Anies Baswedan dan Ganjar Sepakat Ajukan Hak Angket DPR Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Ini Aturannya
Reporter
Rachel Farahdiba Regar
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 21 Februari 2024 19:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ganjar Pranowo mengajukan hak angket kepada DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Jika DPR tidak siap dengan hak angket, Ganjar mendorong penggunaan hak interpelasi atau rapat kerja. Ia juga menunjukkan ribuan pesan yang masuk ke telepon selulernya terkait dugaan kecurangan tersebut. Ia pun mengatakan, DPR tidak boleh membiarkan ketelanjangan dugaan kecurangan Pemilu 2024.
“Tapi kalau ketelanjangan ditunjukkan dan masih diam, fungsi kontrol gak ada. Kalau saya, yang begini mesti diselidiki. Dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” ujar Ganjar, pada 15 Februari 2024.
Pengajuan hak angket terkait kecurangan Pemilu 2024 yang dilakukan Ganjar disetujui Anies Baswedan. Menurut Anies, hak angket akan membuka peluang dugaan kecurangan Pemilu 2024 dapat berproses lebih lanjut hingga DPR. Timnas AMIN pun siap terlibat bersama untuk memberikan data-data penunjang.
“Ketika kita mendengar akan melakukan (hak angket) kami melihat itu ada inisiatif yang baik,” kata Anies, pada 20 Februari 2024.
Anies berujar proses hak angket di DPR bisa dilakukan dengan adanya inisiatif tersebut. Dia menyatakan pihak Koalisi Perubahan memiliki bukti-bukti yang siap disampaikan untuk mendukung proses itu.
"Kami siap dengan data-datanya dan di bawah kepemimpinan fraksi terbesar saya yakin partai Koalisi Perubahan siap untuk menjadi bagian dari itu," kata eks Gubernur DKI Jakarta.
Aturan Hak Angket
Mengacu dpr.go.id, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah berhubungan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Darul Huda Mustaqim dalam Jurnal Hukum Badamai (2019), pengertian menyelidiki yang dimaksud dalam hak angket DPR tidak dapat disamakan secara keseluruhan dengan penyelidikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebab, DPR tidak memiliki kewenangan melakukan tindakan paksa, seperti penangkapan, meminta berhenti, mengambil sidik jari, memotret orang, atau membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
DPR memiliki hak dan kewenangan dalam melakukan penyelidikan terkait kepemilikan hak angket, yaitu:
- Meminta keterangan pemerintah, badan hukum, saksi, organisasi profesi, saksi, pakar, dan/atau pihak terkait.
- Melakukan sumpah terhadap saksi atau ahli yang berusia 16 tahun.
- Melaksanakan penuntutan terhadap saksi atau pakar yang lalai melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.
- Memaksa saksi atau pakar datang memenuhi panggilan dengan bantuan Polri atau Kejaksaan.
- Melaksanakan penahanan kepada saksi atau ahli yang membangkang melalui ketua pengadilan negeri.
- Memeriksa surat-surat yang disimpan pegawai kementerian.
- Melaksanakan penyitaan dan/atau menyalin surat, kecuali berisi rahasia negara melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.
Saat menggunakan hak angket, DPR perlu memperhatikan beberapa syarat sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR. Berdasarkan Pasal 1 dalam aturan tersebut, usul untuk menyelenggarakan angket harus diajukan tertulis oleh minimal 10 orang anggota DPR. Putusan untuk mengadakan angket ditetapkan dalam suatu rapat terbuka DPR yang digelar usai usul dibicarakan dalam seksi atau seksi-seksi bersangkutan. Putusan tersebut juga memuat perumusan teliti terkait hal yang akan diselidiki.
Adapun, segala pemeriksaan panitia angket harus dilaksanakan dalam rapat tertutup. Setiap anggota panitia angket diwajibkan juga untuk merahasiakan keterangan-keterangan yang didapatkan dari penyelidikan terkait hak angket.
RACHEL FARAHDIBA R | MELYNDA DWI PUSPITA I SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Politikus PDIP Sebut Hak Angket DPR yang Bisa Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024