Menyoroti Pasal 603 dan 604 KUHP Baru, Sanksi Koruptor Jadi Ringan?

Senin, 19 Desember 2022 18:35 WIB

Sejumlah aktivis membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - DPR RI telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP pada 6 Desember 2022,mejadi KUHP baru. Tak sedikit pihak yang menolak pengesahan rancangan undang-undang tersebut lantaran dinilai banyak pasal yang bermasalah. Salah satunya pasal terkait tindak pidana korupsi atau Tipikor.

Sebelumnya Tipikor merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga regulasi hukumnya diatur secara khusus dalam Undang-Undang atau UU Tipikor. Namun, kekhususan Tipikor ambyar lantaran masuk ke dalam KUHP. Aturannya kini tertuang dalam Pasal 603 dan Pasal 604.

Baca: Menakar Hukuman Mati bagi Koruptor di UU No. 31/1999 tentang Tipikor

Menurut Indonesia Corruption Watch atau ICW, pasal Tipikor yang dimasukkan dalam KUHP justru memberangus kerja-kerja pemberantasan korupsi. Bahkan terkesan jadi batu sandungan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk melakukan penyelidikan. Seberapa bermasalahkah Pasal 603 dan 604 ini?

1. Pasal 603 KUHP

Advertising
Advertising

ICW menyebut, Pasal 603 KUHP merupakan bentuk serupa dari Pasal 2 UU Tipikor. Permasalahannya, pasal dalam KUHP ini justru semakin memperingan jumlah hukuman koruptor. Regulasi tersebut menurunkan ancaman minimal pidana penjara yang sebelumnya 4 tahun menjadi 2 tahun. Sementara hukuman denda yang sebelumnya dikenakan minimal Rp 200 juta menjadi Rp 10 juta.

“Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun,” bunyi pasal 603.

Menurut ICW, jika dalam satu kasus terdapat penggunaan dua UU dengan duplikasi dan delik yang sama namun ancaman pidananya berbeda, hal ini akan membuka peluang bagi aparat penegak hukum menggunakan diskresinya untuk ‘jual-beli’ pasal yang paling menguntungkan bagi tersangka korupsi.

2. Pasal 604 KUHP

Pasal 604 merupakan bentuk lain dari Pasal 3 UU Tipikor. Pasal tersebut berisi tentang penambahan lama penahanan dari 1 tahun pidana penjara menjadi minimal 2 tahun. Namun, menurut ICW, hal ini tentu tak sepadan dengan subjek yang diatur dalam pasal tersebut, yaitu pejabat publik atau penyelenggara negara. Rendahnya ancaman pidana bagi pelaku korupsi dalam KUHP baru membuat agenda pemberantasan korupsi semakin mengenaskan.

“Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI,” bunyi Pasal 604.

Namun, di tengah meningkatnya kasus korupsi, pemerintah dan DPR justru semakin memperingan hukuman bagi koruptor. Berdasarkan catatan Tren Vonis ICW, sepanjang 2021, dari 1.282 perkara korupsi, rata-rata hukuman penjaranya hanya 3 tahun 5 bulan. Persoalan ini semakin diperparah dengan disahkannya UU Pemasyarakatan. UU ini memberikan kemudahan bagi terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.

“Tanpa harus melunasi pidana tambahan denda dan uang pengganti, serta tidak harus menjadi justice collaborator,” seperti dikutip dari laman ICW.

Selain itu, pasal-pasal Tipikor dalam KUHP baru juga berpotensi menghambat proses penyidikan perkara korupsi. Sebab, dalam penjelasan Pasal 603 KUHP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara” adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga audit keuangan negara. Definisi ini mengarahkan bahwa pihak yang berwenang yang dimaksud hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan kata lain, KPK mungkin kehilangan wewenangnya.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca juga: Beragam Kekhawatiran Setelah UU KUHP Baru Disahkan

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

7 jam lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

7 jam lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

13 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

16 jam lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

1 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

1 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

1 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

1 hari lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

1 hari lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya