Cawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK
Reporter
Ananda Bintang Purwaramdhona
Editor
Nurhadi
Rabu, 17 Januari 2024 09:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Mahfud Md. berkomitmen untuk mengembalikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) ke kondisi sebelum mengalami revisi.
“Agenda kami pertama nanti ubah UU KPK kembalikan ke yang lama dengan proses seleksi yang tidak usah terlalu banyak melibatkan DPR. Objektif saja," kata dia saat Bedah Gagasan dan Visi Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sabtu , 13 Januari 2024.
Sejarah KPK
KPK terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dilansir dari situs resminya, KPK diberi tugas untuk mengatasi korupsi dengan pendekatan yang profesional, mendalam, dan berkelanjutan.
Dikutip dari fahum.umsu.ac.id, pembicaraan tentang KPK telah muncul sejak era kepemimpinan Presiden BJ Habibie. Saat itu, pemerintahan Habibie menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 sebagai upaya untuk membentuk negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Walaupun pada permulaannya terdapat lembaga seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Ombudsman yang bertugas mengawasi korupsi, namun dianggap bahwa lembaga-lembaga tersebut kurang efektif.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) dibentuk di bawah kepemimpinan Hakim Agung Andi Andojo, tetapi akhirnya dibubarkan oleh Mahkamah Agung. KPK baru didirikan pada 2002 saat masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Kepemimpinan KPK terdiri dari lima anggota, termasuk ketua dan empat wakil ketua yang juga bertindak sebagai anggota. Mereka pejabat negara yang mewakili unsur pemerintahan dan masyarakat. Dalam proses pengambilan keputusan, kepemimpinan KPK bersifat kolektif dan kolegial.
Independensi KPK mulai goyang pada Agustus 2017. Saat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku diintervensi Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Di akhir masa kepemimpinan Agus, KPK kembali digoyang dengan pembahasan revisi Undang-Undang KPK.
Melalui revisi UU KPK yang telah disahkan pada 17 September 2019, KPK kemudian berada di bawah rumpun eksekutif dan status pegawainya menjadi pegawai negeri. Menurut mantan Ketua KPK Abraham Samad, penempatan KPK di bawah eksekutif tidak sejalan dengan prinsip lembaga antikorupsi yang independen.
ADIL AL HASAN | MAJALAH TEMPO
Piiihan Editor: KPK Lakukan 8 Kali Operasi Tangkap Tangan Sepanjang 2023