Tantangan Jakarta Menjadi Kota Global
Kamis, 26 Oktober 2023 17:53 WIB
INFO NASIONAL - Status ibu kota negara tak akan lagi disandang Jakarta pasca-pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Pemindahan tersebut mengubah orientasi pembangunan Jakarta menjadi global city.
Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan, Jakarta masih menghadapi sejumlah tantangan untuk mencapai status sebagai kota global. Hal ini menjadi pekerjaan rumah untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta, supaya memahami betul arah Jakarta setelah tak lagi berstatus sebagai ibu kota negara.
“Kemungkinan DKI Jakarta nanti namanya bisa menjadi Daerah Khusus Jakarta atau Daerah Khusus Ekonomi Jakarta. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) bisa menjelaskan arah DKI. Tetapi, saya minta, semua ASN bisa memahami apa itu pengertian dari Jakarta Menuju Kota Global,” ujar Heru dalam diskusi yang diadakan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta bertajuk “Menuju Jakarta Global City” beberapa waktu lalu.
Sejumlah tantangan yang dipaparkan Pj Gubernur Heru terkait arah Jakarta untuk menjadi kota global berangkat dari indikator yang dikeluarkan oleh Global City Index (GCI) Kerney. Indikator kelayakan sebuah kota disebut sebagai kota global berkaitan dengan business activity, human capital, information exchange, cultural experience, serta political engagement.
Dalam konteks Jakarta kini, beberapa indikator tersebut masih memiliki gap. Contohnya dalam indikator business activity di mana kota global minimal memiliki lebih dari sepuluh perusahaan yang masuk dalam daftar 500 perusahaan papan atas dunia. Sejauh ini Jakarta baru memiliki satu perusahaan, yaitu Pertamina, yang terdaftar sebagai perusahaan top di dunia.
Indikator lainnya, seperti human capital mensyaratkan kota global harus memiliki universitas bertaraf internasional yang berdasarkan pada pemeringkatan seribu universitas terbaik di dunia. Selain itu, lulusan perguruan tinggi harus mencapai 50 persen dari jumlah populasi kota.
Adapun Jakarta saat ini baru memiliki satu universitas yang masuk dalam pemeringkatan global, yaitu Universitas Indonesia (UI) di peringkat 1.001-1.200. Kemudian proposi lulusan diploma dan sarjana di Jakarta juga baru menyentuh angka 14,9 persen dari total populasinya.
Sedangkan indikator-indikator lain terkait arus pertukaran informasi yang baik di sebuah kota global juga masih harus dipenuhi Jakarta. Dalam bidang kebudayaan pun kota global seminimal mungkin harus memenuhi target wisatawan internasional per tahun sejumlah 30 juta orang, selain memiliki pusat kebudayaan dalam bentuk museum sebanyak 240 buah.
Indikator-indikator untuk menyebut sebuah kota sebagai global city ini berhubungan erat dengan kenyamanan warga untuk tinggal di sana. Karena itu, Heru menyampaikan, pembangunan Jakarta ke depan, dari infrastruktur hingga transportasi, harus semakin komplet. Di samping itu, ia mengimbau untuk menjaga pertumbuhan investasi di Jakarta.
“Kota-kota di dunia itu dinilai, warganya nyaman atau tidak tinggal di sebuah kota, infrastrukturnya, ruang terbuka hijau berkembang tidak, pertumbuhan investasi, pengaruh ekonomi terhadap Indonesia bagaimana. Ini sudah ada di Jakarta, tinggal kita mempertahankan itu,” tutur Heru.
Tantangan Jakarta untuk memenuhi indikator-indikator sebagai kota global berhubungan erat dengan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta. Hal ini dipaparkan oleh pengamat Djohermansyah Djohan dalam diskusi bertema “IKN Mengubah Status DKI, Lantas Bagaimana Status Jakarta” di Media Center DPR RI, Selasa, 17 Oktober 2023.
"Kalau kita bikin undang-undang tentang Jakarta sebagai kota global pusat ekonomi dan bisnis, maka tidak memadai kewenangan-kewenangan yang dimiliki Jakarta," kata Djo sebagaimana dimuat dalam tempo.co.
Bagi Djo, jika orientasi Jakarta dijadikan kota global sebagai pusat ekonomi dan bisnis, kewenangan yang dimiliki Jakarta hari ini tidak memadai untuk itu. Karena itu, ia menganjurkan pemerintah pusat untuk menambah kewenangan Pemda ke depan. Selain itu, Djo juga menyarankan proses penguatan secara kelembagaan maupun sumber daya manusia birokrasi serta dana kekhususan Jakarta.
Djo juga menganjurkan pembangunan kawasan metropolitan dan memperkuat kebudayaan Betawi sebagai budaya asli Jakarta. Hal ini untuk menopang kepemilikan fiskal di Jakarta.
Terakhir, ia menganjurkan perubahan politik dan pemerintahan, khususnya terkait dengan pemilihan gubernur. Ia menjelaskan, kondisi politik Jakarta ke depan harus stabil, guna menunjang iklim ekonomi dan bisnis.
"Yang terakhir, gubernurnya itu setingkat menteri. Jadi dengan begitu, dia dekat dengan Presiden," ucap Djo. (*)