Dosen Hukum Tata Negara UGM Sebut Hukum Menjadi Alat Represi, Legitimasi dan Persekusi
Reporter
Han Revanda Putra
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 24 Mei 2023 07:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P. Wiratraman mengatakan negara mengalami kemunduran dalam penegakan hukum. Hal itu, menurut dia, membuat negara kian menjauh dari cita-cita memajukan kemanusiaan dan keadilan sosial.
Herlambang mengatakan kemunduran itu disebabkan negara yang dengan mudah menyingkirkan keadilan atas nama hukum. Alhasil, menurut dia, hukum bukan lagi soal melindungi yang lemah, melainkan alat represi yang kian terang-terangan dihadirkan kepada mereka yang berseberangan.
“Hukum menjadi alat represi, legitimasi, dan persekusi yang menghalusinasi kita semua seakan-akan mereka yang memegang kekuasaan bisa menangguk keuntungan atas nama hukum,” kata Herlambang dalam acara 10 Tahun Social Movement Institute di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Senin, 22 Mei 2023.
Menurut dia, dapat dilihat dari beberapa peristiwa teraktual yang menunjukkan negara kian mengabaikan pemenuhan hak asasi manusia dan keadilan sosial.
“Anda bisa bayangkan para orang tua yang anak-anak mereka dituduh, disiksa, dan dipaksa mengaku melakukan klitih di Gedongkuning. Keadilan rasanya masih jauh dan sampai sekarang tidak pernah menjangkau anak-anak itu,” kata Herlambang.
Herlambang menambahkan pengabaian negara bisa dilihat dari kasus kriminalisasi terhadap Victor Yeimo. Sosok tersebut dianggap makar karena menyerukan tuntutan referendum dalam aksi demonstrasi antirasisme pada 19 Agustus 2019 di Jayapura.
“Victor Yeimo dituduh melakukan makar. Tuduhan itu tidak terbukti di persidangan. Namun, Victor tetap dihukum dengan pasal yang sebenarnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Herlambang.
Herlambang juga mengatakan pengabaian negara terhadap kemanusian dan keadilan sosial terjadi dalam kasus kriminalisasi Budi Pego, aktivis lingkungan asal Banyuwangi. Herlambang mengatakan Budi Pego dinyatakan bersalah karena menyebarkan komunisme. Padahal, kata Herlambang, dia tidak mengetahui soal komunisme.
“Coba Anda bayangkan. Seorang petani protes untuk hentikan tambang. Tiba-tiba ada logo palu arit (saat aksi). Hakim tetap saja memvonisnya. Ini tidak masuk akal,” ujar Herlambang.
Herlambang mengatakan masih banyak kasus yang membuktikan negara kian menjauh dari cita-cita memajukan kemanusiaan dan keadilan sosial, seperti eksploitasi tambang besar-besaran di luar Jawa kasasi warga Kendeng yang tidak digubriks walaupun Mahkamah Agung memenangkan mereka.
"Miris kalau kita lihat ekspolitasi tambang besar-besaran di luar Jawa, sementara pemangku kebijakan sedang berpesta menuju Pemilu 2024 atas nama kepentingan rakyat yang sebenarnya sangat jauh," kata Herlambang.
Pilihan Editor: Kritik Oligarki Politik Jelang Pemilu 2024 Guru Besar Sejumlah Kampus di Yogya Keluarkan Seruan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.