Putusan Dewas KPK di Kasus Endar dan Kebocoran Dokumen Diprediksi Tumpul
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Febriyan
Rabu, 7 Juni 2023 19:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegiat antikorupsi was-was dengan hasil pemeriksaan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi alias Dewas KPK di kasus pencopotan Brigadir Jenderal Endar Priantoro dan dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK. Mereka pesimistis Dewas akan membuat keputusan berupa sanksi berat untuk terlapor dalam kedua laporan tersebut.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menjadi salah satu yang pesimistis terhadap putusan Dewas.
“Saya menduga hasilnya jelek dan tidak sesuai harapan,” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, Selasa, 6 Juni 2023.
Boyamin mengatakan ada sejumlah indikasi yang membuatnya pesimistis. Dia menilai selama proses pemeriksaan laporan ini, Dewas terkesan tidak transparan. Boyamin memberikan contoh dengan pernyataan Dewas yang serba mendadak kepada media mengenai perkembangan pemeriksaan laporan tersebut.
“Dulu sempat mengumumkan Pak Firli Bahuri belum akan dipanggil, lalu tiba-tiba pekan ini katanya akan diumumkan, kapan diperiksanya,” kata dia.
Dewas sebut akan segera putuskan dua laporan Endar Priantoro
Sebelumnya, Dewas menyatakan hampir merampungkan pemeriksaan terhadap laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pemecatan Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro dan dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK. Pengumuman hasil pemeriksaan itu rencananya dilakukan pada pekan ini.
“Semoga ya, ditunggu saja,” kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris lewat pesan teks, Selasa, 6 Juni 2023.
Kedua laporan tersebut dibuat oleh Endar Priantoro ke Dewas. Dalam laporan pertama, dia mengadukan Firli dan Sekretaris Jenderal Cahya Harefa terkait pemecatannya dari posisi Direktur Penyelidikan KPK. Endar menduga keduanya melakukan pelanggaran etik terkait pemberhentian dirinya dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Laporan dibuat Endar pada Selasa, 4 April 2023.
Endar juga membuat laporan kedua, yakni mengenai dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK dalam kasus korupsi di Kementerian ESDM. Terlapor dugaan tersebut adalah Ketua KPK Firli Bahuri. Dugaan kebocoran dokumen tersebut pertama kali diketahui ketika penyidik KPK menggeledah kantor Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023.
Selanjutnya, Dewas diprediksi tak akan meneruskan dua kasus ini ke sidang etik
<!--more-->
Boyamin mengatakan sikap Dewas KPK dalam pemeriksaan dua laporan ini berbeda dengan penanganan perkara sebelumnya. Misalnya mengenai dugaan gratifikasi tiket MotoGP yang melibatkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan dugaan gaya hidup mewah Firli Bahuri di kasus helikopter. Menurut dia, saat itu Dewas sangat terbuka mengenai perkembangan pemeriksaan dua laporan tersebut.
“Kalau sekarang Dewas seperti kucing-kucingan,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, dari indikasi-indikasi itu dirinya memprediksi Dewas KPK bakal menyatakan bahwa tidak ditemukan cukup bukti pelanggaran untuk melanjutkan kasus ini ke tahap sidang etik.
“Saya memprediksi tidak akan berlanjut ke sidang etik dengan alasan tidak cukup bukti,” kata dia.
ICW sebut Dewas harus berikan hukuman lebih berat kepada Firli
Senada dengan Boyamin, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya juga menyatakan pesimistis. Dia mengatakan melihat dari keputusan-keputusan sebelumnya, Dewas selalu memberikan sanksi ringan kepada pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran etik.
“Selama ini penegakan etik justru terkesan melindungi Firli,” kata dia.
Meski pesimis, Diky tetap mendesak agar Dewas KPK bisa menjatuhkan sanksi berat kepada Firli Bahuri. Menurut dia, berdasarkan Pasal 11 Ayat 2 Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020, insan KPK yang lebih dari sekali melakukan pelanggaran etik, maka hukumannya harus satu tingkat lebih berat ketimbang sanksi yang pernah dijatuhkan sebelumnya.
“Artinya tidak ada alasan untuk dewas untuk tidak menjatuhkan sanksi berat berupa mendesak saudara Firli mengundurkan diri,” kata dia.