Para Pakar Pernah Ingatkan Ini ke MK soal Menteri Jokowi Jadi Saksi di Sidang Pilpres
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 1 April 2024 19:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan untuk memanggil empat menteri di kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres 2024) pada Jumat, 5 April 2024 mendatang.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, pernah mengingatkan ini kepada MK.
Herdiansyah awalnya mengatakan, Hakim Konstitusi dapat memanggil paksa menteri untuk bersaksi di sidang PHPU Pilpres. Jika menteri Jokowi menolak bersaksi setelah diminta hakim MK, katanya, bisa dikenakan pidana.
Herdiansyah menjelaskan, dalam hukum acara ada prinsip actori in cumbit onus probandi, yakni orang yang mendalilkan yang harus membuktikan.
“Tetapi dalam pembuktian di Mahkamah Konstitusi, majelis hakim bisa bertindak sebagai pihak yang dapat menghadirkan saksi untuk didengar kesaksiannya di hadapan peradilan,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Sabtu, 30 Maret 2024.
Sehingga menteri yang menolak hadir saat dipanggil secara patut oleh MK, lanjut Herdiansyah, bisa dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap peradilan (contempt of court). Bahkan, kata Herdiansyah, menteri bisa dikenakan pidana.
“Ini juga sekaligus menunjukkan pembangkangan terhadap hukum. Kan lucu kalau seorang menteri justru tidak patuh terhadap hukum,” tutur dia.
Terkait prosedur teknis pemanggilan, Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan, pemohon bisa mengajukan surat tertulis untuk meminta majelis hakim menghadirkan menteri.
“Tinggal nanti Mahkamah mengabulkan atau tidak. Biasanya nanti akan dinilai seberapa penting kesaksian itu dan didengarkan di persidangan,” kata Charles.
Charles mengatakan tidak ada pihak manapun yang bisa melarang menteri atau pejabat institusi untuk hadir di persidangan, bahkan presiden sekalipun. Menurut Charles, pihak yang melarang bisa terancam pasal perintangan peradilan atau obstruction of justice.
“Ada hukum pidana kalau orang yg disuruh hadir dilarang jadi saksi. Kalau atasan melarang bawahannya bersaksi itu sama saja mengintimidasi saksi pakai cara-cara formal,” kata Charles.