Mahfud Md dan PPATK Bocorkan Kasus Transaksi Mencurigakan ke Publik, Anggota DPR Duga Ada Motif Politik

Reporter

Ima Dini Shafira

Editor

Febriyan

Selasa, 21 Maret 2023 22:09 WIB

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana memberikan penjelasan dan pemaparan saat menghadiri rapat kerja Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023. Rapat tersebut membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mencecar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavanda dalam rapat soal transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun hari ini, Selasa, 21 Maret 2023. Benny menggali informasi ihwal proses bocornya kasus dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan sebesar Rp 349 triliun kepada publik.

Masalah ini mencuat melalui pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md. Benny menanyakan peran Mahfud sehingga PPATK menyampaikan laporan temuannya.

Ivan kemudian merespon bahwa Mahfud merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Beliau (Mahfud) umumkan ke publik. Anda tahu?,” tanya Benny kepada Ivan dalam rapat kerja Komisi Hukum DPR bersama PPATK, Selasa, 21 Maret 2023.

Ivan menjelaskan bahwa apa yang dinyatakan Mahfud sah-sah saja sejauh dia tak menyebutkan nama pihak yang terlibat.

Advertising
Advertising

“Menurut saya boleh,” jawab Ivan.

Mahfud dan PPATK dinilai mau memojokkan Kemenkeu

Benny kemudian meminta Ivan menunjukkan regulasi yang menyatakan bahwa Mahfud sebagai Menkopolhukam maupun Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU boleh menyampaikan temuan PPATK ke publik. Jika Ivan tidak mampu menunjukkan, kata Benny, maka sedianya baik Mahfud maupun Ivan punya niat politik yang tidak sehat.

“Mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang saudara lakukan. Coba tunjukkan ke saya,” kata Benny.

“Yang jadi referensi kami adalah Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” jawab Ivan.

“Pasal?,” sahut Benny.

“Ini turunan dari pasal 92 ayat 2. Itu mengamanatkan pembentukan Komite dengan Perpes,” jawab Ivan.

Benny kemudian menjelaskan, tidak ada satu pasal pun dalam Perpres yang menyebutkan bahwa Kepala PPATK, Ketua Komite, maupun Menkopolhukam boleh membuka data kepada publik. Ia menduga ada motif politik di baliknya.

“Tidak ada satu pasal pun yang dengan tegas menyebutkan boleh buka data-data seperti itu ke publik sesuka-sukanya, selain punya motif politik. Itu yang anda lakukan. Maka betul tidak itu motivasi politik?,” ujar Benny.

“Sama sekali tidak ada. Saya hanya menjalankan fungsi saya sebagai sekretaris Komite Nasional,” kata Ivan.

Selanjutnya, Ivan koreksi pernyataan Mahfud

<!--more-->

Selain Benny, Ivan Yustiavandana juga dicecar pertanyaan oleh anggota dewan dari seluruh fraksi dalam rapat kerja hari ini. Anggota dewan meminta keterangan dari Ivan mengenai kepastian pelaku maupun keterlibatan lembaga mengingat buntut kasus ini membuat masyarakat enggan membayar pajak.

Dalam forum yang sama, Ivan berupaya meluruskan informasi yang beredar. Dia menampik jika transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triiun itu disebut terjadi di Kementerian Keuangan.

Dia bercerita, mulanya PPATK menemukan ada transaksi janggal yang berhubungan dengan kasus kepabeanan dan perpajakan. Oleh sebab itu, PPATK menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) kepada Kemenkeu selaku penyidik tindak pidana asal mengingat dua sektor itu berada di bawah wewenang Kemenkeu.

“Jadi tindak pidana asal misalnya, kepabeanan atau perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya. Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu. Itu jauh berbeda,” kata Ivan.

Pernyataan Mahfud Md

Pernyataan Ivan itu meluruskan apa yang dikatakan Mahfud Md sebelumnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu awalnya membuka data tersebut dalam pidatonya di Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogykarta.

"Saya sudah dapat laporan terbaru tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud, Rabu, 8 Maret 2023.

Dua hari berselang, Mahfud menyatakan bahwa transaksi itu berasal dari dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan 467 pegawai Kemenkeu sejak 2009-2023.

Belakangan, Mahfud Md mengoreksi pernyataannya itu. Dia menyatakan telah menerima laporan terbaru dari PPATK yang menyebutkan transaksi mencurigakan hingga Rp 349 triliun. Dia pun menyebut bahwa TPPU itu bukan berasal dari uang negara.

"Sekali lagi, itu tidak selalu berkaitan dengan pegawai di Kementerian Keuangan. Itu mungkin yang ngirim siapa ke siapa, dan seterusnya, dan itu mungkin bukan uang negara," ujar Mahfud di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin, 20 Maret 2023.

IMA DINI SHAFIRA | M. JULNIS FIRMANSYAH

Berita terkait

Bahlil Bersyukur Capres Penolak IKN Kalah Pilpres, Sindir Anies Baswedan?

1 jam lalu

Bahlil Bersyukur Capres Penolak IKN Kalah Pilpres, Sindir Anies Baswedan?

Bahlil menyebut calon presiden yang menolak IKN sama dengan tidak setuju upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia timur. Sindir Anies Baswedan?

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

21 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

1 hari lalu

Mahfud Md Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama

Mahfud Md, mengatakan relasi agama dan negara bagi Indonesia sebenarnya sudah selesai secara tuntas. Dia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

1 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Kegiatan Setelah Kalah Pilpres: Anies Jeda Politik, Mahfud Md Kembali ke Kampus, Ganjar Aktif Lagi di Kagama

1 hari lalu

Kegiatan Setelah Kalah Pilpres: Anies Jeda Politik, Mahfud Md Kembali ke Kampus, Ganjar Aktif Lagi di Kagama

Anies Baswedan mengatakan bakal jeda sebentar dari urusan politik setelah Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) dibubarkan.

Baca Selengkapnya

Saat Mahfud MD Cerita Kekalahan Pilpres 2024 Sambil Tertawa: Ya Dongkol, Tapi Move On

1 hari lalu

Saat Mahfud MD Cerita Kekalahan Pilpres 2024 Sambil Tertawa: Ya Dongkol, Tapi Move On

Mahfud MD mengatakan, meski aktif dalam berbagai jabatan pemerintahan, ia sebenarnya tidak pernah benar-benar pergi dari dunia kampus.

Baca Selengkapnya

Saat Mahfud Md Kembali ke Kampus usai Pilpres 2024

1 hari lalu

Saat Mahfud Md Kembali ke Kampus usai Pilpres 2024

Mantan Cawapres 03 Mahfud Md kembali ke dunia pendidikan tinggi sebagai pakar hukum tata negara setelah kontestasi Pilpres 2024 selesai.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya