Perbedaan Lebaran, Apa Kata Menag Yaqut, Din Syamsuddin, dan Ketum Muhammadiyah?
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Kamis, 20 April 2023 20:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Idul Fitri 2023 berpotensi berbeda antara keputusan Pemerintah dengan ketetapan Muhammadiyah. Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah menginformasikan akan merayakan Idul Fitri pada 21 April 2023.
Sementara pemerintah akan terlebih dahulu menggelar sidang isbat (penetapan) awal Syawal 1444 Hijriah/2023 Masehi sebelum menetapkan lebaran. Sidang isbat akan digelar pada 20 April 2023 di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta.
Sidang isbat dilaksanakan secara tertutup dan akan diikuti Komisi VIII DPR RI, pimpinan MUI, duta besar negara sahabat, perwakilan ormas Islam, serta Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama. Pemerintah akan mempertimbangkan hasil perhitungan astronomis (hisab) dan pemantauan hilal (rukyatul hilal) sebelum memutuskan awal Syawal 1444 Hijriah.
Menanggapi perbedaan Idul Fitri tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Cendekiawan Muslim Indonesia Din Syamsuddin, dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah buka suara. Apa kata mereka?
Menag Yaqut: tetap jaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran tentang penyelenggaraan Hari Raya Idul Fitri 1444 H. Salah satu poinnya berisi pesan untuk menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi potensi perbedaan awal Syawal.
"Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi kemungkinan perbedaan Penetapan 1 Syawal 1444 H/2023 M," ujar Menag Yaqut dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, 19 April 2023.
Dalam Surat Edaran (SE) Nomor 05 tahun 2023 yang dikeluarkan tersebut, Menag mengatur perihal takbiran Idul Fitri yang dapat dilaksanakan di semua masjid, musala, dan tempat-tempat lain.
Namun demikian, pelaksanaan takbiran tetap mengikuti Surat Edaran Menteri Agama No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala
"Takbir keliling dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan pemerintah setempat, menjaga ketertiban, menjunjung nilai-nilai toleransi, dan menjaga ukhuwah Islamiyah," ujarnya seperti dikutip dari laman Kemenag.
Sementara perihal pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444 H/2023 M dapat diadakan di masjid, musala, dan lapangan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Menag berharap khutbah Idul Fitri menekankan pesan soal menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah, mengutamakan nilai-nilai toleransi, persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak bermuatan politik praktis.<!--more-->
Din Syamsuddin: perlu sikap dewasa dalam beragama
Hal senada juga dinyatakan oleh Cendekiawan Muslim Indonesia Din Syamsuddin. Ia mengatakan perbedaan Idul Fitri 1 Syawal perlu disikapi secara dewasa.
"Umat Islam perlu menyikapi perbedaan dengan sikap dewasa dalam beragama," kata Din Syamsuddin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 19 April 2023 seperti dikutip Antaranews.
Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) itu menjelaskan perbedaan Idul Fitri sering terjadi, walaupun tidak selalu terjadi setiap tahun. Hal ini, kata dia, disebabkan perbedaan hadis yang dipakai antara sempurnakan bilangan bulan dan perhitungan atau perkirakan posisi hilal.
"Sebenarnya sama-sama menggunakan rukyat (bahasa Arab: melihat atau berpendapat). Perbedaannya yang satu menggunakan rukyat bil'aini (melihat dengan mata inderawi), dan yang satu rukyat bil'aqli (melihat dengan mata pikiran)," kata Din Syamsuddin.
Keduanya, kata dia, sulit dipertemukan seperti meyakini sesuatu dengan melihatnya (seeing is believing) dan meyakini sesuatu dengan mengetahuinya (knowing is believing). Terkait hal itu ia juga mengingatkan bahwa Idul Fitri adalah ibadah berdasarkan keyakinan sesuai dalil naqli dan 'aqli.
"Maka kepada kaum Muslim untuk menunaikan Shalat Idul Fitri sesuai keyakinannya masing-masing tanpa merusak silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah," ujar DIn Syamsuddin.
