BPA, dari Sejarah hingga Berujung Pro Kontra

Rabu, 11 Oktober 2023 18:40 WIB

INFO NASIONAL – Penelitian-penelitian mutakhir tentang paparan Bisphenol A atau BPA menemukan hubungan BPA dengan efek kesehatan yang merugikan, termasuk kanker payudara dan prostat, obesitas, problem neurobehavioral, dan kelainan reproduksi. Semua ini menimbulkan perdebatan di kalangan ahli kesehatan dan pembuat undang-undang di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Apakah BPA aman, dan jika tidak, langkah apa yang harus diambil untuk melindungi kesehatan masyarakat?

BPA adalah bahan kimia sintetik yang sudah digunakan dalam produksi plastik sejak dasawarsa 1950-an. Kegunaannya pada banyak produk industri, terutama sebagai resin epoksi dan pembentuk (monomer) polikarbonat atau plastik keras, menjadikan BPA berada di mana-mana: di lingkungan, produk konsumen, dan tubuh manusia.

BPA pertama kali disintesis pada 1891. Edward Charles Dodds, seorang peneliti kesehatan University of London, kemudian mengidentifikasi karakter estrogenik (estrogen adalah hormon seks yang berperan dalam perkembangan dan pengaturan sistem reproduksi) dari BPA pada pertengahan 1930-an saat berupaya mencari estrogen sintetik. Selama beberapa tahun berikutnya, Dodds terus menguji senyawa kimia untuk mencari apa yang kemudian dia sebut sebagai “substansi induk”, suatu zat estrogenik kuat yang dia identifikasi sebagai “dietilstilbestrol” (DES).

Pada tahun 1940-an DES kemudian dijual secara komersial untuk perawatan terapeutik terhadap banyak “masalah” perempuan terkait menstruasi, menopause, mual selama kehamilan, dan untuk pencegahan keguguran. Di sisi lain, produsen daging menyuntik hewan mereka dengan estrogen sintetik untuk meningkatkan produksi daging. Selama 30 tahun, DES diresepkan untuk jutaan perempuan hamil dan disuntikkan ke jutaan hewan meskipun ada kekhawatiran tentang karsinogenisitasnya (potensi menyebabkan kanker).

Obat tersebut akhirnya dilarang pada tahun 1971 untuk digunakan pada perempuan hamil setelah studi epidemiologi melaporkan kanker vagina yang jarang terjadi pada perempuan muda yang terpapar DES saat dalam kandungan ibunya. Setelah banyak perdebatan dan kontroversi, US FDA (BPOM Amerika Serikat) akhirnya melarang semua bentuk penggunaan DES dalam produksi daging pada 1979.

Advertising
Advertising

DES memiliki struktur yang sama dengan BPA, namun BPA tidak pernah digunakan sebagai obat. BPA justru sukses digunakan pada plastik. Beberapa tahun setelah Dodds menerbitkan penelitiannya tentang estrogen sintetik, ahli kimia di Amerika Serikat dan Swiss mensintesis resin epoksi pertama yang menggunakan BPA, dan produksi komersialnya dimulai pada awal 1950-an.

Resin epoksi dengan cepat digunakan secara luas di seluruh produksi industri sebagai lapisan pelindung pada logam, peralatan, perpipaan, baja, dan bagian dalam kaleng makanan. Seperti yang dicatat oleh seorang manajer Shell Chemical Company, salah satu produsen pertama resin epoksi, pada pertengahan 1970-an, resin epoksi “saat ini melayani hampir setiap industri besar di Amerika Serikat, baik secara langsung maupun tidak langsung.”

Pada 1957, ahli kimia di Bayer dan General Electric menemukan penggunaan lain untuk BPA—ketika dipolimerisasi ia membentuk plastik keras yang disebut polikarbonat. Plastik ini cukup kuat untuk menggantikan baja dan cukup bening untuk menggantikan kaca. BPA pun memiliki kegunaan baru dalam elektronik, peralatan keselamatan, mobil, dan wadah makanan. Pasar resin epoksi dan polikarbonat pun meledak, sehingga selama dua dekade berikutnya, produksi BPA di Amerika Serikat mencapai hampir 250 ribu kilogram pada akhir 1970-an. BPA pun nulai digunakan untuk air minum dalam kemasan

Saat BPA menemukan lebih banyak pasar dan produsen-produsen utama di Amerika Serikat (General Electric, Shell Chemical, Dow Chemicals, dan Union Carbide) menambah kapasitas produksi mereka, maka bahan kimia tersebut mengubah lingkungan material dan molekuler. Produk BPA ada di mana-mana, dan itu berarti semakin banyak sumber potensial paparan estrogen sintetik ini.

