Yasonna Laoly Jamin Kemudahan Pemberian Hak Kewarganegaraan untuk Eksil Politik
Reporter
Magang KJI
Editor
Amirullah
Minggu, 27 Agustus 2023 21:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjamin kemudahan hak kewarganegaraan kepada eksil pelanggaran HAM yang berada di luar negeri. Ini disampaikan Yasonna dalam pertemuan dengan para korban pelanggaran HAM bersama dengan Menkopolhukam Mahfud Md.
“Saya mengeluarkan Keputusan Menteri secara khusus memberikan fasilitas dan kemudahan keimigrasian kepada teman-teman, bapak-ibu korban pelanggaran HAM yang berada di luar negeri akibat peristiwa 65-66,” kata Yasonna dalam keterangannya kepada wartawan secara daring di Belanda, pada Ahad, 27 Agustus 2023.
Yasonna menjelaskan bahwa peraturan tersebut telah dikeluarkan sejak 11 Agustus lalu di Aceh. Pada saat itu Yasonna memberikan hak kewarganegaraan kepada dua orang yang menjadi korban trgaedi HAM. Selain itu, Yassona menjamin akan mempermudah proses keimigrasian dan tidak akan menarik biaya untuk melakukan hal tersebut.
“Kami akan memberikan fasilitas keimigrasian kepada bapak ibu dengan PNBP 0 rupiah atau gratis,” ujar Yasonna.
Sementara itu, Mahfud Md mengaku terharu ketika bertemu dengan para eksil politik tersebut. Mereka sebelumnya sejak tahun 1960-an telah disekolahkan Bung Karno keluar negeri. Namun, tidak bisa pulang karena paspor mereka dicabut pemerintahan Orde Baru. Mahfud menyebutkan bahwa mereka ingin hak-hak itu didapatkan kembali.
"Anda punya hak dan itu dipakai, kami berikan. Kalau mau dipakai silahkan, mau pulang mau minta paspor semua sudah ada aturannya,” ujar Mahfud.
Lawatan Mahfud ke beberapa negara eropa ini memang untuk menemui para eksil politik. Mahfud ke Praha, Ceko; dan Amsterdam, Belanda.
Kedatangan Mahfud bukan bermaksud untuk menjemput para eksil untuk pulang. Menurutnya itu adalah hak para eksil untuk menentukan apakah ingin pulang atau tidak.
Mahfud menjelaskan bahwa penyelesaian non-yudisial bagi para eksil korban pelanggaran HAM berat patut disyukuri. Mereka mendapat pengakuan dari negara akibat tragedi gerakan 30 September 1965. Pemerintah berjanji untuk memperbaiki dan memenuhi hak para korban.
“Itu bukan untuk menjemput. Untuk menemui dan memberitahu tentang hak-hak korban pelanggaran HAM berat karena itu hak konstitusional,” ujar Mahfud.
AKHMAD RIYADH | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: ICW Desak KPU Publikasikan Rekam Jejak Bacaleg Mantan Narapidana Korupsi