Pemerintah, tambah dia, perlu berada di tengah dengan mengayomi semua pihak serta tidak mengambil posisi tunggal. Sesuai amanat konstitusi, kata dia, pemerintah harus mengayomi warga negara dengan memberi kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing.
"Adalah kepemimpinan hikmah berdasarkan Pancasila untuk mengumumkan bahwa pada tahun ini ada dua keyakinan tentang Idul Fitri 21 April 2023 dan 22 April 2023. Silakan umat memilihnya sesuai keyakinan dan tetap merayakan Idul Fitri dalam semangat ukhuwah Islamiyah," kata Din Syamsuddin.<!--more-->
Ketum Muhammadiyah: kedepankan tasamuh, toleransi, dan hargai dengan dewasa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta umat Islam mengedepankan toleransi dalam menyikapi perbedaan awal lebaran atau Idul Fitri 1444 Hijriah.
"Jika ada perbedaan dalam merayakan idul fitri dan dalam kegiatan-kegiatan ibadah yang bersifat furu'iyah dan ikhtilaf, maka kedepankan tasamuh, saling toleran dan menghargai dengan penuh kedewasaan," kata Haedar dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis 20 April 2023.
Ia berharap Idul Fitri menjadi momentum untuk menguatkan keadaban bangsa Indonesia yang berbasis pada agama, Pancasila, serta kebudayaan luhur bangsa.
"Lebih-lebih setelah berpuasa, bagi kaum muslimin sebagai mayoritas di negeri ini, jadilah sinar penerang, jadilah pencerdas, dan jadilah perekat kebersamaan hidup dalam kebhinnekaan," kata dia.
Menurut dia, spirit Bhinneka Tunggal Ika dan kekuatan luhur agama harus membuat Bangsa Indonesia menjadi bangsa kuat dan bersatu sehingga berdaulat, unggul, dan setara dengan bangsa-bangsa lain.
"Dengan Idul Fitri yang juga sudah menjadi tradisi dalam kehidupan bangsa kita, ada mudik, ada syawalan, ada silaturahmi, maka jadikan Idul Fitri sebagai kekuatan persatuan bangsa," kata Haedar.
Seluruh pendisiplinan diri melalui berbagai ibadah selama Ramadhan, diharapkan Haedar, teraktualisasi dalam kehidupan nyata sehingga menjadi insan yang bertakwa secara autentik, terutama saat membawa misi "Rahmatan Lil Alamin".
Dalam kehidupan kolektif, lanjut Haedar, Idul Fitri juga diharapkan menjadi momen perekat ukhuwah serta usaha-usaha memajukan kehidupan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan yang dilandasi oleh nilai-nilai agama sehingga nanti menjadi umat terbaik (khairu ummah).
"Kami harapkan kaum muslimin yang menjalankan puasa dengan seluruh rangkaian ibadah selama satu bulan lamanya menjadi insan-insan yang semakin bertakwa, yakni insan yang selalu menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan membuahkan kesalehan bagi kehidupan keluarga, diri, masyarakat, bangsa dan kemanusiaan semesta," kata dia.
Selain itu, Haedar berpesan supaya Idul Fitri menjadi kekuatan ruhaniah kolektif bagi kaum muslimin dan warga bangsa untuk membawa Indonesia menjadi "Indonesia Berkemajuan" dalam berbagai aspek kehidupan.
"Kita diajari berbuat yang terbaik membangun bangsa dan jangan merusaknya. Kita dituntut untuk menjadi bangsa yang ada di depan, maju di bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, mengelola sumber daya alam, tapi dengan jiwa kekhalifahan yang penuh pertanggungjawaban, tidak hanya kepada manusia, tapi juga kepada Allah yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta untuk kita rawat dan kita bangun menjadi negeri yang aman dan berkah," tutur Haedar Nashir.
M JULNIS FIRMANSYAH | ANTARA
Pilihan Editor: Izin Salat Idul Fitri Muhammadiyah di Tolak DKM Masjid Tasikmalaya, Camat: Mohon Maklum