Upaya Rekonsiliasi Korban G30S 1965, Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah?

Sabtu, 30 September 2023 07:50 WIB

Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S 1965 membawa Bedjo Untung pada kehidupannya yang kelam. Saat itu ia masih berusia 17 tahun. Bedjo mengaku belum tahu apa-apa mengenai peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira TNI itu.

Pemerintah menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan kudeta dan membunuh ketujuh tentara dengan brutal. TNI kemudian memerintahkan PKI ditumpas hingga ke akar-akarnya.

Bedjo menjadi salah satu sasaran yang harus ditumpas. Dia dianggap bagian dari PKI lantaran aktif di Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), komunitas yang dianggap berafiliasi dengan PKI. Ayahnya sendiri ditangkap dan dibawa ke Nusa Kambangan, sebelum dibuang ke Pulau Buru.

Namun saat itu Bedjo berhasil lolos. Dia melarikan diri dan bersembunyi di berbagai tempat di sekitar Jakarta. Sayangnya, lima tahun menjadi buronan, Bedjo akhirnya ditahan. Pada 1970, dia resmi menjadi tahanan politik.

"Selama ditahan, kami disiksa," kata Bedjo kepada Tempo, Kamis, 20 September 2018. Saat proses interogasi, Bedjo mengaku disetrum. Dua jari tangannya dililit kawat yang dihubungkan dengan dinamo. Tahanan lain mengalami sensasi lain, mulai dari sundutan rokok hingga dipukul dengan ekor ikan.

Advertising
Advertising

Meski tak ada bukti keterlibatan dirinya dengan PKI, Bedjo tak dilepaskan. Dia ditahan selama 9 tahun. Selama itu, dia juga dipaksa bekerja tanpa diberi makan yang layak. Lauknya tak pernah banyak. Nasi yang jadi penganan utama seringkali penuh batu dan pasir.

Bedjo mengingat pernah bekerja di sawah. Dalam kondisi lelah dan lapar, dia mencari lubang-lubang tikus. Hewan itu akan dikuliti dan dibakar untuk disantap. "Kalau ketemu cindil (anak tikus) biasanya langsung dimakan saja," kata dia.

Penderitaan sebagai tahanan akhirnya usai pada 1979. Bedjo dinyatakan bebas. Saat itu muncul desakan dari pemerintah Amerika dan konsorsium Intergovermental Group on Indonesia (IGGI) -yang dibentuk Belanda- kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan ratusan ribu tahanan politik. Mereka mengancam tak akan lagi memberi bantuan jika tahanan tak dilepas.

Namun kehidupannya setelah itu tak jauh berbeda seperti ketika masih ditahan. Bedjo dilabeli sebagai eks tahanan politik. Dia harus melapor dan ikut apel setiap minggu. Jika ingin bepergian ke luar kota, maka Bedjo harus melapor kepada TNI. Sampai sekitar 2005, Kartu Tanda Penduduk miliknya masih berkode "ET", tanda eks tahanan politik.

Menurut Bedjo, label itu masih melekat hingga sekarang. Ketua Yayasan Penelitian Korban dan Pembunuhan 1965/1966 itu tak merasa sepenuhnya bebas. Pergerakannya dibatasi. "Misalnya kami (YPKP 65) mau ada pertemuan, kami diserbu dan disebut mau membangkitkan paham komunis," ujarnya.

Bedjo mengatakan, represi yang dirasakan korban selama 53 tahun ini harus dihentikan. Ia menuntut keadilan setelah ditahan tanpa proses hukum dan dibuktikan bersalah, dipaksa bekerja, hingga disiksa. "Saya merasa tidak bersalah," kata dia.

Pria berusia 65 tahun itu meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta pemerintah meminta maaf kepada para korban pasca G30S 1965.

Rekonsiliasi Korban 1965

Sidang Mahkamah Rakyat Internasional bagi kejahatan serius 1965-1966 (IPT 1965) dan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyusul sesudahnya telah dilangsungkan di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015.

Keputusan Panel Hakim juga sudah diumumkan di Jakarta dan Amsterdam oleh Hakim Zac Yacoob pada 20 Juli 2016. Intinya bahwa aparat negara pada masa itu bertanggungjawab atas berbagai elemen kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menyusul hasil IPT 1965 itu, para pegiatnya telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan Komnas HAM terkait penyelesaian pelanggaran HAM 1965. Namun, hingga kini proses penyelesaian yang diharapkan malah tidak ada kejelasan. Karenanya, para pegiat IPT65 bersama Komnas Perempuan akan terus berjuang sampai tercapai penyelesaian yang adil bagi korban Peristiwa 1965.

Pemerintah kemudian dianggap mengabaikan putusan Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal/IPT) 1965 tentang pelanggaran hak asasi manusia pasca-peristiwa 1965 dengan dalih pengadilan tersebut tak memiliki landasan hukum. Namun Koordinator Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, mengungkapkan hingga saat ini pemerintah juga tak kunjung menentukan cara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut.

Nur Kholis mengatakan, dorongan agar pemerintah segera melakukan rekonsiliasi telah bermunculan. Dia mencontohkan hasil simposium "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" di Jakarta, April lalu. "Semua tinggal menunggu rekonsiliasi resmi dari pemerintah," katanya, Kamis 21 Juli 2016.

DIMAS KUSWANTORO | VINDY FLORENTIN I TIM TEMPO.CO

Pilihan Editor: Rekonsiliasi G30S, Jaksa Agung: Diperlukan Kebesaran Jiwa

Berita terkait

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

46 menit lalu

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin belum mengetahui di bidang apa Grace Natalie dan Juri Ardiantoro akan ditugaskan.

Baca Selengkapnya

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

1 jam lalu

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.

Baca Selengkapnya

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

2 jam lalu

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

Noel mengutip puisi karya Presiden Pertama RI Soekarno, untuk mengkritik PDIP yang tidak mengundang Jokowi di Rakernas

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Revisi Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

6 jam lalu

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Revisi Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

Presiden Jokowi sampai memimpin rapat khusus sebelum diterbitkannya revisi ketiga Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag 36/2023.

Baca Selengkapnya

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

7 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

8 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sampai Pimpin Rapat Revisi Ketiga Permendag 36/2023, Ada Apa?

8 jam lalu

Jokowi Sampai Pimpin Rapat Revisi Ketiga Permendag 36/2023, Ada Apa?

Presiden Jokowi memimpin rapat khusus sebelum diterbitkannya revisi ketiga Permendag 36/2023tentang larangan pembatasan barang impor.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDIP, Pengamat Sebut Hukuman Politik

13 jam lalu

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDIP, Pengamat Sebut Hukuman Politik

Djarot mengatakan Jokowi dan Ma'ruf tidak diundang ke Rakernas PDIP lantaran keduanya sedang sibuk dan menyibukkan diri.

Baca Selengkapnya

Jokowi Revisi Aturan Impor agar Ribuan Kontainer Barang Tak Menumpuk di Pelabuhan, Ini Poin-poin Ketentuannya

13 jam lalu

Jokowi Revisi Aturan Impor agar Ribuan Kontainer Barang Tak Menumpuk di Pelabuhan, Ini Poin-poin Ketentuannya

Menteri Airlangga mengatakan ada beberapa poin dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang direvisi oleh Peresiden Jokowi. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

14 jam lalu

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan empat pengertian dari KRIS yang masih dibahas bersama dengan DPR dan lembaga terkait.

Baca Selengkapnya