Profil Kiswadi Agus, Sosok yang Getol Inginkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional dari Tahun ke Tahun
Reporter
Reno Eza Mahendra
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 15 Maret 2023 16:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Soeharto adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Presiden Indonesia kedua ini menjabat sejak 1967 hingga 1998. Sosok Soeharto diliputi tak sedikit kontroversi.
Soeharto lahir di Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Ayahnya, Kertosudiro, adalah seorang petani sementara ibunya, Suwati, adalah seorang ibu rumah tangga. Soeharto tumbuh dalam keluarga yang sederhana dan harus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya. Namun, Soeharto berhasil mendapatkan pendidikan yang cukup dan bergabung dengan tentara setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Setelah tragedi G30S, Soeharto kemudian mencapai kekuasaan dengan menjadi presiden melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Setelah berkuasa, Soeharto mulai melaksanakan program pembangunan nasional yang ambisius. Ia berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menurunkan angka kemiskinan, dan memperkuat keamanan nasional. Namun, di balik prestasi ini, banyak kritik yang ditujukan kepada Soeharto terkait pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, dan penindasan politik.
Pada 1998, Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia setelah terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya. Setelah itu, Soeharto jarang tampil di depan publik dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya di Jakarta. Ia meninggal dunia pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Solo, Jawa Tengah.
Meskipun telah meninggal, sosok Soeharto masih dipenuhi dengan kontroversi, salah satunya yakni pengusulan nama Soeharto untuk dijadikan pahlawan. Setiap tahunnya agenda tersebut terus didorong dan diusulkan, baik oleh elemen yang berbentuk individu maupun kelompok kolektif.
Dikutip dari joglosemar.com, mitra Teras.id, salah satu sosok yang getol memperjuangkan nama Soeharto untuk diberi gelar pahlawan nasional setiap tahunnya, yakni Kiswadi Agus warga Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. ia terus menerus memperjuangkan nama Soeharto untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, meskipun beberapa kali mengalami penolakan.
Kiswadi Agus merupakan Ketua KBS atau Keluarga Besar Soeharto, dirinya mengaku telah memperjuangkan hal tersebut sejak 15 tahun lalu. “Saya sudah 15 tahun berjuang dari bawah hingga sampai kementrian sosial pada waktu itu untuk mengusulkan Alm Soeharto diangkat menjadi pahlawan nasional dan hingga hari ini saya tetap berjuang,” katanya.
Menurutnya, sosok Soeharto memiliki andil yang besar dalam menunjang kemajuan bangsa Indonesia, lebih lanjut besarnya bangsa Indonesia saat ini tidak luput dari peran Soeharto dalam merumuskan kebijakan yang menjaga stabilitas politik dan ekonomi Indonesia di tengah krisis, sehingga menurut Kiswadi jasa Soeharto selama 32 tahun memimpin Indonesia bersifat nyata adanya.
Selain itu, Kiswadi yang juga merupakan Ketua KBS atau Keluarga Besar Soeharto mendukung penuh usulan DPD Partai Golkar Jawa Tengah yang mengusulkan nama Alm Soeharto untuk memperoleh gelar pahlawan nasional. Kiswadi menilai bahwa secara aspek historis, Golkar masih memiliki benang merah dengan Soeharto.
Pemerintah belum menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. Namun bagi anggota DPR dari Fraksi Golkar Gandung Pardiman, mantan penguasa Orde Baru itu juga patut dikenang sebagai pahlawan. "Masyarakat juga perlu mengenang dan mengingat jasa besar presiden kedua RI Soeharto," kata politikus asal Yogyakarta itu Kamis 10 November 2022.
Menjelang peringatan Hari Pahlawan, sempat beredar konten di media sosial yang menyebut Soeharto termasuk tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Joko Widodo. Namun ternyata kabar itu tidak benar karena Soeharto yang dimaksud adalah H.R Soeharto, mantan dokter pribadi Presiden Sukarno.
Selanjutnya: Penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional, dari siapa saja?
<!--more-->
Penolakan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), misalnya, menilai Soeharto sama sekali tak layak menerima gelar tersebut. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Feri Kusuma, menyatakan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto selama 32 tahun pemerintahannya sudah terlalu banyak, dari pembantaian massal pada 1965, penembakan misterius, sampai penembakan terhadap mahasiswa sebelum kejatuhannya pada Mei 1998.
Sejarawan dari Universitas Diponegoro, Alamsyah, menyebut Soeharto memiliki sejumlah dosa. Ia mencontohkan pembelengguan kebebasan berpolitik dengan menyederhanakan multipartai menjadi hanya tiga partai. Kesalahan lain adalah ketika Soeharto hanya berpihak kepada Partai Golkar dan kelompok Angkatan Bersenjata. “Soeharto hanya mengedepankan kepentingan Golkar, bukan negara," katanya.
Penolakan juga datang dari parlemen. Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, menilai Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme akan mengganjal usul itu. Pasal 4 Ketetapan itu menyebutkan pemerintah harus berupaya memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan pejabat negara, bekas pejabat negara, keluarga, para kroni, termasuk Soeharto. "Masak orang bermasalah diberi gelar pahlawan?" kata anggota Komisi Hukum DPR itu.
Pilihan Editor: Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, YLBHI: Urgensinya Apa?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.