Mengapa Hakim Disebut sebagai Wakil Tuhan?
Reporter
Han Revanda Putra
Editor
Nurhadi
Jumat, 23 Desember 2022 07:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Selain "Yang Mulia", hakim disebut sebagai "wakil Tuhan" di muka bumi. Sebutan tersebut menyiratkan kedudukan hakim yang terhormat dibandingkan profesi atau jabatan lain. Mengapa sebutan tersebut bisa muncul?
Sebutan “wakil Tuhan” sesungguhnya tidak pernah muncul dalam peraturan resmi mana pun. Mengutip situs resmi Mahkamah Agung, sebutan ini tidak lepas dari landasan hukum seperti tertera pada Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap putusan hakim wajib mencantumkan irah-irah “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Melalui penyebutan irah-irah tersebut, hakim tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri, atau pencari keadilan. Lebih dari itu, hakim bertanggung jawab kepada Tuhan.
Di meja peradilan, hakim memiliki kekuasaan tertinggi. Siapa pun yang memiliki perkara harus tunduk pada putusan hakim. Itu sebabnya hakim seolah-olah menjadi wakil Tuhan dalam memutuskan kebenaran dan keadilan. Kedudukan tersebut membuat hakim berhak mendapatkan gelar Yang Mulia atau officium noble.
Wakil Tuhan Juga Manusia Biasa
Meskipun begitu, jelas bahwa hakim tetap seorang manusia biasa. Beberapa dari mereka juga melakukan kesalahan, bahkan melakukan tindak pidana. Untuk menegakkan muruah kehakiman, hakim diawasi oleh Komisi Yudisial.
Menurut situs resmi Komisi Yudisial, lembaga tersebut memiliki wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung; menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hukum; menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama Mahkamah Agung (MA); serta menjaga dan menegakkan pelaksanaan KEPPH.
Hakim sebagai wakil Tuhan masih diikat oleh KEPPH. Kode Etik tersebut disahkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/PKB/PKY/IV/2009. KEEPPH untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan etika perilaku hakim.
KEPPH memuat sepuluh prinsip yang harus dipegang oleh hakim, yaitu berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggungjawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.
HAN REVANDA PUTRA
Baca juga: Begini Sejarah dan Alasan Hakim Dipanggil Yang Mulia