Hari Anak Nasional: Regulasi Pemerintah untuk Menekan Jumlah Perokok Anak Dinilai Masih Kurang

Sabtu, 23 Juli 2022 22:24 WIB

Ilustrasi anak merokok. theatlantic.com

TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah keramaian acara Citayam Fashion Week di kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta Selatan terlihat sejumlah anak dengan usia sekolah merokok. Sambil menikmati suasana, W yang baru berusia 14 tahun dengan santai menghisap rokok, beberapa kali asap dari mulutnya mengepul. Remaja yang masih duduk kelas dua Sekolah Menengah Pertama ini mengaku telah menjadi perokok anak sejak sekitar satu yang lalu saat ia berada di bangku kelas 1 SMP.

"Dulu dari ikut-ikutan teman. Orang tua juga sudah tahu," kata W saat ditemui Tempo, Sabtu 23 Juli 2022.

Ironinya, W bisa menghabiskan tiga batang rokok dalam sehari. Ia membeli rokok dengan uang jajan yang diberikan orangtuanya.

Tak berbeda dengan W, I yang masih berusia 13 tahun, tepatnya masih duduk di kelas 1 SMP mengaku bahwa dirinya sudah merokok sejak kelas enam Sekolah Dasar (SD). Ia mengatakan dirinya merokok saat sedang berkumpul bersama teman-temannya. I biasanya membeli rokok dengan uang jajan yang diberikan orangtua dan sesekali dari uang hasil bantu-bantu pamannya.

“Nggak sering cuma sekali-sekali aja," ucapnya.

Advertising
Advertising

Fenomena perokok anak di Indonesia patutnya mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dan para orang tua. Angka prevalensi perokok anak pada 2019 sebanyak 9,1 persen. Angka ini jauh meningkat jika dibandingkan 2013 yang menunjukkan prevalensi perokok anak sebesar 7,2 persen. Selain itu, angka ini jauh melebihi target Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 yang mematok 5,4 persen angka prevalensi perokok anak. .

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat ada lima provinsi yang memiliki angka perokok anak tertinggi, yaitu Jawa Barat (32 persen), dan empat provinsi lainnya Gorontalo, Lampung, Bengkulu, dan Banten berada di kisaran 31 – 32 persen, sementara Bali menjadi provinsi terendah, yaitu 23,5 persen.

Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat menemukan anak sekolah yang terpapar rokok cukup besar saat melakukan Survei Perilaku Merokok dan Implementasi Perda KTR pada Anak Sekolah pada 2019. “Kami menyurvei 30 sekolah dengan responden dari kelas 8 sampai kelas 12,” kata Wali Kota Bima Arya Sugiarto dalam webinar Indonesia Tobacco Control Strategic Roundtable 2022, Rabu, 2 Maret 2022.

Bima menuturkan fakta yang lebih memilukan. Sebanyak 32 persen anak-anak pernah merokok rokok konvensional, 21,4 persen masih merokok hingga sekarang, 30,8 persen pernah merokok rokok elektronik dan hingga sekarang masih merokok vape sebanyak 18,0 persen. “69 persen anak-anak melihat orang merokok di mal dan supermarker, 46 persen di perkantoran, 77 persen di restoran, dan 57 persen di sekolah,” tuturnya.

Ketua Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development ini mengatakan, sebanyak 17 persen anak-anak ini membeli rokok di warung dan 2 persen membelinya di minimarket. Sebanyak 22,2 persen responden, menghabiskan Rp 11 ribu untuk rokok. Nilai ini masih sangat terjangkau bagi mereka lantaran uang saku kebanyakan sudah di atas Rp 11 ribu. “Selama ini kami banyak melakukan sidak di minimarket, tapi ternyata mereka kebanyakan membeli di warung, mungkin karena lebih dekat rumah dan pengawasan di minimarket melarang anak-anak membeli rokok,” ujarnya.

Ia menjelaskan, di warung, pemerintah menemukan iklan rokok secara terselubung. “Ada simbol-simbol dan ditangkap anak-anak.” Hal ini bisa dilihat dari data yang menunjukkan anak-anak melihat iklan rokok 82,3 persen di warung atau toko, 7,3 persen sales menawarkan rokok secara gratis, dan 6,2 persen menggunakan barang dengan label nama perusahaan rokok.

