkait dengan faktor budaya saat ini, masih terjadinya politik uang disebabkan antara lain karena tidak adanya budaya malu, rendahnya moralitas pemberi dan penerima, tidak amanah, tidak jujur, dan sebagainya. Oleh sebab itu diperlukan adanya langkah-langkah perbaikan, antara lain penyadaran dan pembinaan moralitas bangsa, sehingga penyelenggaraan pemilu dapat berjalan dengan baik.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | AMELIA RAHIMA SARI

Pilihan Editor: Kader PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan, Ini Aturan Larangan Money Politics dan Sanksi Bagi Pelanggarnya

Berita terkait

Ketua Komisi II DPR Mengaku Pernah Ingatkan Hasyim Asy'ari agar Jaga Sikap dan Perilaku

5 jam lalu

Ketua Komisi II DPR Mengaku Pernah Ingatkan Hasyim Asy'ari agar Jaga Sikap dan Perilaku

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku prihatin atas putusan DKPP yang memecat Hasyim Asy'ari dari Ketua KPU RI.

Baca Selengkapnya

Puan Bilang Pertimbangkan Kaesang di Pilgub Jateng, Analis Sebut Sekadar Gimik Politik

6 jam lalu

Puan Bilang Pertimbangkan Kaesang di Pilgub Jateng, Analis Sebut Sekadar Gimik Politik

Analis menilai meski PDIP berpeluang mengusung Kaesang, lebih baik mengusung kader sendiri di Pilgub Jateng.

Baca Selengkapnya

Jokowi Hormati Putusan DKPP soal Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari

7 jam lalu

Jokowi Hormati Putusan DKPP soal Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari

DKPP menyatakan bahwa Ketua KPU Hasyim Asy'ari terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap pengadu berinisial CAT.

Baca Selengkapnya

PKS akan Kerja Keras Yakinkan PKB dan PDIP Usung Anies-Sohibul Iman

9 jam lalu

PKS akan Kerja Keras Yakinkan PKB dan PDIP Usung Anies-Sohibul Iman

Mardani PKS berujar meski PKB dan PDIP secara teori bisa membentuk poros baru, namun akan sulit untuk berkontestasi di Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Dipecat, PKS Singgung Ada Tarik Menarik Kepentingan saat Seleksi

10 jam lalu

Ketua KPU Dipecat, PKS Singgung Ada Tarik Menarik Kepentingan saat Seleksi

Mardani menyatakan dirinya sedih dengan adanya kasus yang menimpa pimpinan KPU.

Baca Selengkapnya

Soal Pemecatan Hasyim Asy'ari, DPR: Tak Ganggu Pilkada, tapi Turunkan Kepercayaan Publik

10 jam lalu

Soal Pemecatan Hasyim Asy'ari, DPR: Tak Ganggu Pilkada, tapi Turunkan Kepercayaan Publik

Menurut Mardani, pemecatan Hasyim Asy'ari dari KPU tidak akan mengganggu pelaksanaan Pilkada 2024

Baca Selengkapnya

Hasyim Asy'ari Dipecat karena Kasus Asusila, Puan Sebut DPR akan Evaluasi Proses Seleksi KPU

11 jam lalu

Hasyim Asy'ari Dipecat karena Kasus Asusila, Puan Sebut DPR akan Evaluasi Proses Seleksi KPU

Menurut Puan, DPR harus melakukan evaluasi terhadap proses seleksi KPU usai kasus yang menjerat Hasyim Asy'ari

Baca Selengkapnya

Kompromi soal Kaesang, PDIP Dinilai Capek Lawan Jokowi

12 jam lalu

Kompromi soal Kaesang, PDIP Dinilai Capek Lawan Jokowi

PDIP disebut ingin menjaga prospek bekerja sama dengan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka - putra Jokowi.

Baca Selengkapnya

Ditunjuk Jadi Plt Ketua KPU, Mochammad Afifuddin: Innalillahi Wainailaihi Rojiun

12 jam lalu

Ditunjuk Jadi Plt Ketua KPU, Mochammad Afifuddin: Innalillahi Wainailaihi Rojiun

Mochammad Afifuddin menanggapi penunjukannya sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU RI

Baca Selengkapnya

Mochammad Afifuddin Ditunjuk Sebagai Plt Ketua KPU Pengganti Hasyim Asy'ari

13 jam lalu

Mochammad Afifuddin Ditunjuk Sebagai Plt Ketua KPU Pengganti Hasyim Asy'ari

KPU menunjuk Mochammad Afifuddin sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU RI pengganti Hasyim Asy'ari

Baca Selengkapnya