Pakar Nilai Usul Revisi UU Kementerian Negara Kontradiktif dan Sarat Politis

Rabu, 8 Mei 2024 13:23 WIB

Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu 24 April 2024. KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah Pakar Hukum Tata Negara menyoroti usul Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara atau APHTN-HAN, ihwal revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah, mengatakan usulan tersebut inkonsistensi dengan sikap APHTN-HAN pada Konferensi Nasional ke-6 di Jakarta yang mengusulkan agar dilakukan evaluasi pembentukan kabinet. Salah satunya dengan mengurangi jumlah Kementerian yang ada.

Saat Konferensi Nasional di Jakarta, Herdiansyah mengatakan APHTN-HAN mengusulkan agar Kementerian Koordinator dihapus. Sebab, dari sudut pandang konstitusi dan Undang-Undang Kementerian Negara merupakan Kementerian yang sebenarnya tidak ada kewajiban untuk dibentuk.

“Jika usulannya menambah jumlah Kementerian, tentunya ini menjadi kontradiktif,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Mei 2024.

Adapun Sekretaris Jenderal APHTN-HAN, Bayu Dwi Anggono, mengatakan usulan untuk merevisi Undang-Undang Kementerian Negara merupakan rekomendasi pengurus APHTN-HAN saat menghelat Konferensi Nasional di Batam. Rekomendasinya, APHTN-HAN diharapkan dapat berfokus pada upaya penyelesaian pelbagai masalah dalam proses pembentukkan kabinet presidensil di Indonesia, tidak hanya pada isu tata kelola penyelenggaraan pemilihan umum saja.

Advertising
Advertising

Dalam kajian tersebut, Bayu melanjutkan, APHTN-HAN juga mengusulkan agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Kementerian Negara. Sebab, urusan pemerintahan yang disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 belum semua diatur pada Undang-Undang tersebut. Misalnya, urusan pajak dan penerimaan negara, urusan jaminan sosial, urusan perbatasan dan pulau-pulau terluar, urusan perlindungan masyarakat hukum adat, maupun urusan pangan.

Belum diaturnya urusan tersebut, menurut Bayu, menyebabkan beberapa urusan yang terdapat di pemerintahan saat ini belum ada nomenklaturnya di kementerian. Apalagi Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur ihwal jumlah kementerian. Artinya, jumlah kementerian menjadi ranah pembentuk Undang-Undang untuk menentukannya. "Kami rekomendasikan penambahan jumlah Kementerian antara 34 - 41," ujarnya.

Beberapa rekomendasi pembentukan kementerian baru, antara lain Kementerian Pangan Nasional; Kementerian Perpajakan dan Penerimaan Negara; Kementerian Pengelolaan Perbatasan dan Pulau Terluar; dan Kementerian Kebudayaan.

Herdiansyah Hamzah mempertanyakan alasan dasar dari usul APHTN-HAN ihwal penambahan jumlah Kementerian ini. Misalnya, ihwal Kementerian Perpajakan dan Kementerian Negara, hal ini tidak mesti dilakukan. Sebab, merupakan bagian integral dari Kementerian Keuangan. Apalagi, usul pembentukan Kementerian ini juga sempat dinyatakan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto apabila terpilih menjadi Presiden 2024-2029. “Pertanyaanya apakah ini kebetulan. Ini perlu dijelaskan,” kata dia.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, berpendapat serupa. Menurut dia, penambahan jumlah Kementerian yang masih merupakan bagian integral dari Kementerian yang ada saat ini tidak memiliki urgensi untuk direalisasikan. "Jadi tidak aneh jika ini dipandang sarat politis," kata Yance.

Usulan untuk menambah jumlah Kementerian dengan merujuk pada nomenklatur, Yance melanjutkan, mesti dilakukan secara empiris dan tidak melihat dari kacamata tekstual saja. Namun, juga melihat dari segi permasalahan riil yang dihadapi Kementerian hari ini.

Usulan menjadi sarat politis karena mencuat pada masa-masa perumusan kabinet pemerintahan baru, yaitu kabinet Prabowo-Gibran. Apalagi secara bentuk, kabinet Prabowo-Gibran berasal dari embrio koalisi gemuk yang berisikan banyak partai politik.

Masalahnya, dengan banyaknya partai politik yang mendukung. Maka akan semakin banyak kursi pos di pemerintahan yang diperlukan. “Tidak aneh jika ini nantinya dipandang berkelindan dengan konflik kepentingan penguasa,” ucap Yance.