Senada dengan hal itu, Lentera Anak, yayasan yang bergerak di bidang perlindungan hak anak melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan, dan studi tentang anak, mencatat faktor yang mempengaruhi anak merokok, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal anak dan remaja, yaitu mengalami perubahan biologis dan psikologis, proses pencarian identitas, dan kontrol diri. Faktor eksternal, yaitu situasi lingkungannya seperti iklan sebagai sponsor rokok yang membuat rokok terlihat normal, penjualan rokok yang bebas, harga rokok yang terbilang murah, serta pengaruh dari panutan dan kelompok sebaya.

Menurut survey cepat yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak pada 2012 di 10 kota, 99,6 persen remaja terpapar iklan rokok luar ruangan. Artinya, terpaan iklan rokok meningkatkan persepsi positif tentang rokok dan mendorong keinginan untuk merokok.

Dengan kondisi ini, Lentera Anak tengah gencar mengkampanyekan bahaya rokok terhadap anak. Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan pihaknya telah melakukan kampanye di akar rumput dan kampanye digital secara masif. Tahun lalu, mereka melibatkan 2.281.200 kaum muda dan 70 organisasi dari berbagai kota di Indonesia dalam kampanye antirokok. Lisda juga menyebut telah melakukan pendampingan kepada anak, kaum muda, dan orang tua tentang kesehatan remaja di 95 sekolah dan 34 ruang publik terbuka ramah anak.

“Kami melakukan semua upaya, sesuai dengan program kerja Lentera Anak. Mulai dari kampanye dan edukasi dengan target orang tua, anak, kaum muda di sekolah, kampus komunitas dan organisasi,” kata Lisda kepada Tempo, Sabtu, 23 Juli 2022.

Selain itu, Lentera Anak turut melakukan berbagai survey dan kajian untuk mendukung advokasi kebijakan tentang pelarangan iklan; promosi dan sponsor rokok; pelarangan penjualan rokok batangan; serta penegakan kawasan tanpa rokok dan pengaturan rokok elektronik. Hal ini dilakukan untuk mendukung capaian target RPJMN 2024, yaitu penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen.

Menurutnya, semua dilakukan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah daerah dan pusat, kementerian, dinas-dinas terkait, organisasi dan jaringan, komunitas sekolah, media bahkan tokoh masyarakat.

“Hampir 10 tahun ini, progressnya mulai terlihat. Misalnya semakin banyak anak dan kaum muda yang tidak hanya meningkat pengetahuannya tapi juga terlibat dan berani speak up menyuarakan kepeduliannya dan memperjuangkan haknya akan kesehatan,” ujarnya.

Pada 2017, Lentera Anak mengumpulkan lebih dari 11.000 surat dari anak dan kaum muda dari seluruh Indonesia untuk Presiden yang mengirim pesan urgensi perlindungan anak dari adiksi rokok.

Pada 2018, bersama siswa dari 90 sekolah di lima kota, yaitu Padang, Mataram, Kota Bekasi, Tangerang Selatan dan Kab. Bogor berhasil mengedukasi dan mengajak warung-warung di sekitar sekolah untuk tidak menjual rokok kepada anak dan menurunkan 150 spanduk iklan rokok dari warung-warung di sekitar sekolah.

Pada 2019, Lentera Anak bersama berbagai organisasi dan KPAI berhasil mendesak Audisi Djarum Badminton untuk menurunkan logo dan brand image Djarum pada kegiatan audisi badminton yang melibatkan anak yang sudah dilakukan sejak 2015. “Selain itu, setidaknya pada 2020, kami memantau ada 16 kota/kabupaten yang telah melarang iklan rokok di wilayahnya dan yang paling penting, media mulai memberikan dukungan terhadap berbagai kampanye tentang pengendalian tembakau,” ujar Lisda.

