Pakar Politik Universitas Udayana: Dissenting Opinion Hakim MK Alasan Strategis Gulirkan Hak Angket

Sabtu, 27 April 2024 07:45 WIB

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte menyebut hak angket jadi opsi yang kurang menguntungkan apabila dipaksakan. Namun dissenting opinion hakim konstitusi lalu bisa jadi alasan strategis untuk mempengaruhi pengguliran Hak Angket ke depannya.

Sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 telah digelar beberapa hari lalu di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Menurut MK, permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Meski demikian, beberapa partai politik hingga kini nampaknya masih terus membahas tentang pengguliran Hak Angket di DPR. Ada pun Partai Nasdem yang menyebut hak angket sudah tak relevan, sementara Partai PDIP masih tetap pada pendiriannya untuk mendalami Hak Angket.

Melihat hal tersebut, Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte pun menilai bahwa hak angket seharusnya sudah dijalankan jauh-jauh hari sebelum pembacaan putusan MK. Sehingga, menurutnya jika masih akan dilanjutkan, hanya menjadi opsi yang kurang menguntungkan bagi partai politik.

Berkaca pada kondisi saat ini, para elit politik lebih fokus pada dinamika rekonsiliasi dan menunggu jatah alokasi distribusi kekuasaan pasca-pemilu. Maka, Efatha menilai opsi hak angket lebih cenderung dihindari.

Advertising
Advertising

"Saya melihat bahwa elit parpol sudah setengah hati dan mungkin telah berdiri pada dua kaki, bisa saja cenderung memilih langkah yang meminimalisir konflik relasional dan memperkuat stabilitas serta posisi politik," ujar Efatha ketika dihubungi oleh Tempo.co, pada Jumat, 26 April 2024.

Lebih lanjut, menurut Efatha pengguliran hak angket yang dipaksakan ini ditakutkan justru malah memperlemah kredibilitas partai politik karena dianggap hanya sebagai langkah ekspresi ketidakpuasan, bukan sebagai upaya substantif untuk mengoreksi keadilan dan memperbaiki kesalahan pemilu.

Di sisi lain, ia melihat adanya dissenting opinion dalam sidang Hasil Sengketa Pilpres 2024 beberapa waktu lalu menjadi poin menarik yang bisa mempengaruhi Hak Angket.

Sebagaimana diketahui, tiga orang hakim konstitusi yang terdiri atas Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbainingsih, dan Hakim KonstitusiArief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang Hasil Sengketa Pilpres 2024.

Efatha menyebut pendapat yang berbeda dari ketiga hakim konstitusi ini bisa diinterpretasikan sebagai prosesi refleksi hukum yang esensial, yang pada akhirnya berkontribusi pada proses kepastian hukum.

Proses reflektif ini dinilai menguatkan prinsip keadilan dengan memastikan bahwa semua sudut pandang dipertimbangkan secara menyeluruh, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil dari pertimbangan yang komprehensif dan mendalam.

"Dengan demikian dissenting opinion bukan hanya menandai perbedaan pendapat, tetapi juga merupakan alat penting dalam proses pencapaian keputusan yang lebih adil dan matang, yang berdampak untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas dan legitimasi sistem peradilan," ujarnya.

Ia menambahkan, dissenting opinion dapat dipoles dan menjadi alasan yang sangat strategis jika digunakan dengan cerdik dalam konteks yang tepat.

"Melalui cara-cara yang efektif, dissenting opinion bisa dipresentasikan sebagai bukti dari adanya 'ketidakadilan' atau 'kekeliruan' besar dalam sistem peradilan, sehingga memicu simpati publik untuk mendorong tindakan hak angket atau proses hukum lainnya digulirkan," ujar Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana itu.

Menurutnya, jika digunakan sebagai percobaan untuk merubah arah angin hasil pemilu maka hak angket tidak relevan. Namun bisa jadi lebih efektif dengan memanfaatkannya sebagai pembalasan dari perebutan kekuatan untuk memperkuat legitimasi dari pertarungan pilkada serentak yang akan mendatang.

Adapun hal-hal yang tetap harus diperhatikan, kata Efatha, ketika nantinya dissenting opinion secara strategis dimanfaatkan untuk memajukan agenda politik, bisa saja terjadi pergeseran dalam cara masyarakat memandang keputusan pengadilan, dari yang melihatnya sebagai institusi independen dan netral malah menjadi lembaga yang terpolarisasi dan partisipan politik.

Pilihan Editor: Pakar Polirik Universitas Udayana Soal Putusan MK: Prosedur Hukum yang Robust, Apa Artinya?

Berita terkait

Respons Maruarar Sirait soal Tawaran Kursi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

11 jam lalu

Respons Maruarar Sirait soal Tawaran Kursi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Maruarar Sirait menyatakan mendukung Jokowi dan Prabowo bukan karena menteri, tapi percaya mereka orang yang baik dan benar.

Baca Selengkapnya

Bamsoet dan Maruarar Gagas Rekonsiliasi Nasional, Akan Pertemukan Anies, Prabowo dan Ganjar

12 jam lalu

Bamsoet dan Maruarar Gagas Rekonsiliasi Nasional, Akan Pertemukan Anies, Prabowo dan Ganjar

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyebut akan membuat acara rekonsiliasi nasional untuk mempertemukan para calon presiden pada pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

TKD Prabowo-Gibran Aceh Syukuran Kemenangan: Tidak Terlalu KO Kita

14 jam lalu

TKD Prabowo-Gibran Aceh Syukuran Kemenangan: Tidak Terlalu KO Kita

Pasangan Prabowo-Gibran mendapatkan 27 persen suara di Aceh, pada Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Disebut Dukung Ide Koalisi Gagasan untuk Bangun Bangsa

1 hari lalu

Anies Baswedan Disebut Dukung Ide Koalisi Gagasan untuk Bangun Bangsa

Co-Founder Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto Samirin, menyebut Anies Baswedan menyetujui ide soal koalisi gagasan.

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Sebut Revisi UU MK Bikin Hakim Konstitusi Tak Independen

1 hari lalu

Ketua MKMK Sebut Revisi UU MK Bikin Hakim Konstitusi Tak Independen

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan revisi UU MK bisa membuat hakim konstitusi tidak independen. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Soroti Evaluasi Hakim di Revisi UU MK: Di Seluruh Dunia Tak Ada Ketentuan Itu

2 hari lalu

Ketua MKMK Soroti Evaluasi Hakim di Revisi UU MK: Di Seluruh Dunia Tak Ada Ketentuan Itu

Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, menyoroti Pasal 23A yang memuat evaluasi hakim konstitusi dan disisipkan dalam revisi UU MK.

Baca Selengkapnya

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana Kritik RUU Penyiaran: Harus Ada Sensitivitas Kemerdekaan Pers

2 hari lalu

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana Kritik RUU Penyiaran: Harus Ada Sensitivitas Kemerdekaan Pers

Menanggapi RUU Penyiaran inisiatif DPR tersebut, Amanda mengungkapkan terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca Selengkapnya

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

2 hari lalu

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

Prabowo menemui PM Qatar dan Presiden UEA, sekaligus memperkenalkan Gibran. Berikut rekaman momen peristiwanya.

Baca Selengkapnya

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

3 hari lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Djarot PDIP Sebut RUU MK Sisi Gelap Kekuasaan

3 hari lalu

Djarot PDIP Sebut RUU MK Sisi Gelap Kekuasaan

Politikus PDIP Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan kekhawatirannya soal RUU MK yang telah disahkan di tingkat 1 dan selangkah lagi disahkan jadi UU.

Baca Selengkapnya