Meskipun sifat mirip estrogen dari BPA (atau estrogenisitasnya) tidak pernah sepenuhnya dilupakan, keamanannya ditentukan oleh penggunaan komersialnya dalam plastik. Pada gilirannya keamanan penggunaan BPA kemudian lebih ditentukan oleh sifatnya yang beracun daripada oleh sifatnya yang menyerupai hormon.

Selama 50 tahun terakhir, keamanan sebagian besar bahan kimia, termasuk juga BPA, ditetapkan berdasarkan anggapan ilmiah bahwa hubungan dosis-respons bersifat monoton. Artinya, dosis meningkat, maka efeknya pun meningkat dan begitu sebaliknya. Jadi, pada dosis yang dikurangi, efeknya kecil. Secara hukum, ini disebut standar de minimis.

Dalam jurnal yang ditulis Sarah A. Vogel, “The Politics of Plastics: The Making and Unmaking of Bisphenol A “Safety”, American Journal of Public Health 99, interpretasi keamanan bahan kimia yang terkait dengan dosis tersebut dimasukkan ke dalam Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetika Amerika Serikat pada 1958. Inilah yang menjadi dasar bagi FDA untuk mengatur bahan kimia dalam makanan.

Sebelum Undang-Undang tersebut, bahan kimia yang dilarang pada rantai pasokan makanan dilihat dari potensi bahayanya per se terlepas dari dosisnya. Undang-Undang 1958 mengubah semua itu dengan mewajibkan perusahaan mendapatkan persetujuan FDA untuk penggunaan bahan kimia yang secara langsung atau tidak langsung mencemari makanan selama produksi, pemrosesan, pengemasan, dan distribusi.

Karena BPA bermigrasi dari resin epoksi dan polikarbonat yang digunakan dalam pengemasan dan produksi makanan, FDA menganggap bahan kimia tersebut sebagai bahan tambahan makanan tidak langsung. Penelitian awal menunjukkan toksisitas umum BPA yang rendah dan metabolisme yang cepat pada hewan. Dikombinasikan dengan tingkat pencemaran yang rendah dari BPA terhadap makanan, semua ini mendukung persetujuan penggunaan BPA dalam kemasan makanan.

Dengan kata lain, pada tingkat yang sangat rendah, FDA sudah lama menganggap keberadaan BPA dalam makanan adalah aman. Namun, FDA belum menetapkan standar peraturan untuk bahan kimia tersebut hingga 1988.

Pada saat yang sama, Undang-Undang 1958 juga memasukkan standar terpisah untuk keamanan bahan kimia karsinogenik (penyebab kanker), yakni Delaney Clause. Delaney Clause menyatakan bahwa karsinogen adalah bahaya per se terlepas dari dosisnya. Jadi, ada standar ganda keamanan bahan kimia: untuk karsinogen adalah bahaya per se dan nonkarsinogen adalah bahaya ditentukan oleh dosis.

Ini karena adanya anggapan bahwa karsinogen berfungsi berbeda dari senyawa beracun. Karsinogen, misalnya, dapat memiliki level toksisitas rendah. Meskipun toksisitas umum BPA rendah, tidak ada pemeriksaan terhadap karsinogenisitasnya hingga akhir 1970-an.

Sejak dekade 1970-an, penelitian-penelitian tentang kaitan antara BPA dengan efek kesehatan yang merugikan, termasuk kanker dan kelainan reproduksi, menantang anggapan ilmiah dan legal tentang keamanan BPA yang sudah lama ada.

Pada 14 April 2008, halaman depan The Washington Post menulis artikel utama bertajuk “US cites fears on chemical in plastics”. Bahan kimia yang menjadi perhatian dalam artikel tersebut adalah BPA. Apalagi BPA kerap digunakan juga dalam air minum dalak kemasan (AMDK)

BPA kemudian menjadi berita utama nasional karena pertaruhan ekonomi dan politik level tinggi yang terlibat dalam perdebatan tentang keamanannya. Dengan lebih daripada 2,7 juta metriks ton produksi BPA secara global setiap tahunnya, serta estimasi pertumbuhan yang berkelanjutan pada tahun-tahun mendatang, perdebatan tentang keamanan BPA sudah bisa diperkirakan akan terjadi.

Di sisi lain, sejumlah studi biomonitoring terkini menunjukkan bahwa paparan terhadap BPA juga tersebar luas, dan keberadaannya yang di mana-mana telah menimbulkan kekhawatiran—atau sebagaimana ditulis dalam artikel The Washington Post, “ketakutan”—mengenai dampak kesehatan dari paparan itu.

Selain itu, semakin banyak penelitian laboratorium tentang dosis BPA yang sangat rendah—level di bawah standar keamanan yang diatur—melaporkan hubungan BPA dengan peningkatan risiko kanker payudara dan prostat, kelainan kromosom, kelainan otak dan perilaku, serta gangguan metabolisme. Semua itu mau tidak mau menghadirkan pertanyaan kepada anggota parlemen di seluruh dunia: apakah BPA masih bisa dikatakan aman? Bagaimana dengan air minum di dalam kemasan? Apakah sebaiknya beralih ke Galon BPA Free?

