Kilas Balik Perjanjian Roem-Roijen 74 Tahun Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Minggu, 7 Mei 2023 13:18 WIB

Rumah bergaya indische di Jalan Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta. Pada agresi militer Belanda kedua tahun 1948, Presiden Soekarno dan keluarga pernah menjadikan rumah ini sebagai tempat persembunyian. Tempo/Anang Zakaria

TEMPO.CO, Jakarta - Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, Belanda dan tentara Sekutu datang lagi ke Indonesia untuk menaklukkan kembali tanah jajahannya. Melihat kondisi ini, para tokoh Indonesia dan luar negeri mencoba melakukan perundingan atau perjanjian dengan jalan diplomatik sehingga tidak ada lagi pertumpahan darah.

Salah satu jalan diplomatik yang dilakukan kala itu adalah melakukan Perjanjian Roem-Roijen.

Perjanjian Roem Roijen terjadi sebagai pengingkaran Belanda terhadap perjanjian atau perundingan sebelumnya. Awalnya, Belanda masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga terjadi Perundingan Linggarjati pada 1946-1947. Namun, Belanda melanggar isi dari perjanjian tersebut dengan melangsungkan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 di kota-kota besar Indonesia di Jawa dan Sumatra.

Tindakan ini mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional sehingga dilakukan perundingan Renville pada 17 Januari 1948, seperti tertulis dalam
kemdikbud.go.id.

Sayangnya, Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville dengan melancarkan aksinya dalam melakukan Agresi Militer Belanda II. Akibatnya, Indonesia terpaksa mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara.

Usai mendapatkan kecaman dari dunia internasional, barulah Belanda ingin mengadakan perundingan kembali dengan Indonesia. Perundingan dalam perundingan ini dinamakan dengan Perundingan Roem-Roijen yang dilangsungkan di Jakarta 74 tahun lalu, tepatnya pada 7 Mei 1949. Mr. Moh. Roem sebagai ketua delegasi mewakili Indonesia dan Dr. Jan Herman van Roijen sebagai ketua delegasi Belanda. Sementara itu, Merle Cochran dari UNCI ditunjuk menjadi mediator dalam perundingan ini.

Mengacu pada unkris.ac.id, Perjanjian Roem-Roijen yang sudah dimulai sejak 14 April 1949 ini bertujuan untuk membahas permasalahan tentang kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dilakukan pada tahun yang sama. Perjanjian ini sukar menemukan titik terang sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.

Advertising
Advertising

Setelah melakukan pembahasan yang sangat genting, pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta berhasil mengeluarkan Perjanjian Roem-Roijen atau Roem-Royen Statements. Hasil perjanjian tersebut diucapkan oleh kedua delegasi dari Indonesia dan Belanda. Delegasi Indonesia menyatakan tiga perjanjian, yaitu:

  1. Pengeluaran perintah kepada pengikut-pengikut Republik Indonesia (RI) yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
  2. Kerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban serta keamanan.
  3. Turut serta pada KMB di Den Haag untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS) tanpa syarat.

Merujuk litbang.kemendagri.go.id, di sisi lain, delegasi Belanda membuat lima perjanjian, yaitu:

  1. Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta
  2. Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik
  3. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara yang ada di daerah kekuasaan RI sebelum 19 Desember 1949 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan RI
  4. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari NIS
  5. Berusaha sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan usai Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

Sejak keluarnya Perjanjian Roem-Roijen, kehidupan politik di Yogyakarta mulai bergerak diikuti dengan meluapnya ketakutan golongan penyokong politik tentara Belanda.

Selain itu, Presiden Sukarno dan Wapres Hatta (Proklamator Kemerdekaan Indonesia) telah kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibu kota sementara Indonesia. Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden PDRI menyerahkan kembali mandatnya kepada Sukarno dan resmi mengakhiri PDRI. KMB pun berhasil dilaksanakan dan mencapai persetujuan tentang semua masalah agenda, kecuali masalah Papua-Belanda.

Pilihan editor : Johnny G Plate Ungkap RI Sudah Melalui 3 Fase Kedaulatan, Saat Ini Kedaulatan Digital
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.

Berita terkait

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

2 hari lalu

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

Noel mengutip puisi karya Presiden Pertama RI Soekarno, untuk mengkritik PDIP yang tidak mengundang Jokowi di Rakernas

Baca Selengkapnya

Prabowo Sebut Bung Karno Bukan Milik Satu Partai, Ini Reaksi Para Politikus PDIP

9 hari lalu

Prabowo Sebut Bung Karno Bukan Milik Satu Partai, Ini Reaksi Para Politikus PDIP

Presiden terpilih Prabowo Subianto mengatakan, Bung Karno milik seluruh rakyat Indonesia. Apa kata para politikus PDIP?

Baca Selengkapnya

Kata Pengamat dan PDIP soal Prabowo Sebut Ada Partai Klaim Miliki Bung Karno

10 hari lalu

Kata Pengamat dan PDIP soal Prabowo Sebut Ada Partai Klaim Miliki Bung Karno

Prabowo menyindir bahwa selalu ada partai politik yang mengaku-ngaku memiliki Bung Karno. Apa kata PDIP dan pengamat?

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

19 hari lalu

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

Mahfud Md, mengatakan relasi agama dan negara bagi Indonesia sebenarnya sudah selesai secara tuntas. Dia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama.

Baca Selengkapnya

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

29 hari lalu

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

Pemerintah Sukarno memilih hari Kartini untuk diperingati sebagai momentum khusus emansipasi wanita

Baca Selengkapnya

Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

44 hari lalu

Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

Ario Bayu ditetapkan menjadi Ketua FFI telah memerankan banyak karakter dari beragam film layar lebar. Berikut sebagian filmografinya.

Baca Selengkapnya

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

48 hari lalu

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

48 hari lalu

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

Ekskul Pramuka di sekolah bakal bersifat sukarela seiring dengan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berikut sejarah panjang Pramuka di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

54 hari lalu

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S

Baca Selengkapnya

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 Februari 2024

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

Mohammad Natsir merupakan pemikir, politikus, sekaligus pendakwah.

Baca Selengkapnya