Komnas HAM Sebut Paling Banyak Terima Laporan Kekerasan terhadap Jurnalis
Reporter
Antara
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Jumat, 29 Maret 2024 10:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan selama 2018 hingga 2024 menerima laporan dari jurnalis paling banyak terkait dengan kekerasan.
"Saya ambil data dari 2018 sampai 2024. Jadi, yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM terkait dengan kekerasan, baik itu verbal maupun fisik," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024.
Uli menjelaskan sejak 2018 pelaporan mengenai kekerasan terdapat sebanyak tujuh kasus, meliputi ancaman verbal sebanyak lima kasus dan penyiksaan ada dua kasus. Sementara itu, Uli menyebut terdapat lima kasus pelaporan terkait dengan pencemaran nama baik.
"Terkait dengan penggunaan pasal pencemaran nama baik, baik di KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun UU ITE (Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) itu ada lima kasus. Jadi, dua kategori itu yang banyak diajukan ke Komnas HAM," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa Komnas HAM telah merespons pelaporan dari para jurnalis tersebut. Salah satunya, kata dia, dengan membuat sejumlah standar atau panduan.
"Karena jurnalis bagian dari pembela HAM, jadi kami sudah menerbitkan standar tentang pembela HAM, termasuk di dalamnya ada jurnalis, semacam panduan. Jadi, panduan ini kami informasikan ke kepolisian dan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya," katanya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa Komnas HAM juga membuat standar tentang hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Jadi, tadi penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik yang sewenang-wenang itu biar enggak multitafsir kami coba membuat pedomannya seperti itu," jelasnya.
Walaupun demikian, ia mengatakan bahwa Komnas HAM juga merekomendasikan pendekatan keadilan restoratif untuk kasus pencemaran nama baik yang ditujukan kepada jurnalis.
"Kami merekomendasikan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice di kepolisian, dan kemudian dikoordinasikan pendekatan ke Dewan Pers terkait dengan aduan kode etik, hak jawab, dan segala macam," katanya.
Ia melanjutkan, "jadi, kami menunggu dulu rekomendasi dari Dewan Pers. Kemudian, Komnas HAM mencoba melihat dari aspek lainnya, yaitu kebebasan berpendapat dan berekspresi, dan juga sebagai pembela HAM."
<!--more-->
Sebelumnya, Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix merilis Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, yang disebut mencapai angka sebesar 59,8 dari 100 atau termasuk kategori agak terlindungi.
Pengambilan data Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 dilakukan dengan menggunakan metode campuran, yakni kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data dilakukan mulai 1 Januari 2024 hingga 13 Februari 2024.
Pada metode kuantitatif, dilakukan survei terhadap 536 responden dari jurnalis aktif, dan juga data kuantitatif lain berasal dari data sekunder yang dikumpulkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk bahan faktor koreksi, yakni data aktual kekerasan terhadap jurnalis selama 2019-2023.
Untuk metode kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terpumpun, dan juga wawancara mendalam kepada beberapa pemangku kepentingan.
Adapun margin of error atau toleransi kesalahan tidak diatur dan terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari sekali atau multiple answered.
Pengambilan data kuantitatif dilakukan terhadap jaringan-jaringan jurnalis yang disebar di tempat liputan atau ruang media untuk mendapatkan keterwakilan setiap wilayah.
Pengambilan data kualitatif di wilayah Jawa menggunakan jaringan aliansi AJI atau asosiasi jurnalis lainnya, sedangkan di luar Jawa, data diambil berdasarkan pengelompokan wilayah.
Pilihan Editor: Di sidang MK Bawaslu Akui Terima Laporan Jokowi Bagi Bansos di Dekat Spanduk Prabowo-Gibran, tapi...