Pamen Polda Metro Jaya Diduga Desak LPSK Percepat Perlindungan Putri Candrawathi
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 15 Agustus 2022 20:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perwira Menengah Polda Metro Jaya diduga sempat mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera menyetujui permohonan perlindungan kepada istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, saat pertemuan di Polda Metro Jaya. Pamen yang dimaksud adalah AKBP JRS.
Berdasarkan informasi yang diterima, AKBP JRS adalah salah satu dari lima Perwira Menengah Polda Metro Jaya yang ditahan dalam tempat khusus karena melanggar etik dengan upaya obstruction of justice.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya diundang dalam rapat 29 Juli yang digelar di ruang rapat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
“Dalam forum itu Polda mendesak agar LPSK segera memberikan perlindungan kepada Ibu P,” kata Edwin saat kepada Tempo, 15 Agustus 2022.
Sejumlah pihak yang diundang oleh Polda Metro Jaya, antara lain perwakilan Komnas Perempuan, Komisi Nasional Perlindungan Ibu dan Anak (KPAI), Kementerian Sosial, kantor Staf Presiden Bidang Perempuan dan Anak, Kemenkominfo, psikolog yang ditunjuk Polda Metro Jaya untuk menangani psikolog Putri Candrawathi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Dalam rapat tersebut, LPSK dianggap terlalu prosedural dan lambat, serta tidak berpihak kepada korban dan tidak sensitif gender.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengkonfirmasi rapat tersebut, namun ia mengatakan konteks rapat itu bukan semata-mata untuk perlindungan Putri, tetapi rapat koordinasi penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Itu rakor penanganan kasus kekerasan seksual sebagai bentuk sistem layanan terpadu antara sistem peradilan pidana dengan lembaga layanan untuk korban,” kata Siti Aminah saat dihubungi Tempo, 15 Agustus 2022.
Menurutnya, rapat tersebut membahas konteks pelaksanaan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia mengatakan perlindungan adalah upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Memang dalam pertemuan itu ada harapan agar assesmen psikologis tidak dilakukan berulang-ulang untuk mencegah memburuknya kondisi korban,” katanya.
Selain permintaan Polda Metro Jaya untuk mempercepat proses perlindungan terhadap PC, Edwin mengatakan dalam pertemuan itu diputarkan rekaman video CCTV dari Magelang, Rest Area, rumah di Saguling, TKP pembunuhan atau rumah dinas Ferdy Sambo. Menurutnya, durasi waktu antara kedatangan Putri dan Ferdy Sambo di TKP terbilang pendek atau kurang dari lima menit. Video yang diputar memperlihatkan visual dengan dramatisasi menggunakan efek suara.
“Menurut pengamatan LPSK, di video tidak menggambarkan situasi seseorang pascamendapatkan sesuatu peristiwa yang luar biasa, baik pencabulan maupun penembakan Yosua,” kata Edwin.
Tempo mengkonfirmasi perihal pertemuan 29 Juli di Polda Metro Jaya kepada Kepala Divisi Humas Irjen Pol Dedi Prasetyo. Jenderal bintang dua ini tidak menyanggah atau membenarkan ihwal pertemuan tersebut.
“Aku ora ngerti Mas, coba tanya ke yang lain dulu,” kata Dedi saat dikonfirmasi, 15 Agustus 2022.
<!--more-->
Hingga berita ini ditulis, Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi belum membalas pertanyaan Tempo apakah bawahannya mendesak LPSK untuk memberikan perlindungan kepada Putri.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, untuk perlindungan sebagai korban dan saksi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
LPSK menolak perlindungan permohonan pihak Putri Candrawathi karena tidak ditemukannya tindak pidana pelecehan seksual yang ia laporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
“LPSK menghentikan penelahaan terhadap permohonan LPSK karena memang tidak ada pidana seperti yang diumumkan Bareskrim Polri,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat konferensi pers, 15 Agustus 2022, di kantor LPSK di Ciracas, Jakarta Timur.
Ia menjelaskan LPSK melihat kejanggalan sejak awal kasus ini. Kejanggalan pertama, katanya, ada dua laporan yang diajukan, yakni laporan Pasal 289 KUHP dan/atau Pasal 335 KUHP, yang dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 dan 9 Juli 2022.
“Tetapi kedua LP ini bertanggal berbeda tetapi nomornya sama. Oleh karena itu, kami pada waktu itu barang kali terkesan lambat dan muncul pertanyaan ‘Kok tidak memutuskan perlindungan kepada PC?’,” kata Hasto.
Kejanggalan ini semakin kuat ketika LPSK mencoba berkomunikasi dengan Putri. Ketua LPSK mengatakan pihaknya telah dua kali berkomunikasi dengan Putri pada 16 Juli dan 9 Agustus 2022. Namun LPSk tidak mendapat keterangan apapun mengenai peristiwa tersebut.
Keputusan LPSK dikuatkan dengan perimbangan Bareskrim Polri sudah menghentikan pengusutan terhadap laporan pelecehan yang diajukan Putri karena tidak ditemukannya tindak pidana pelecehan atau kekerasan seksual.
“Oleh karena itu, LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan permohonan perlindungan terhadap Ibu P ini. Karena memang ternyata tidak bisa diberikan perlindungan” paparnya.
Namun melihat kondisi Putri, LPSK merekomendasikan kepada Kapolri agar Pusdokkes Polri memberikan rehabilitasi medis (psikiatri) kepadanya untuk memulihkan situasi mentalnya dan dapat memberi keterangan dalam proses hukum terkait pembunuhan Yosua yang tengah disidik oleh Bareskrim.
Selain itu, LPSK merekomendasikan Irwasum untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dan terkait penerbitan 2 Laporan Polisi oleh Polres Metro Jakarta Selatan, yakni tentang kekerasan seksual dan percobaan pembunuhan yang dituduhkan kepada Brigadir Yosua.
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis, mengatakan pihaknya belum bisa menanggapi penolakan permohonan kliennya dan saat ini masih fokus menindaklanjuti proses hukum kliennya.
“Saat ini, tim kuasa hukum masih fokus menindak lanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini. Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan,” kata Arman Hanis dalam pesan teks kepada Tempo, 15 Agustus 2022.
Sebelumnya, permohonan perlindungan terhadap Putri Candrawathi pertama kali disampaikan secara lisan oleh suaminya, Irjen Polisi Ferdi Sambo (FS), pada 13 Juli 2022 di kantor Propam kepada petugas LPSK. Besoknya, permohonan perlindungan untuk Putri Candrawathi diikuti oleh permohonan perlindungan secara tertulis yang diajukan oleh kuasa hukumnya Hanis & Hanis Advocates, Legal Consultants Receiver & Administrator For Bankruptcy.