4 Hakim MK Ungkap Alasan Beda Pendapat soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Reporter

Riri Rahayu

Editor

Amirullah

Selasa, 17 Oktober 2023 07:40 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) memimpin sidang permohonan uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang batas usia minimal Capres-Cawapres di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau "dissenting opinion" yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

TEMPO.CO, Jakarta - Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda soal putusan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjadi kepala daerah. Gugatan itu dikabulkan MK dan dibacakan dalam sidang yang digelar pada Senin, 16 Oktober 2023.

Keempat hakim tersebut, yakni Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Arief Hidayat. Berikut rinciannya:

1. Wahiduddin Adams

Hakim konstitusi Wahiduddin menyampaikan belasan pertimbangan. Salah satunya, Wahiduddin menuturkan, pengaturan batasan usia untuk capres cawapres sangat lazim diakukan oleh pembentuk undang-undang. Sebab, jabatan presiden dan wakil presiden secara esensial sangat berbeda dengan jabatan raja/ratu/sultan/kaisar dan lain sebagainya, yang umumnya diangkat pada berapapun usia mereka.

Selain itu, kata Wahiduddin, jika MK mengabulkan permohonan ini, baik seluruhnya maupun sebagian, maka yang sejatinya terjadi dalah Mahkamah melakukan praktik yang lazim dikenal sebagai legislating or governing from the bench tanpa didukung alasan-alasan konstitusional yang cukup.

Advertising
Advertising

"Menimbang bahwa berdasarkan beberapa uraian argumentasi tersebut di atas, saya berpendapat Mahkamah seharusnya menolak permohonan pemohon," kata Wahiduddih, Senin, 16 Oktober 2023, dikutip Tempo dari salinan dokumen putusan MK.

2. Saldi Isra

Hakim konstitusi Saldi Isra menyatakan dirinya menolak permohonan a quo atas perkara 90/PUU-XXI/2023. Hal itu sebagaimana dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. Saldi juga berpandangan bahwa seharusnya mahkamah pun menolak permohonan a quo.

"Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini," kata Saldi.

Sebab, kata Saldi, sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini ia mengalami peristiwa “aneh” yang “luar biasa”. Bahkan, Saldi berujar peristiwa itu dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar.

"Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ucap Saldi.

Adapun sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUUXXI/2023, Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.

"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?" ucap Saldi.

3. Arief Hidayat

Hakim konstitusi Arief Hidayat menuturkan, meski ada beberapa perkara lain yang mempermasalahkan isu sama soal batas usia capres-cawapres, ia berfokus pada kelima perkara a quo. Sebab menurutnya, muara dan inti isu konstitusionalitas yang dibahas berawal dari perkara-perkara a quo, terlebih ketiga perkara a quo, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, telah diperiksa dan diadili dalam sidang pleno secara bersamaan. Sementara Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, merupakan perkara yang relatif baru, namun segera diputus.

"Dari kelima perkara a quo saya merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada kelima perkara a quo yang perlu saya sampaikan," kata Arief. "Karena hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik mana pun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada ideologi Pancasila."

Adapun keganjilan yang disebutkan Arief, yakni penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda; pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim; serta perkara nomor 900/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 91/PUU-XXI/2023 ditarik tetapi tetap dilanjutkan.

Terhadap perkara nomor 90 dan 91, Arief berpendapat pemohon telah mempermainkan marwah lembaga peradilan dan tidak serius dalam mengajukan permohonan. Menurut Arief, seharusnya Mahkamah mengeluarkan ketetapan yang mengabulkan penarikan permohonan a quo dengan alasan pemohon tidak besungguh-sungguh dan profesional dalam mengajukan permohonan.

"Sebagai konsekuensi hukum dari penarikan perkara, maka pemohon tidak dapat melakukan pembatalan pencabutan perkara a quo dan perkara yang telah dicabut atau ditarik tidak dapat diajukan kembali," tutur Arief.

4. Suhartoyo

Hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan dirinya tidak memberikan kedudukan hukum atau legal standing kepada para pemohon atas perkara nomor 29/PPU-XXI/2023 dan 51/PUU-XXI/2023. Alasannya, para pemohon bukan subjek hukum yang berkepentingan langsung untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Sehingga, pemohon tidak relevan memohon untuk memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 untuk kepentingan pihak lain, sebagaimana dalam petitum permohonannya," kata Suhartoyo.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan legal standing kepada pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima'," kata Suhartoyo.

Kabulkan Gugatan Pengagum Gibran

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan syarat capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Putusan atas gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru, itu diketok Ketua MK Anwar Usman pada Senin, 16 Oktober 2023. Almas mengaku sebagai pengagum Gibran.

Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan. "Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar mengatakan, MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya," kata Anwar Usman.

Salah satu hakim MK, Guntur Hamzah mengatakan, pertimbangannya mengabulkan gugatan itu karena beberapa negara telah mengatur batas usia pemimpinnya di bawah 40 tahun. "Tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda, dengan demikian dalam batas penalaran yang wajar usia di bawah 40 tahun dapat saja menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang sederajat atau setara," kata Guntur saat membacakan amar putusannya.

RIRI RAHAYU | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Pilihan Editor: Almas Mahasiswa Penggugat Batas Usia Capres-Cawapres Bantah Ada Kaitan dengan Gibran

Berita terkait

MK Tolak Ubah Syarat Usia Capim KPK, Novel Baswedan: Saya Hormati

12 jam lalu

MK Tolak Ubah Syarat Usia Capim KPK, Novel Baswedan: Saya Hormati

Novel Baswedan menyoroti beberapa poin yang disampaikan Mahkamah Konstitusi dalam putusan tentang syarat usia capim KPK.

Baca Selengkapnya

Respons Novel Baswedan Setelah MK Menolak Gugatan Batas Usia Calon Pimpinan KPK

13 jam lalu

Respons Novel Baswedan Setelah MK Menolak Gugatan Batas Usia Calon Pimpinan KPK

MK menolak gugatan batas usia calon pimpinan KPK. Menutup peluang Novel Baswedan dkk menjadi calon pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

MK Tolak Gugatan Novel Baswedan Soal Syarat Usia Capim KPK, Ini Alasannya

14 jam lalu

MK Tolak Gugatan Novel Baswedan Soal Syarat Usia Capim KPK, Ini Alasannya

Dengan putusan MK tersebut, syarat usia capim KPK tidak berubah.

Baca Selengkapnya

MK Tolak Uji Materi Syarat Usia Minimum Capim KPK dari Novel Baswedan dkk

18 jam lalu

MK Tolak Uji Materi Syarat Usia Minimum Capim KPK dari Novel Baswedan dkk

Syarat usia capim KPK dipastikan tidak berubah. UU KPK tetap mengatur syarat usia capim adalah paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.

Baca Selengkapnya

Pemohon Uji Materi Kotak Kosong Anggap Partai Politik Tak Wakili Kehendak Rakyat

4 hari lalu

Pemohon Uji Materi Kotak Kosong Anggap Partai Politik Tak Wakili Kehendak Rakyat

Mereka meminta kotak kosong berlaku di semua daerah, tak hanya wilayah dengan pasangan calon tunggal.

Baca Selengkapnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terbukti Langgar Kode Etik, Berikut Sejumlah Kontroversinya Termasuk Soal Kaesang

5 hari lalu

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terbukti Langgar Kode Etik, Berikut Sejumlah Kontroversinya Termasuk Soal Kaesang

Dewa KPK putuskan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti lakukan pelanggaran kode etik. Berikut sejumlah kontroversi Ghufron, termasuk soal Kaesang.

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Pernah Jadi Saksi Ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar Sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK

5 hari lalu

Faisal Basri Pernah Jadi Saksi Ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar Sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK

Faisal Basri pernah menjadi saksi ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK. Berikut beberapa pon yang disampaikannya.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Sebut Ingin Dirikan Ormas atau Partai Politik, Ini Syarat Mendirikan Organisasi Massa

11 hari lalu

Anies Baswedan Sebut Ingin Dirikan Ormas atau Partai Politik, Ini Syarat Mendirikan Organisasi Massa

Anies Baswedan gagal maju Pilkada 2024, ia sebut soal kesempatan mendirikan ormas atau partai politik. Apa syarat mendirikan organisasi massa?

Baca Selengkapnya

Ramai Kabar DPR Ingin Evaluasi Posisi MK Usai Aksi Kawal Putusan MK

11 hari lalu

Ramai Kabar DPR Ingin Evaluasi Posisi MK Usai Aksi Kawal Putusan MK

Setelah ramai demo Kawal Putusan MK, DPR usul mengevaluasi MK yang disampaikan Ketua Komisi II DPR dari Golkar, Ahmad Doli Kurnia. Apa maksudnya?

Baca Selengkapnya

Komisi III DPR Tolak Seluruh Calon Hakim Agung, TII: Berpotensi Intervensi Kekuasaan Kehakiman

13 hari lalu

Komisi III DPR Tolak Seluruh Calon Hakim Agung, TII: Berpotensi Intervensi Kekuasaan Kehakiman

Peneliti TII Alvin Nicola menyebut praktik seleksi calon hakim agung yang dipertontonkan DPR berpotensi mengintervensi kekuasaan kehakiman.

Baca Selengkapnya