Ragam Reaksi Putusan PN Jakarta Pusat Soal Pemilu 2024 Ditunda
Reporter
Maria Arimbi Haryas Prabawanti
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 3 Maret 2023 16:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat KPU.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis 2 Maret 2023.
Keputusan penundaan Pemilu tersebut sontak menuai beragam respons dari berbagai pihak, mulai politisi hingga para pengamat politik.
Berikut ini deretan respons tentang penundaan Pemilu 2024.
1. Yusril Ihza Mahendra: Putusan PN Keliru
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat soal perintah menunda tahapan Pemilu 2024 keliru. Menurut dia, putusan atas gugatan Partai Prima itu adalah gugatan perdata dan hanya perbuatan melawan hukum biasa.
Selain itu, hal tersebut bukan merupakan gugatan atas perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Dengan demikian, sengketa antara Partai Prima sebagai penggugat dengan KPU selaku tergugat, tidak boleh menyangkut pihak lain.
Terkait hal tersebut, ia menilai, putusan PN Jakpus mestinya tidak berlaku umum dan mengikat semua pihak.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan, gugatan Partai Prima bukan perbuatan melawan hukum, melainkan gugatan sengketa administrasi pemilu harusnya dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut," kata dia.
PN Jakpus sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU. Dalam amar putusannya, PN Jakpus meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
2. Susilo Bambang Yudhoyono: Ada yang Aneh pada Pemilu 2024
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa ada yang aneh di Indonesia setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan penundaan Pemilu 2024.
Mantan presiden asal Pacitan yang akrab disapa SBY itu merasa putusan itu sangat tak masuk akal sehat, meski dia tak menjelaskan alasannya.
SBY hanya menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini. "Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin tentang pemilu, rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran dan hal yang keluar dari akal sehat. Apa yang sesungguhnya terjadi?" cuit SBY dalam akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, Jumat 3 Maret 2023.
Dia mengatakan selama ini rakyat Indonesia sudah banyak diuji. SBY pun mengingatkan para penyelenggara negara untuk ingat rakyat.
Bahkan, dia memperingatkan, jika para penyelenggara negara bermain-main dengan hak rakyat maka nantinya mereka yang akan kena getahnya.
"Ingat rakyat kita. Jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti," ujarnya.
3. Anggota Bawaslu, Puadi: Tidak Bisa Hanya Mengikuti PN
Menurut anggota Bawaslu, Puadi, penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 itu tidak bisa dilakukan hanya menuruti putusan PN Jakpus.
Puadi berpandangan, putusan PN Jakpus yang lagi ramai diperbincangkan publik saat ini patut dihargai, namun tetap dengan catatan.
"Penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan PN," seperti dilansir dari Antara, Jumat 3 Maret 2023.
Lebih lanjut, Puadi menerangkan, kalau penundaan penyelenggaraan pemilu itu hanya bisa dilakukan apabila ada amandeman UUD NRI Tahun 1945.
Selain itu, ia juga menyoroti putusan PN Jakpus merupakan hasil persidangan perdata.
Menurutnya, putusan perdata tidak memiliki sifat erga omnes, yakni berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ujarnya.
ANTARA| MIRZA BAGASKARA