Pada April 2008, Kanada mengambil pendekatan hati-hati, dengan mengklasifikasikan BPA sebagai bahan “beracun” di bawah Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Kanada dan sedang mempertimbangkan larangan terbatas. Sebaliknya, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) dan FDA di Amerika Serikat menyatakan BPA masih aman selama berada pada perkiraan tingkat paparan tertentu.

Namun, toko-toko kelontong memilih untuk tidak menunggu peraturan dan mulai menarik air minum kemasan plastik dan botol bayi yang dibuat dengan BPA dari rak-rak mereka pada 2008. Pada awal 2009, sebuah aturan pelarangan BPA dalam wadah makanan anak-anak diperkenalkan di Kongres Amerika Serikat. Keamanan BPA pun makin tidak pasti. (*)

Berita terkait

Bamsoet Kembali Dorong Peningkatan Kualitas Pendidikan

7 jam lalu

Bamsoet Kembali Dorong Peningkatan Kualitas Pendidikan

Bambang Soesatyo mendorong agar kualitas pendidikan di Indonesia terus ditingkatkan. Baik melalui perbaikan kurikulum ataupun peningkatan kapabilitas pengajar atau guru.

Baca Selengkapnya

Telkomsel Pastikan Akses Jaringan Broadband dalam WWF 2024

7 jam lalu

Telkomsel Pastikan Akses Jaringan Broadband dalam WWF 2024

Telkomsel telah memastikan kesiapan infrastruktur terdepan untuk mendukung kenyamanan aktivitas komunikasi dan pengalaman digital seluruh perwakilan delegasi World Water Forum 2024 dengan mengoptimalkan kapasitas dan kualitas jaringan dari 4G hingga 5G di 344 site eksisting.

Baca Selengkapnya

Mentan Sambut Baik Kelompok Tani Mahasiswa

8 jam lalu

Mentan Sambut Baik Kelompok Tani Mahasiswa

Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), membentuk kelompok tani mahasiswa sebagai ujung tombak masa depan bangsa yang harus memiliki konsen terhadap sektor pertanian.

Baca Selengkapnya

Nikson Nababan Siap Maju Pilgub Sumut

8 jam lalu

Nikson Nababan Siap Maju Pilgub Sumut

10 tahun memimpin Taput dengan prinsip clean government, Nikson Nababan berniat maju hanya untuk kesejahteraan masyarakat.

Baca Selengkapnya

Taman Ismail Marzuki Gelar TIM Art Fest

8 jam lalu

Taman Ismail Marzuki Gelar TIM Art Fest

PT Jakarta Propertindo (Perseroda) (Jakpro) berkomitmen menjadikan TIM sebagai salah satu pusat seni dan budaya terbesar di Indonesia dan menjadikannya landmark penting dalam industri seni dan budaya nasional

Baca Selengkapnya

Nikson Nababan Daftar Bakal Calon Gubernur Sumut ke PPP

8 jam lalu

Nikson Nababan Daftar Bakal Calon Gubernur Sumut ke PPP

Nikson Nababan mengatakan, dirinya mengharapkan dukungan dari PPP.

Baca Selengkapnya

Tingkatkan Ekosistem Pendidikan, Pemkab Kediri Gandeng PSPK

8 jam lalu

Tingkatkan Ekosistem Pendidikan, Pemkab Kediri Gandeng PSPK

Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana atau Mas Dhito, menggandeng Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk mengembangkan ekosistem pendidikan di Kabupaten Kediri.

Baca Selengkapnya

PNM Peduli Serahkan Sumur Bor untuk Warga Indramayu

8 jam lalu

PNM Peduli Serahkan Sumur Bor untuk Warga Indramayu

PT Permodalan Nasional Madani (PNM) melalui aksi PNM Peduli kembali menggelar kegiatan sebagai bentuk tanggung jawan sosial dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Tegaskan Hukum Harus Adaptif Terhadap Dinamika Zaman

9 jam lalu

Bamsoet Tegaskan Hukum Harus Adaptif Terhadap Dinamika Zaman

Norma hukum yang dianggap ideal pada hari ini, bisa jadi dipandang memiliki banyak celah di masa depan, sehingga harus disesuaikan, direvisi atau bahkan diganti.

Baca Selengkapnya

Lembaga Demografi FEB UI Rilis Hasil Studi Mengenai Kontribusi Penetrasi Internet Telkomsel

10 jam lalu

Lembaga Demografi FEB UI Rilis Hasil Studi Mengenai Kontribusi Penetrasi Internet Telkomsel

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) meluncurkan hasil studi komprehensif bertajuk 'Kontribusi Penetrasi Internet Telkomsel Terhadap Perekonomian Indonesia'.

Baca Selengkapnya