Tragedi Kanjuruhan, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris Klaim Sudah Minta Polisi Tak Gunakan Gas Air Mata
Reporter
Hamdan Cholifudin Ismail
Editor
Febriyan
Jumat, 28 Oktober 2022 10:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Pertandingan Arema FC, Abdul Haris, Taufik Hidayat, menyatakan kliennya tak bersalah dalam Tragedi Kanjuruhan yang memakan korban 135 jiwa. Taufik menyatakan Haris bahkan sudah meminta polisi untuk tak menggunakan gas air mata saat melakukan pengamanan.
Taufik menyatakan bahwa Haris telah menjalankan Regulasi Keamanan dan Keselamatan yang dikeluarkan oleh induk sepak bola Indonesia, PSSI, saat pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu, 1 Oktober lalu. Bahkan, dia menyatakan Haris sudah meminta agar polisi tak menggunakan gas air mata dalam permohonan bantuan keamanan kepada Polres Malang dan Polda Jawa Timur.
Dia menyatakan, Haris meminta hal tersebut karena kejadian itu sudah terjadi berulang-ulang. "Karena sudah terjadi di 2018 korbannya 1 orang tapi yang kena 200 lebih di Kanjuruhan," kata Taufik saat dihubungi Tempo, Jumat, 28 Oktober 2022.
"Dari awal Ketua Panpel itu secara hukumnya sih regulasinya sudah dijalankan semua. Bahkan sampai 10 menit atau 7 menit setelah pertandingan itu sudah selesai kita," ujarnya.
Abdul Haris pasrah menjalani proses hukum
Taufik menyatakan bahwa Abdul Haris telah pasrah dengan kasus hukum yang menjeratnya. Jika dilihat secara hukum, menurut dia, tanggung jawab atas terjadinya Tragedi Kanjuruhan berada di tangan Kapolre Malang, AKBP Ferli Hidayat, yang kini telah dicopot.
"Cuma karena tanggungjawab moral itu, apapun yang dilakukan oleh hukum itu dia siap. Sebenarnya tidak bisa kalo kena pidana itu tidak ada unsurnya kalo Panpel itu. Tanggungjawab keamanan itu kan di Kapolres," kata dia.
Taufik pun menyatakan bahwa kliennya dan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno hanya sebagai korban dalam kasus ini. Dia pun berharap masyarakat, terutama warga Malang, bisa melihat dengan jelas masalah ini.
"Kalau Pak Haris dipidanakan, Pak Suko dipidanakan kan dipaksakan. Dipaksakan untuk menutup oknum-oknum petugas yang lain. Untuk meredam massa. Tapi kan gak akan bisa redam ini, karena masyarakat Malang Raya ini masyarakat terdidik," kata dia.
Selanjutnya, jawab satu pertanyaan sebelum ditahan
<!--more-->
Taufik pun menceritakan soal penahanan kliennya oleh penyidik Polda Jawa Timur pada awal pekan kemarin. Menurut dia, saat itu, Haris awalnya menjalani pemeriksaan dengan menjawab satu pertanyaan saja.
"Cuma satu pertanyaan, siapakah stakeholder yang paling bertanggung jawab dalam terlaksananya bola yang kemarin itu sebagai dia ketua panpel. ya sudah dijawab PSSI, organisasinya. Cuma satu pertanyaan saja," kata Taufik.
Dia menyatakan telah mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Namun tidak disetujui hingga mendapatkan penahanan.
"Kita sudah mengajukan permohonan penangguhan tapi kan yang cocok ditahan berarti kan gak disetujui gitu. Sudah kami sertakan surat penangguhan penahanan entah tahanan kota, tahanan rumah, atau apa itu sudah kita sampaikan kepada Dirreskrimum Polda Jatim," ujarnya.
6 tersangka sudah ditahan
Abdul Haris adalah satu dari enam tersangka Tragedi Kanjuruhan yang telah ditahan oleh Polda Jawa Timur pada Senin lalu, 24 Oktober 2022. Lima tersangka lainnya adalah Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.
Tragedi Kanjuruhan pecah pasca laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya berakhir dengan skor 0-1. Sejumlah Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, masuk ke lapangan saat itu.
Aksi Aremania itu dibalas polisi dengan melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun. Alhasil, penonton yang masih berada di dalam berbondong-bondong menuju pintu keluar. Naasnya, sejumlah pintu dikabarkan masih dalam kondisi terkunci. Penonton pun akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar hingga jatuh ratusan jiwa korban.
Penggunaan gas air mata di dalam stadion sempat menjadi sorotan karena dinilai melanggar aturan induk sepak bola dunia, FIFA. Akan tetapi, penelusuran sejumlah lembaga menemukan PSSI tak mengadopsi aturan tersebut dalam Regulasi Kemanan dan Keselamatan.
Polisi pun berdalih penggunaan gas air mata tidak mematikan. Mereka menyebut penggunaan gas air mata itu bukan penyebab jatuhnya korban dalam Tragedi Kanjuruhan. PSSI pun menolak bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan berkali-kali menegaskan bahwa mereka tak bisa diseret karena ada aturan dalam Regulasi Keselamatan dan Keamanan yang melepaskan tanggung jawab lembaganya jika terjadi sesuatu pada pertandingan.