Namun, kata Lisda, kehadiran regulasi yang kuat untuk melindungi anak dari adiksi rokok masih kurang. “Tahun ini adalah tahun kelima kami mengadvokasi proses revisi PP 109/2012 tentang pengamanan zat adiktif. Hingga tahun ini, prosesnya masih lambat. Padahal PP tersebut adalah satu-satunya regulasi yang mengatur konsumsi tembakau,” ujarnya.

Dukungan revisi PP 109/2012 disampaikan Kementerian Pertanian. Mereka mengusulkan kepada kementerian terkait agar wacana revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, dipertimbangkan kembali. Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementerian Pertanian \Hendratmojo Bagus Hudoro menyatakan wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan mata rantai Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Kami mengusulkan dipertimbangkan kembali wacana revisi PP 109/2012. Kami selalu menarik garisnya ke hulu dan tidak pernah berhenti memperjuangkan itu. Kami akan komunikasikan ke kementerian terkait, menyuarakan apa yang disuarakan petani," ujarnya yang dikutip dari Antara.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan revisi PP 109 tahun 2012 bukan satu-satunya jalan. “Ada cara lain yang harus kita tinjau. Mungkin makin kita buat aturan makin melawan. Perlu ada pendekatan psikologi massa,” katanya saat menjadi pembicara kunci di peluncuran Kampanye Berhenti Merokok yang digelar Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia secara webinar, Selasa, 1 Juni 2021.

Ia mengusulkan pendekatan gerakan sosial selain regulasi dari pemerintah karena dianggap efektif lantaran menyentuh hati. “Ada satu yang mesti dilihat bagaimana mengubah program ini, yang dulunya milik pemerintah, WHO, UNION, menjadi satu gerakan, menjadi satu movement, yang dimiliki oleh satu masyarakat, terutama anak-anak muda Indonesia,” ujarnya.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Yusharto Kuntoyuno menuturkan, sesuai RPJMN, pemerintah menargetkan 374 kabupaten/kota sudah harus menerapkan KTR pada 2021 dan sebanyak 424 kabupaten/kota setahun sesudahnya.

Selain itu, pemerintah juga mematok target pada 2022, ada 175 kabupaten yang memiliki layanan berhenti merokok, minimal 40 persen dari jumlah puskesmas yang ada. Menurut dia, pemerintah sudah menargetkan turunnya prevalensi perokok anak dari dari 9,1 pada 2019 turun menjadi 8,7 di 2024. “Ini sudah menjadi indikator yang disepakati Kementerian Dalam Negeri dalam rapat koordinasi teknis perencanaan pembangunan pada tahun ini,” ujarnya.

Menurut dia, jika target pelaksanaan KTR dan layanan berhenti merokok, serta turunnya prevalensi perokok anak tidak tercapai, ini menjadi indikator kementerian untuk menilai performa pemerintah daerah. “Untuk daerah yang tidak tercapai target, kami akan melakukan pembinaan dan pengawasan,” kata dia.


MUTIA YUANTISYA

Baca: Darurat Perokok Anak, Aliansi Masyarakat Sipil Desak Revisi PP Produk Tembakau

Berita terkait

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

1 hari lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

1 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

1 hari lalu

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

Tautan phishing itu berisi permintaan verifikasi data kesehatan pada SATUSEHAT.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

6 hari lalu

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

Ada sejumlah persoalan yang membuat banyak warga Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

6 hari lalu

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri dalam rapat kerja Kemenkes.

Baca Selengkapnya

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

7 hari lalu

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

Pengungkapan kasus narkoba jenis sintetis ini berawal saat kecurigaan seorang warga akan adanya penyalahgunaan narkoba di wilayah Larangan, Tangerang.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut RI Ketergantungan Impor Produk Farmasi dan Alat Kesehatan

8 hari lalu

Jokowi Sebut RI Ketergantungan Impor Produk Farmasi dan Alat Kesehatan

Presiden Jokowi mengharapkan industri kesehatan dalam negeri makin diperkuat.

Baca Selengkapnya

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

10 hari lalu

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

22 April ditetapkan sebagai Hari Demam Berdarah Nasional oleh Kemenkes, meningkatkan kesadaran wargauntuk dapat mencegah penyakit DBD.

Baca Selengkapnya

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

12 hari lalu

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.

Baca Selengkapnya