Pilihan Editor: Hujan Kritik, Wacana Tambah Pos Kementerian di Kabinet Prabowo

Berita terkait

Harian Israel Dimusuhi Pemerintah Netanyahu, Sebut Palestina sebagai Pejuang Kemerdekaan

18 jam lalu

Harian Israel Dimusuhi Pemerintah Netanyahu, Sebut Palestina sebagai Pejuang Kemerdekaan

Kementerian Israel mengumumkan penangguhan hubungan dengan Haaretz, setelah penerbit harian itu menyebut warga Palestina pejuang kemerdekaan

Baca Selengkapnya

Airlangga Bahas Anggaran Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2025, Sisa Tahun Gunakan Anggaran Lama

2 hari lalu

Airlangga Bahas Anggaran Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2025, Sisa Tahun Gunakan Anggaran Lama

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengundang Wamenkeu Suahasil Nazara serta Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi.

Baca Selengkapnya

Airlangga Sebut Belum Ada Penambahan Anggaran Kantor untuk Kementerian Baru: Sementara Sesuai Pagu

4 hari lalu

Airlangga Sebut Belum Ada Penambahan Anggaran Kantor untuk Kementerian Baru: Sementara Sesuai Pagu

Menko Airlangga mengatakan belum ada penambahan anggaran untuk kantor kementerian baru, masih sesuai dengan pagu yang ditetapkan dalam APBN 2024

Baca Selengkapnya

Profil Teuku Riefky Harsya, Wajah Baru di Kementerian Prabowo

5 hari lalu

Profil Teuku Riefky Harsya, Wajah Baru di Kementerian Prabowo

Pria kelahiran Jakarta, 28 Juni 1972 itu menyatakan bahwa ia bisa menjamin sinergitas di antara kementerian yang ia pimpin dengan Kementerian Pariwisata yang merupakan pecahan lain dari Kemenparekraf.

Baca Selengkapnya

Nomenklatur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Pemerintahan Prabowo di Bawah Dua Kemenko Berbeda

5 hari lalu

Nomenklatur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Pemerintahan Prabowo di Bawah Dua Kemenko Berbeda

Kementerian Pariwisata era Prabowo di bawah Menko Perekonomian, sedangkan Kementerian Ekonomi Kreatif Menko Pemberdayaan Masyarakat.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Mulai Cari Kantor untuk Kementerian di Kabinet Prabowo

8 hari lalu

Sri Mulyani Mulai Cari Kantor untuk Kementerian di Kabinet Prabowo

Setelah resmi ditunjuk sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani mulai bekerja, termasuk mempersiapkan kantor-kantor bagi kementerian baru.

Baca Selengkapnya

CSIS soal Prabowo Ajak Partai Gurem Masuk Kabinet: Tak Ingin Ada yang Ganggu Stabilitas Politik

8 hari lalu

CSIS soal Prabowo Ajak Partai Gurem Masuk Kabinet: Tak Ingin Ada yang Ganggu Stabilitas Politik

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai Prabowo ingin stabilitas politik selama dia berkuasa.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Restrukturisasi Rencana Anggaran Menyusul Kabinet Gemuk Prabowo: Harus Segera Diselesaikan

9 hari lalu

Sri Mulyani Restrukturisasi Rencana Anggaran Menyusul Kabinet Gemuk Prabowo: Harus Segera Diselesaikan

Sri Mulyani akan mengubah Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) secepat mungkin.

Baca Selengkapnya

Prabowo Tugaskan Kementerian Berbenah dalam Waktu Tiga Bulan

10 hari lalu

Prabowo Tugaskan Kementerian Berbenah dalam Waktu Tiga Bulan

Airlangga Hartarto mengatakan masa transisi untu pembenahan struktur kementerian di Kabinet Prabowo akan berlangsung dalam waktu tiga bulan

Baca Selengkapnya

Kementerian Bertambah, Menkeu Sri Mulyani Rombak Rencana Kerja Anggaran K/L

10 hari lalu

Kementerian Bertambah, Menkeu Sri Mulyani Rombak Rencana Kerja Anggaran K/L

Sri Mulyani merombak Rencana Kerja Anggaran K/L dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sisa tahun anggaran 2024 dan 2025 karena kementerian baru

Baca Selengkapnya