Intimidasi dan Pembubaran Rapat di Kantor LBH Bali, KontraS: Ancaman Demokrasi
Reporter
Hamdan Cholifudin Ismail
Editor
Kukuh S. Wibowo
Rabu, 16 November 2022 21:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mengecam adanya ancaman, intimidasi dan pembubaran paksa yang dialami Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Pimpinan 18 LBH kantor saat sedang menjalankan rapat internal di Sanur, Bali pada Sabtu 12 November 2022.
KontraS menilai berbagai bentuk represi tersebut telah menunjukan adanya pengamanan yang berlebihan ihwal penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20. Dengan adanya peristiwa ini juga membuktikan adanya penyempitan ruang kebebasan sipil yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi.
"Berkenaan dengan adanya peristiwa tersebut, kami menilai hal ini merupakan pelanggaran yang serius terkait kebebasan dasar manusia yang berkaitan dengan hak atas rasa aman, hak atas bebas untuk berekspresi dan bebas untuk berpendapat," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti pada siaran persnya, Rabu, 16 November 2022.
Fatia mengungkapkan hak-hak tersebut dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Dijaminnya hak dasar tersebut oleh Konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan, menurut Fatia, mewajibkan bagi negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap setiap hak asasi manusia seseorang.
"Sehingga sudah seharusnya negara berkaitan dengan kasus ini aktif untuk memberikan perlindungan bukan justru membiarkan dan bahkan diduga melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia melalui instrumen keamanan," ujar dia.
KontraS juga menyoroti keterlibatan kelompok masyarakat yang ikut melakukan intimidasi dan anehnya diduga dibiarkan oleh polisi. Fatia mengungkapkan pihaknya menduga kuat hal ini dapat terjadi karena ada kaitannya dengan kebijakan Polri yang mengakomodir masyarakat dalam hal melakukan tugas pengamanan yang disebut sebagai Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.
Baca Juga: Aktivis YLBHI Mengaku Dilarang Bikin Kegiatan yang Berkaitan KTT G20 di Bali
"Berdasarkan catatan kami, secara norma Perpol ini memiliki celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal, tindakan represif, serta pengerahan massa secara tidak akuntabel. Oleh sebab itu, hal ini penting untuk diselidiki lebih lanjut," kata Fatia.
Peristiwa represi kebebasan sipil, tidak hanya kali ini saja terjadi, ada berbagai rentetan peristiwa menjelang KTT G20 yang terjadi sebelumnya, seperti intimidasi dialami oleh tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace dan pembubaran paksa diskusi publik di Universitas Udayana yang diselenggarakan Indonesia People’s Assembly.
Hal tersebut telah menjadi ancaman serius terhadap kehidupan berdemokrasi, sebab kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang penting untuk dijamin serta dilindungi oleh negara yang menganut sistem demokrasi.
KontraS mendesak, pertama, Polda Bali melakukan upaya hukum dengan segera dan komprehensif terhadap aktor-aktor pelaku tindakan ancaman dan intimidasi yang dialami pengurus YLBHI dan Pimpinan 18 LBH kantor.
Kedua, Komnas HAM harus mengusut mengenai dugaan keterkaitan sejumlah peristiwa represi kebebasan sipil dengan kebijakan Pam Swakarsa yang dibuat oleh institusi Polri. Dan ketiga, pemerintah harus patuh dan taat terhadap Konstitusi dan hukum yang berlaku, dengan melindungi dan menghormati hak asasi manusia setiap orang yang diantaranya menjamin hak atas rasa aman, kemerdekaan untuk berekspresi dan berpendapat.
Baca Juga: Tim Pesepeda Greenpeace Dihadang di Probolinggo saat Kampanye Menjelang KTT G20