Dosen Komunikasi Politik UNY: Gimik Politik Tak Lebih untuk Political Branding
Reporter
Reno Eza Mahendra
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 3 Desember 2023 19:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Fikri Disyacitta, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebut penggunaan gimik dalam kampanye politik merupakan hal yang lumrah atau sah. Lebih lanjut, Fikri menyebutkan alasan penggunaan gimik dalam kampanye politik yang semakin luas digunakan tersebut merupakan upaya membangun political branding.
“Sah-sah saja (penggunaan gimik dalam kampanye politik), hal tersebut kan dapat dilihat sebagai upaya membangun political branding,” ujar Fikri saat dihubungi Tempo.co melalui chat WhatsApp pada Sabtu, 2 Desember 2023.
Lebih lanjut, selain karena merupakan upaya untuk membangun political branding, penggunaan gimik dalam kampanye politik menjadi hal yang wajar dan lumrah karena terdapat pergeseran dari media konvensional ke budaya media sosial. Menurut Fikri, awalnya budaya media konvensional menuntut untuk membaca keseluruhan, lalu bergeser ke budaya media sosial yang menyampaikan informasi secara ringkas dan penuh ilustrasi.
“Awalnya kan media konvensional seperti koran menuntut kita untuk membaca keseluruhan isi agar paham dengan konteks yang disampaikan. Namun dengan pergeseran ke budaya media sosial, semuanya menjadi serba ringkas dan penuh ilustrasi, hal tersebut yang membuat gimik dalam kampanye politik, semakin luas digunakan,” ujar Fikri.
Selain itu, dalam budaya media sosial, menurut Fikri, audiens lebih familiar dengan penggunaan istilah seperti “gemoy”, “slepet sarung”, hingga penggunaan gesture dari adegan film layar lebar lebih mudah diingat daripada pemaparan program masing-masing pasangan calon.
Dikritik Banyak Pihak
Sebelumnya, gimik gemoy yang digunakan oleh tim Prabowo Subianto dalam kampanye politik mendapatkan kritik dari Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Surya Tjandra. Lebih lanjut, menurut Surya, kampanye gimik semacam itu sangat berbahaya lantaran bersifat manipulatif dan menjauhkan audiens dari kondisi riil.
Selain itu, kritik juga disampaikan oleh Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, yakni Sohibul Iman yang menyebut bahwa cap gemas asoy atau gemoy dan santuy dinilai tidak sehat. Hal tersebut turut dibenarkan oleh Jazilul Fawaid selaku Asisten Pelatih Timnas Anies-Cak Imin atau AMIN yang turut menegaskan pernyataan dari Sohibul Iman tentang penggunaan gimik gemoy dan santuy untuk meraup suara pada Pemilu 2024.
“Ya itu yang faktanya, bukan nyindir. Fakta cuma ngasih tahu aja,” terang Jazilul, di KPU, Jakarta, Senin, 27 November 2023.
Lebih lanjut, seperti dilansir dari Koran Tempo edisi 28 November 2023 lalu, Wijayanto selaku Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial atau LP3ES menjelaskan bahwa kontestasi pemilihan presiden edisi kali ini minim substansi. Hal tersebut dapat dilihat dari visi dan misi yang disampaikan oleh masing-masing pasangan calon.
Sementara itu, menurut Wijayanto, dalam kampanye tertutup yang dilakukan di media sosial atau ruang digital, Wijayanto menyebut bahwa ketiga pasangan telah menggunakan dan mereplikasi gimik tertentu dengan kadar yang berbeda. Lebih lanjut, kadar gimik tertinggi berada di Prabowo yang menggunakan tarian gemoy untuk menggambarkan bahwa dirinya merupakan sosok yang menggemaskan.
Pilihan Editor: Soal Gimik Gemoy TPN Prabowo-Gibran, Begini Kata Ganjar dan Timnas AMIN