Kasus Haris Azhar dan Fatia Tak Dapat Dipidana, Ini Alasannya

Reporter

Tempo.co

Senin, 6 Maret 2023 18:48 WIB

Direktur Lokataru Haris Azhar (kiri) dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kanan) saat bersiap untuk melakukan pengecekan kesehatan di Biddokes Polda Metro Jaya, Senin, 6 Maret 2023. Polda Metro Jaya melakukan pelimpahan tahap II kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dengan tersangka Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Berkas kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti telah dinyatakan lengkap atau P21.

Sebelumnya, Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut melaporkan perkara tersebut pada 22 September 2021.

Baca Juga: YLBHI Desak Kasus Haris Azhar Soal Kritik Terhadap Luhut Binsar Pandjaitan Dihentikan

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendesak kasus yang menyeret para pembela HAM, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, dihentikan.

Menurut dia, tindakan Haris dan Fatia tak dapat dipidanakan lantaran dua orang itu hanya melemparkan kritik yang sah terhadap pejabat publik.

"Kami menilai penyidik dari Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah keliru dalam kasus ini," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin, 6 Maret 2023.

Isnur menuturkan kritik yang dilontarkan Haris dan Fatia dalam rangka mengawasi pemerintahan. Kebebasan warga negara untuk menyampaikan kritik termaktub dalam Pasal 28E ayat 3 UUD RI 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Haris dan Fatia dilaporkan berdasarkan video dengan tajuk ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya" yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris Azhar’.

Dalam video tersebut dibahas sejumlah laporan organisasi termasuk kontra tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.

“Oleh karena itu, kami mendesak kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan perkara ini demi hukum. Jika tidak, maka kondisi ini semakin menunjukkan aparat penegak hukum turut menjadi aktor dalam menyempitnya ruang kebebasan,” tutur Isnur.

Menurut dia, kasus ini tidak dapat berlanjut apabila aparat merujuk pada Surat Keputusan Bersama Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, dan Nomor KB/2/VI/2021 Tentang Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE.

Selain itu, Surat Keterangan Komnas HAM Nomor 588/K-PMT/VII/2022 tertanggal Juli 2022 mencantumkan Haris Azhar dan Fatia adalah pembela HAM.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi Menilai Ada Kekeliruan

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi menilai ada kekeliruan dalam penanganan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang disangkakan terhadap dua aktivis Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, kasus ini tampak dipaksakan karena mempersoalkan kritik dari aktivis Hak Asasi Manusia atau HAM.

"Kami menilai, Penyidik dari Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah keliru dalam kasus ini. Tindakan Fatia dan Haris tidak dapat dipidanakan karena masih tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik, sekaligus bentuk partisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan," kata Andi dalam keterangan tertulisnya, Senin, 6 Maret 2023.

Kasus ini dianggap mengkriminalisasi Aktivis HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar soal kritik terhadap Luhut. Soal kritik sah dan partisipasi publik, diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dari keterangan Andi, kasus ini semestinya tidak dilanjutkan jika Polri dan kejaksaan tunduk pada Surat Keputusan Bersama Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi UU ITE.

"Telah secara jelas dan tegas menyatakan bahwa bukan sebuah delik pidana apabila berbentuk penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan," ujar Andi Muhammad.

WAHYU DIAHSARI | M FAIZ ZAKI

Pilihan Editor: Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut, Haris Azhar Sebut P21 Kasusnya Baru Hari Ini Bukan Awal Februari

Berita terkait

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

2 hari lalu

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional.

Baca Selengkapnya

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

2 hari lalu

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

Kasus Palti Hutabarat ini bermula saat beredar video dengan rekaman suara tentang arahan untuk kepala desa agar memenangkan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

Kementerian Perdagangan Sebut Utang Rafaksi Minyak Goreng Segera Dibayar

4 hari lalu

Kementerian Perdagangan Sebut Utang Rafaksi Minyak Goreng Segera Dibayar

Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa utang rafaksi minyak goreng akan segera dibayarkan.

Baca Selengkapnya

Luhut Temui Perdana Menteri Singapura, Buka Peluang Kerja Sama Baru

4 hari lalu

Luhut Temui Perdana Menteri Singapura, Buka Peluang Kerja Sama Baru

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menemui Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

Baca Selengkapnya

Cina Garap Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Pengamat: Hati-hati, Jangan Pakai APBN Lagi

4 hari lalu

Cina Garap Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Pengamat: Hati-hati, Jangan Pakai APBN Lagi

Indonesia kembali menggandeng Cina di proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya. Jangan sampai menggunakan APBN lagi seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca Selengkapnya

Wacana Sawah Padi Cina 1 Juta Hektare di Kalimantan, Guru Besar IPB: Tidak Masuk Akal

5 hari lalu

Wacana Sawah Padi Cina 1 Juta Hektare di Kalimantan, Guru Besar IPB: Tidak Masuk Akal

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) mengkritik wacana penggunaan lahan 1 juta hektare di Kalimantan untuk adaptasi sawah padi dari Cina.

Baca Selengkapnya

Luhut: Kereta Cepat Jakarta-Surabaya hingga Insentif untuk Apple

5 hari lalu

Luhut: Kereta Cepat Jakarta-Surabaya hingga Insentif untuk Apple

Luhut mengatakan Indonesia dan Cina telah sepakat untuk membentuk tim penggarapan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya

Baca Selengkapnya

Luhut Siapkan Insentif untuk Investasi Apple, Ingin Tiru Thailand dan India

8 hari lalu

Luhut Siapkan Insentif untuk Investasi Apple, Ingin Tiru Thailand dan India

Apple sudah berencana memproduksi iPhone di India dan MacBook di Thailand, guna melepas ketergantungan terhadap manufaktur Tiongkok.

Baca Selengkapnya

Luhut hingga Sri Mulyani Kerja di IKN Mulai September, Rumah Jabatan Siap 80 Persen

10 hari lalu

Luhut hingga Sri Mulyani Kerja di IKN Mulai September, Rumah Jabatan Siap 80 Persen

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan hingga Menkeu Sri Mulyani akan bekerja di IKN mulai Spetember 2024.

Baca Selengkapnya

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

19 hari lalu

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

Sejumlah pihak terus mengajukan Amicus Curiae ke MK kasus sengketa Pilpres 2024. berikut beberapa perkara bermuatan amicus curiae. Apa saja?

Baca Selengkapnya