Bakal Capres Berebut Suara Warga Nahdlatul Ulama, Ini Perbedaan NU Struktural dan NU Kultural
Reporter
Mutiara Roudhatul Jannah
Editor
S. Dian Andryanto
Sabtu, 7 Oktober 2023 10:11 WIB
NU berawal dari sebuah komunitas kultural
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama, NU berawal dari sebuah komunitas kultural yang kemudian membentuk organisasi. NU didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari yang merupakan sebuah organisasi. Sedangkan, secara kultural, NU sudah ada sejak beberapa ratus tahun sebelumnya. Hal ini dapat berjalan berkat kerja kekiaian para ulama.
Organisasi Nahdlatul Ulama yang dibawa oleh KH Hasyim Asy’ari untuk melengkapi NU kultural yang sudah berjalan dan akan terus berjalan. Namun, berbeda dengan pengurus NU organisasi yang cara kerjanya seperti NU kultural, ini namanya reduncance. Hal tersebut tidak memiliki nilai tambahnya sama sekali, karena ngaji, tahlilan. Fenomena tersebut tentu atas hasil kerja para kiai kultur.
Bukan kerja organisasi namanya, kalau organisasi mengerjakan ngaji, tahlilan, dibaan, ini sebenarnya mengambil alih fungsi yang dijalankan oleh para kiai secara pribadi. Jadi, pengurus NU itu ke sana ke mari kerjanya jangan pengajian umum, tetapi juga tugasnya pengurus menghadiri rapat kerja, kalau istighosah dan pengajian menjadi kerja para kiai yang sudah ada.
Sistem kerja organisasi rapat mengambil keputusan untuk mencapai tujuan tertentu yang dikerjakan dalam waktu tertentu. Sayang yang dilakukan oleh teman-teman pengurus NU masih kerja-kerja kultural, yakni mengambil oper peran para kiai.
NU sebagai organisasi tidak membina dirinya sebagai organisasi, tetapi sebagai kultur. Hal tersebut lama kelamaan bisa saling rebutN fungsi antara fungsionaris NU struktural dengan tokoh-tokoh NU kultural karena lahannya terbatas.
NU organisasi berfungsi melindungi NU kultural dan semua kekayaan di sana, mengambil fungsi pelayanan keumatan, membangun kesehatan masyarakatnya, ekonominya, sehingga konstituennya yakni tetap NU kultural.
NU Struktural atau organisasi memiliki 4 rukun
Kerja NU menurut Masdar F. Mas’udi eks Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) adalah kerja sosial yang tidak bisa dilakuan oleh para individual seperti membimbing umat dalam berbangsa, bernegara, membangun ekonomi umat, kesehatan, dan lainnya.
“Ini penting karena kebesaran umat ya disitu, dalam realitas kehidupan umatnya. Kalau akidahnya, urusan para ulamanya sebagai pribadi-pribadi, ada atau tidak ada organisasi. Jadi kerja NU itu lain,” katanya.
Dijelaskannya bahwa NU organisasi itu rukunnya kan ada 4, yakni jamaah, tujuan bersama, kepemimpinan atau pengurus dan ada aturan main yang disepakati bersama.
“Yang paling penting adanya jamaah atau warga dan kepemimpinan, tapi yang sekarang ada baru pengurus, lha jamaahnya mana, ya kultural. Ini yang tidak memenuhi standard organisasi. Warga NU organisasi tidak sekedar warga NU kultural, ini tidak memenuhi tujuan Mbah Hasyim,” kata dia.
NU kultural dipahami sebagai masyarakat yang menghidupkan dan membesarkan (kegiatan) jamaah NU secara kultural yang berlaku di masyarakat. Seperti tahlilan, yasinan, sholawatan, manaqib, dzikir, selamatan, syukuran, pengajian, dan lainnya.
Sedangkan NU Struktural atau organisasi berarti masyarakat yang mengambil peran dalam organisasi NU, seperti IPNU, IPPNU, GP Ansor, Fatayat, Banser, Muslimat dan sebagainya.
MUTIARA RAUDHATUL JANNAH I SDA
Pilihan Editor: Mengenal 6 Tingkatan Struktur Organisasi NU